Bukannya mendinginkan
suasana, pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian justru menimbulkan
kegaduhan. Saat berpidato di depan Rapat Pimpinan Polri 2017 di Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Rabu (25/1) ia menyebut aksi damai
umat Islam 411 dan 212 berpotensi menggerus kebhinnekaan dan mengancam
persatuan NKRI.
”Dua peristiwa penting
Aksi 411 dan Aksi 212 walau ditangani dengan baik tapi menimbulkan indikator
yang harus diwaspadai bersama. Ini menggerus toleransi, kebhinekaan dan
berbahaya bagi NKRI,” kata Tito. Tito juga mengatakan bahwa intoleransi
keberagaman menjadi tantangan sendiri bagi institusi Polri.
Juru Bicara Hizbut
Tahrir Indonesia M Ismail Yusanto menyayangkan pernyataan Kapolri itu.
Menurutnya, pernyataan tersebut malah akan menimbulkan kegaduhan baru dan
menyakiti masyarakat.
”Saya pikir ini yang
tidak boleh terus terjadi, sebab kalau terus dilakukan Kapolri. seperti itu,
justru dia menyakiti masyarakat,” ungkapnya kepada Media Umat.
Sikap Kapolri membuat
heran banyak pihak, kenapa aksi yang begitu damai dan tertib bahkan Kapolri pun
menunjukkan apresiasi kepada para peserta aksi, sekarang malah membuat
pernyataan yang terkesan sebaliknya.
”Jadi gak ngerti saya, kenapa Kapolri yang bersikap
apresiatif terhadap aksi, kok
terakhir-terakhir ini melontarkan pernyataan sebaliknya,” jelas Ismail.
Padahal aksi yang
berlangsung damai tersebut murni hanya menuntut keadilan, yang diakibatkan
kelambanan proses hukum terhadap kasus penistaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh
Ahok.
"Aksi itu tidak
akan terjadi andai Ahok diproses hukum sebagaimana pelaku penistaan agama
sebelum-sebelumnya. Karena itu sungguh aneh kalau dikatakan bahwa aksi ini
menimbulkan atau didorong sikap intoleransi,” kata Ismail.
Menurut Ismail, justru
tindakan menista agama dan Al-Qur’an itu adalah bentuk intoleransi. "Atau
mereka yang melindungi penista Al-Qur’an itulah yang mempertahankan intoleransi
atau menimbulkan sikap intoleransi,” ungkapnya.
Dan pada aksi damai
212, turut hadir Presiden Jokowi lalu memberikan pidato singkat. Dalam pidato
tersebut secara langsung Presiden berterima kasih dan menunjukkan sikap respek.
”Bagaimana bisa aksi
itu dikatakan menimbulkan intoleransi. Kalau begitu berarti secara tidak
langsung Kepolisian atau Kapolri menuding Presiden berterima kasih terhadap
aksi yang menimbulkan intoleransi,” kata Ismail.
Sikap inkonsistensi
Kapolri menunjukkan adanya tekanan besar dari negara atau oknum-oknum tertentu
yang memang menentang dari awal bentuk persatuan Islam. ”Ya pasti ada angin
lain yang bertiup yang membuat dia melontarkan pernyataan seperti itu," ujar
Ismail.
Seperti
tudingan tidak berdasar Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut bahwa aksi-aksi
besar itu digerakkan oleh kelompok radikal. Padahal aksi-aksi tersebut dihadiri
oleh berbagai elemen, seperti Kapolri, bahkan Presiden sendiri. "Nyatanya
Kapolri terbawa arus itu,” pungkas Ismail. []fatihsholahuddin
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 190
---