Sebagaimana
tahun-tahun lalu, kehadiran kembali Ramadhan kali ini pun tetap dalam kondisi
yang sama. Umat berada dalam sistem yang buruk bahkan mungkin lebih buruk. Kaum
Muslim saat ini tetap dalam kondisi tertekan di semua lini: akidah umat
dirongrong oleh sekulerisme; akhlak sebagian generasi yang makin rusak; ekonomi
yang terpuruk, pendidikan yang masih trial and
error, politik yang karut-marut, hukum dan peradilan yang ambradul, dll.
Semua musibah dan
cobaan ini terpampang jelas di hadapan kita. Allah SWT sendiri telah memberikan
penjelasan kepada kita sekaligus apa yang mesti dilakukan. Allah SWT berfirman
(yang artinya): “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan
tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan
mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. ar-Rum [30]: 41).
Berbagai kerusakan di
muka bumi itu hanyalah sebagian dari akibat perbuatan manusia yang menyalahi
petunjuk dan aturan Allah SWT. Sebagian lainnya, yaitu azab pedih di akhirat,
akan ditimpakan kelak jika pelakunya tidak bertobat dan tidak diampuni oleh Allah
SWT. Berbagai kerusakan itu ditampakkan oleh Allah SWT “la'allahum yarji'un", yakni agar manusia kembali pada
kebenaran, bertobat kepada Allah SWT dan menjalankan ketaatan; agar mereka
menghentikan berbagai kemaksiatan dan menjalankan ketaatan, berdakwah,
berjuang, kembali pada hukum-hukum Al-Qur’an dan as-Sunnah, yakni syariah
Islam.
Karena itu kesadaran
untuk kembali pada petunjuk dan hukum-hukum Al-Qur’an dan as-Sunnah harus
terwujud di tengah-tengah kita. Karena itu pula Ramadhan kali ini seharusnya
kita jadikan momentum untuk mewujudkan kesadaran itu. Apalagi Allah SWT telah
mengaitkan bulan Ramadhan dengan turunnya Al-Qur’an. Allah SWT berfirman (yang
artinya): “Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda.” (TQS. al-Baqarah [2]: 185).
”Sebagai petunjuk”
yakni sebagai petunjuk untuk manusia yang menunjuki mereka pada kebenaran dan
jalan yang lurus. "Sebagai pembeda” yakni yang membedakan antara yang haq
dan yang batil, baik dan buruk serta amal salih dan amal buruk.
Allah SWT juga
menegaskan (yang artinya): “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke
jalan yang lebih lurus.” (TQS. al-lsra' [17]: 9)
Jika kita kembali pada
petunjuk Al-Qur’an, niscaya kita akan mendapatkan solusi atas semua problem
yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Pasalnya, Al-Qur’an telah memberikan
penjelasan atas segala sesuatu sebagaimana firman-Nya (yang artinya.): “Kami
telah menurunkan kepada kamu Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu,
petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (TQS.
an-Nahl [16]: 89).
Kembali pada petunjuk
AIquran mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan hukum-hukum yang
diberikan oleh Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, baik dalam urusan akidah, ibadah,
makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dalam urusan pernikahan dan keluarga; ataupun
dalam urusan ekonomi, politik dalam dan luar negeri, kekuasaan, pemerintahan,
pidana dan sanksi.
Semua hukum itu
sama-sama merupakan hukum Allah SWT yang bersumber dari wahyu-Nya; juga
sama-sama termaktub di dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW atau digali dari
keduanya. Perwujudan atas semua itu akan sempurna melalui penerapan syariah
Islam secara formal oleh negara.
Dengan kata lain,
kembali pada petunjuk Al-Qur’an itu hanya akan sempurna melalui penerapan
syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan total. Hanya dengan
begitu keberkahan akan dilimpahkan kepada negeri ini dan penduduknya. Allah SWT
berfirman (yang artinya): “Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
(TQS. aI-A'raf [71]: 96)
Karena itu hendaknya
seluruh kaum Muslim, khususnya di negeri ini, menjadikan Ramadhan kali ini
sebagai momentum untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh
aspek kehidupan melalui institusi negara, yakni Khilafah ar-Rasyidah 'ala
Minhaj an-Nubuwwah. Itulah wujud ketakwaan hakiki. Itulah yang menunjukkan
bahwa kita benar-benar sukses menjalani puasa sepanjang bulan Ramadhan, bahwa
kita hanya ridha dan rela dengan hukum-hukum Islam.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 154, Juli-Agustus 2015
---