Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Milisi Houthi Yaman Menangkap Anggota Hizbut Tahrir di Masjid di Sanaa

milisi Houthi

Milisi Houthi menangkap saudara Muhsin Muhammad Aldza'dabi, usia (sekitar) 38 tahun, dia adalah anggota Hizbut Tahrir di wilayah Yaman, pada Jum'at 23/3/2017, dari masjid al-Usta al-Ka'in di sebelahnya Rumah Sakit Republik (al-Jumhori), di tengah ibukota Sanaa. Saudara Mohsin Aldja'dabi sedang melakukan tugasnya dakwah kepada Khatib (Imam) masjid, dan memberikan nasihat, dan menjelaskan makar Barat di balik konflik Anglo-Amerika di Yaman, dan mengungkap kaki-tangan lokal dan regionalnya, hal ini dilakukan melalui diskusi intelektual dan menjawab argumen dengan argumen, tapi mengejutkannya -berdasarkan informasi- bahwa salah seorang kerabat si Imam masjid memanggil kru militer dari milisi Houthi yang kemudian membawa saudara kami ke kantor polisi dan sampai sekarang (26/3/2017) masih ditahan di sana!

Menanggapi debat intelektual dan pendapat Islami dan kata-kata kebenaran dengan penangkapan yang arogan, intimidasi, dan penindasan terhadap pengemban dakwah dari Hizbut Tahrir menunjukkan kebangkrutan milisi arogan yang kacau itu; yang tidak mampu mengatur kota apapun, kecuali dengan besi dan senapan, mereka mengikuti jejak para tiran dan penguasa kegelapan sejahat-jahatnya orang, yang dibenci oleh penduduk siang dan malam. Mereka menanamkan ketakutan dan perpecahan di antara masyarakat Yaman dan menggarong kepemilikan publik dan menimpakan perang atas negeri untuk melayani kolonialis kafir.
Kami berharap, dengan berkuasanya mereka maka mereka akan membela agama Allah dan syariah, tapi sayang, mereka tentu tidak bisa menawarkan sesuatu yang tidak mereka miliki, dan mereka tidak menyadari akibat-akibat perbuatan mereka. Para milisi itu gerakan mereka akan berakhir dalam kekalahan dan keputusasaan, tidak peduli berapa lama mereka bertindak zalim, mereka akan menemui ajalnya, dan akibat dari kezaliman pastilah serius dan pedih.

Kami menyeru mereka atas dasar persaudaraan iman, dan kami menasihati mereka untuk kembali pada berbuat adil dengan mengikuti aturan-aturan Islam, dan bertobat dari kezaliman dan dari mematuhi para penindas dan dari melayani makar Barat, khususnya Amerika, yang berusaha merobek negeri dan menggoreng permusuhan sektarian dan religius di antara masyarakat. Kami juga menyeru mereka untuk melepaskan tahanan terzalimi dan untuk menghentikan permusuhan terhadap mukminin yang ikhlas kepada Allah Swt.

Para anggota Hizbut Tahrir di wilayah Yaman akan terus melanjutkan, dengan izin Allah, membawa obor petunjuk dan cahaya kepada dunia hingga mereka mencapai tujuan melanjutkan kehidupan Islam dengan tegaknya kembali Khilafah Rasyidah yang sesuai manhaj kenabian; mengikuti metode Nabi Muhammad Saw. dalam mendirikan Negara Islam Rasyidah.
Kejahatan orang-orang fasik dan penindasan para tiran tidak akan menghentikan dakwah mereka, hingga Allah memberikan keputusan di antara mereka dan orang-orang zalim dengan kebenaran, dan Allah adalah hakim yang sebaik-baiknya.

bacaan: khilafah.com/houthi-militias-arrest-member-of-hizb-ut-tahrir-at-a-mosque-in-sanaa/
---



Makar yang terus-menerus dilancarkan oleh negara-negara penjajah tiada lain adalah untuk mencegah pembebasan negeri-negeri kaum Muslim dari ketergantungan pada Barat. Mereka berkerja siang dan malam untuk membuat kerusuhan, memanfaatkan para penguasa untuk menerapkan rencana dalam rangka memecah-belah umat serta membuka pintu selebar-lebarnya bagi perusahaan-perusahaan imperialis untuk menjarah sumberdaya alam dan menghilangkan industri lokal. Siapa saja yang mencoba menuntut kemerdekaan umat diancam dihabisi atau setidaknya diboikot agar tuntutan itu tak lagi nyaring.


Mereka senantiasa  memperingatkan siapa saja yang berjuang untuk membebaskan diri dari dominasi Barat sebagai tindakan yang  berisiko hingga membuat mereka keluar dari dunia dan zaman modern. Pada saat yang sama mereka senantiasa menutup-nutupi kerusakan dan kehancuran peradaban Barat, baik secara pemikiran maupun realitas. Tidakkah mereka memerperhatikan bagaimana Allah SWT menghancurkan kaum Aad, Tsamud, Fir’aun dan kaum Nabi Nuh as.

Saat ini dunia menyaksiakan betapa dakwah untuk menegakkan kembali Khilafah yang sesuai dengan manhaj kenabian bergema di seluruh penjuru negeri kaum Muslim, dari timur hingga barat. Inilah kabar gembira bahwa Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah kian tampak. Semoga dalam waktu dekat, Khilafah segera berdiri kembali. Amîn, ya Rabb al-‘âlamîn.
 

Revolusi Suriah Adalah Inspirasi Bagi Umat



Salah satu indikasi awal atas kelemahan Dunia Muslim muncul ketika Umat menyadari bahwa kekuatan Eropa telah meningkat dalam hal militer, ekonomi dan politik. Sebelum adanya saingan di panggung internasional, Khilafah Utsmani sudah berada dalam kondisi tidak sadar dan merasa puas dengan keadaannya sendiri dan tidak menyadari adanya kelemahan internal yang sedang menjangkiti. Ketidaksadaran itu dikarenakan meningkatnya kelemahan dalam memahami ideologi Islam. Maka Dunia Muslim digoncangkan ketika menyadari bahwa dia sedang dalam kelemahan, tersadar karena pengaruhnya di arena internasional telah dihadang oleh kekuatan baru Eropa.

Kondisi sadarnya Umat atas kelemahannya kemudian menjadi penentu semua upaya pembangkitan kembali yang muncul di masa depan. Keadaan jatuh dan lemah telah menjadi suatu ukuran fisik yang terindera. Dunia Muslim telah lemah dalam hal politik, ekonomi, dan militer. Barat telah kuat dalam hal politik, ekonomi, dan militer. Konsepsi kebangkitan dan kejatuhan secara fisik semacam ini telah dijadikan asas oleh banyak gerakan di Dunia Muslim di mana tujuan-tujuan fisik/ materi ditetapkan sementara dalam kenyataannya tidak pernah dicapai. 
Dalam mengikuti konsepsi materialistis atas hal kebangkitan dan kemerosotan, banyak gerakan kebangkitan mengabaikan fakta bahwa asas bagi ideologi Islam dan peradaban Islam adalah spiritual, pemikiran dan bukan material. Maka semua upaya gerakan pembangkitan tanpa dakwah pemikiran yang kuat dan murni menjadi terjebak dalam kegagalan, tidak mampu membangkitkan kembali keagungan peradaban Islam yang memang berasas spiritual, pemikiran. 
Pencapaian materi oleh Negara Khilafah telah banyak direkam sejarah. Faktanya, Negara Khilafah telah menjadi terdepan dalam militer, ekonomi dan politik selama beratus-ratus tahun. Tapi berbagai pencapaian material ini adalah hasil dari peradaban Islam yang dibangun atas pemikiran spiritual yaitu pemikiran dari wahyu Allah. Ketaatan kepada Allah Swt.

Dalam konteks inilah Revolusi Suriah benar-benar unik. Apa yang dunia saksikan di Aleppo akhir-akhir ini adalah sebuah krisis kemanusiaan dalam tingkat sangat tinggi. Tapi apa yang disaksikan oleh Umat adalah sebuah inspirasi untuk kembali kepada kemurnian peradaban Islam. Motivasi penduduk Suriah, dan khususnya revolusi Suriah bukan berdasarkan pada kekuatan materi mereka, namun malah sebaliknya.

Apa yang kita lihat dalam gambar, video, dan berita dari Suriah adalah seruan, orasi, harapan dan protes yang menyatakan bahwa dunia telah membiarkan kezaliman atas penduduk Suriah. Tapi motivasi mereka hidup adalah karena "(Revolusi) Ini adalah demi Allah" dan karena "Pemimpin kami adalah Muhammad (Saw.)."

Slogan berbahasa Arab yang kuat yang telah membentuk revolusi Suriah terus digaungkan meskipun terjadi banyak kematian, kehancuran dan pengungsian karena ulah tiran Bashar yang dihadapi Kaum Muslimin di Suriah. Dalam keadaan yang sangat mengerikan dan tragis ini, kaum Muslimin di Suriah terus berdiri dan menolak menyerah.

Dan sementara semua ini terjadi, Umat menyaksikannya. Umat melihatnya dan semoga Umat meluruskan konsepsinya tentang kebangkitan dan kejatuhan. Umat menyaksikan dan semoga Umat menyadari bahwa kekuatan Umat tidak pernah berasas pada materi, meskipun Umat punya banyak sumberdaya itu. 
Kekuatan Umat adalah Aqidah Islam, keimanan kepada Allah Yang Mahakuasa dan ketaatannya pada Tuhan Semesta Alam sehingga Umat tidak tunduk pada seorangpun kecuali pada-Nya Swt. Tidak ada kekuatan tiran, atheis Timur, adidaya Barat, penguasa boneka -meskipun mereka semua digabung- bisa membuat Umat tunduk pada kezaliman jika mereka menolak untuk tunduk.

Adalah aspek pemikiran, spiritual ini -yang menjadi asas revolusi Suriah- yang akan membentuk upaya-upaya pembangkitan di Dunia Muslim, memurnikan konsepsinya mengenai Peradaban Islam dan mendorongnya bergerak menuju tegaknya kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.

"Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci." (TQS. ash-Shaff: 8)

Sumber bacaan: Insinyur Moez, The Syrian Revolution is an inspiration for the Ummah, Nussrah Magazine edisi 35 (Maret/April 2017)
---


Apakah Menangkap Anggota Hizbut Tahrir Untuk Mendekat Pada Amerika



Apakah penangkapan para anggota Hizbut Tahrir adalah salah satu pengorbanan demi kedekatan dengan Amerika?

Setelah adanya penyebaran selebaran oleh Hizbut Tahrir wilayah Sudan yang berjudul "Apa Yang Ada Di Balik Pelepasan Sanksi AS Atas Sudan," pasukan keamanan menangkap seorang anggota Hizbut Tahrir, Abdul Baqi Abdullah Brema, pada Ahad 15/1/2017, yang membagikan selebaran di masjid komplek Khalid bin Waleed di Umm Badda As-Sabeel di kota Omdurman, setelah sholat isya'.

Kami mengingatkan rezim pelaku penangkapan berulang terhadap para anggota Hizb, dan kami mengingatkan rezim pada janjinya pada masyarakat Sudan ketika rezim menduduki kekuasaan untuk menegakkan hukum Syariah dan menerapkan hukum Allah, dan sebagian kaum Muslimin mendukungnya karenanya. Kaum Muslimin telah membasahi Selatan Sudan dengan darah murni mereka, seruan mereka: "Para tiran Amerika, kami telah berlatih untuk menangkapmu!"

Tidakkah sebuah kehinaan menangkap para anggota Hizb, ketika mereka membimbing Umat, dan menasihati penguasa bahwa jalan kemenangan bukanlah dengan mengikuti Amerika, juga bukan dengan tunduk padanya. Melainkan dengan mencari ridha Yang Mahakuasa atas Amerika, Yang Mahakuasa atas semua orang, Allah Yang Mahaesa al-Wahid al-Ahad, yang tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan Amerika, atau tentaranya, atau oleh aparat keamanannya, ataupun oleh para sekutunya.

Wahai rezim "Penyelamatan"! Untuk kepentingan siapa kamu membungkam mulut mereka yang menyerukan kebenaran? Dan siapa yang kamu zalimi ketika kamu melakukan negosiasi rahasia dengan aparat Amerika (musuh)? Berbagai negosiasi yang kata menteri luar negeri Sudan dalam konferensi pers ada 28 pertemuan. Apakah hubunganmu yang haram dengan Amerika wahai "rezim penyelamat" dicapai setelah upah yang kamu bayarkan, yaitu dengan melawan para pengemban dakwah dalam perang terhadap "terorisme"? Padahal sebelumnya kamu menyatakan ditegakkannya Negara Dakwah dan Syariah? Lalu apa yang mengubah dan mengganti urusanmu? Amerika tetaplah memusuhi Islam dan Umat. Apakah kamu, bagian dari Umat dalam rezim "Penyelamat" yang mengubah dan mengganti urusan itu? Apakah salah satu pengorbanan yang kamu bayarkan dalam negosiasi rahasia adalah menangkapi mereka yang membeberkan fakta pada masyarakat dan menyadarkan mereka terhadap janji palsu Amerika?

Kami juga mengingatkan para putra Umat yang mukhlis dalam pasukan keamanan, para putra gerakan Islam, bagaimana bisa kamu menangkap orang yang menunjukkanmu fakta, dan mengulurkan tangannya padamu sehingga kamu tidak jatuh dalam jebakan setan zaman ini, Amerika?

Selain itu, kami bersyukur kepada Allah bahwa urusan dijernihkan, dan daun yang menutupi kezaliman rezim telah jatuh, dan apa yang rezim pernah sebut "para Amerika tiran" telah menjadi usang. Dan kami bersyukur kepada Allah Swt. bahwa kami berada di kubu melawan Amerika, kafir musuh, pembunuh umat Islam yang kejam, Wahai rezim "Penyelamat"! Jangan berdiri di kubu kemungkaran, Allah Swt. berfirman (artinya):

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)." (TQS. Ali Imran: 179)

Penguasa takutlah kepada Allah, dan berhenti menarget para anggota Hizbut Tahrir dan lepas saudara yang memegang kehormatannya segera; kami mengingatkan pada kemurkaan dan siksa Allah.

kami yakin bahwa kemenangan akan datang, setelah kesabaran, dan tidak akan ada kemudahan kecuali setelah kesulitan, dan perjuangan untuk menegakkan hukum Allah penuh dengan kesulitan, dan Allah memilih para pahlawan darinya, kemudian Allah memberi kemenangan kepada siapapun yang Dia kehendaki, kami telah memberikan janji pada Allah bahwa kami tidak akan berhenti dan tidak akan mengubah janji, hingga Khilafah Rayidah yang mengikuti manhaj kenabian ditegakkan, berikut hukum Allah dan terpenuhinya kabar gembira Rasulullah Saw. Allah Swt. berfirman (artinya):

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang telah memenuhinya (gugur). Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu (kesempatan) dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya) dengan suatu perubahan." (TQS. al-Ahzab: 23)

bacaan: Khilafah.com
---

Apa Kejahatan Mengatakan Kebenaran: Demokrasi Gagal Dan Khilafah Solusi


Apakah sebuah kejahatan jika mengatakan seruan kebenaran bahwa Demokrasi adalah Sistem Gagal, Khilafah adalah Satu-Satunya Solusi?

Sembilan anggota Hizbut Tahrir Malaysia (HTM) telah ditahan oleh polisi pada saat konvoi mobil di seputar Muar, Johor kemarin (11/03/2017). Mereka ditahan di Markas Polisi Muar bersama 6 mobil yang ditempeli sticker bertuliskan "Demokrasi adalah Sistem Gagal, Khilafah adalah Solusi Satu-Satunya." Konvoi itu diorganisasi oleh Hizbut Tahrir dalam upaya untuk mengingatkan kaum Muslimin terhadap dihancurkannya Khilafah 93 tahun lalu, yang terjadi pada 3 Maret 1924. Konvoi ini juga bermaksud mengekspresikan fakta bahwa sistem demokrasi khususnya di Malaysia dan umumnya di dunia Muslim, sejak diruntuhkannya Khilafah, telah gagal; dan bahwa satu-satunya solusi bagi masalah Umat secara umum adalah penegakkan kembali Khilafah, yang dengannya al-Qur'an dan as-Sunnah akan diterapkan sebagai jalan hidup kita dalam semua aspek.

Sembilan orang yang ditahan telah dipenjara semalaman sebelum dibawa ke pengadilan Magistrate hari ini untuk keputusan lanjutan. Pengadilan memberi waktu 4 hari terhitung dari hari ini (12/03/2017). Usaha pengacara untuk bertemu mereka ditolak oleh polisi. Penangkapan terjadi setelah 4 anggota HTM dituntut di Pengadilan Shariah Hulu Langat belum lama ini dengan tuduhan menghina otoritas relijius di Selangor dengan bersikap bertentangan dengan fatwa yang melarang Hizbut Tahrir. Sebelumnya, Komisi Komunikasi Dan Multimedia Malaysia telah menjatuhkan pemblokiran atas website HTM dan semua website Hizbut Tahrir seluruh dunia.

Inilah "kebebasan berpendapat" yang terjadi dan yang dijunjung di bawah sistem demokratis! Suara untuk menegakkan kembali Khilafah diblokir secara ganas, sementara suara-suara yang menyerukan sekularisme, liberalisme, pluralisme, LGBT (lesbian, gay, bisexual dan transgender), termasuk suara-suara yang menghina hukum-hukum Islam oleh beberapa kelompok tertentu, malah diabaikan!
Aktivitas Islami yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir telah dikekang dan dihalangi dengan berbagai cara, sementara bermacam kejahatan dan kemungkaran semacam suap-menyuap dan korupsi di kalangan penguasa, berjalannya pusat perjudian, pabrik-pabrik miras, konser amoral, kegiatan klenik oleh para dukun secara terang-terangan, kontes kecantikan, aktivitas geng, pencurian, perkosaan, penculikan dll., masih tidak ditangani dan beberapa malah sengaja dibiarkan!

Tampak sekarang bahwa mengekspresikan "demokrasi sistem gagal" telah menjadi sebuah kejahatan di Malaysia! Dan parahnya lagi, mengekspresikan bahwa Negara Khilafah adalah satu-satunya solusi bagi kaum Muslimin, juga dianggap sebuah kejahatan! Hal ini terjadi meski perkataan mulia Nabi Saw. telah jelas menjelaskan bahwa pemimpin kaum Muslimin adalah Khalifah dan bahwa negara untuk kaum Muslimin adalah Khilafah, yang akan segera -dengan izin Allah- ditegakkan kembali untuk menaungi dunia setelah berakhirnya era kediktatoran hari ini. Mengatakan apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw. sekarang telah dijadikan sebuah kejahatan oleh polisi dan pemerintah!

Wahai para penguasa! Ketahuilah bahwa Hizbut Tahrir akan terus menyuarakan bahwa demokrasi sistem kufur dan sistem gagal bersumber dari hawa nafsu Barat dan adalah haram bagi Muslim untuk mengambilnya, menerapkannya dan menyebarkannya. Ketahuilah bahwa Hizbut Tahrir tidak akan berhenti menyeru kepada Islam dan Khilafah, dalam upaya mulia kami untuk mewujudkannya kembali, karena Khilafah adalah satu-satunya sistem Islam untuk menggantikan sistem kufur dan cacat demokrasi.

Wahai para penguasa! Kamu bisa menahan sebanyak mungkin anggota Hizbut Tahrir sesukamu, tapi kamu tidak akan pernah menghentikan dakwah Islam oleh Hizbut Tahrir, apalagi menghalangi kembalinya Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian yang diperjuangkan Hizbut Tahrir dan umat dan yang telah dijanjikan oleh Nabi Saw. Ambillah pelajaran bahwa kamu bisa memilih untuk terus menghambat dakwah dan untuk terus hidup dengan kemuliaan dan kehormatan di bawah Negara Khilafah yang akan segera ditegakkan-kembali dengan kehendak Allah Swt. Kami mengingatkan kamu sekarang karena sekarang (di dunia ini), kamu masih bisa memilih, sementara nanti di Akhirat, hanya akan ada penyesalan demi penyesalan bagi mereka yang berpaling dari peringatan.

"...Dan kamu akan melihat orang-orang yang lalim ketika mereka melihat azab berkata: "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?" (TQS. Asy-Syura: 44)

"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala." (TQS. al-Mulk: 10)

Tarakhir, lepaskan semua anggota Hizbut Tahrir yang kamu tahan, sehingga di Akhirat semoga Allah membebaskanmu dari siksaan-Nya yang pedih.

Bacaan: Khilafah.com
---


Tindakan tercela terhadap Muslim seperti ini semakin membangkitkan keinginan umat Islam di seluruh dunia untuk segera mengakhiri rezim represif beserta kekuasaannya dan merindukan kepemimpinan Islam sejati dengan Negara Khilafah yang melindungi Islam dan kaum muslimin. 

Khilafah adalah kewajiban dalam hukum Islam untuk memastikan kehidupan yang mulia dan memenuhi segala hak-hak umat, dan memastikan dijalankannya kewajiban umat. 
Inilah sistem yang prioritasnya tidak terletak pada penjagaan kursi kekuasaan penguasa, raja-raja, atau partai politik, melainkan pada penjagaan pelaksanaan Islam yang benar termasuk menegakkan keadilan dan memenuhi kebutuhan setiap individu warga negara. 
Inilah rezim Islami yang mewajibkan Umat untuk melakukan koreksi atas setiap penindasan, korupsi, atau kelalaian tugas para penguasa dan untuk itu difasilitasi dengan banyak cara bukan diperangi. Inilah sistem di mana akuntabilitas, transparansi, dan aturan hukum Islam adalah prinsip-prinsip pemerintahan sebagaimana telah ditetapkan oleh Islam.


Penguasa Malaysia Memfitnah dan Mengadili 4 Aktivis Hizbut Tahrir


Tidak Puas Dengan Memfitnah, Penguasa Malaysia Mengadili Juru Bicara Hizbut Tahrir Malaysia dan 3 anggota lainnya.

Para anggota Hizbut Tahrir Malaysia telah mengajukan penghentian tuntutan pada hakim penuntut pada 17 Februari 2017, tapi belum dijalankan.

Juru bicara Hizbut Tahrir Malaysia (HTM), Abdul Hakim Othman, bersama 3 anggota Hizb lainnya: Wan Noorul Hisham Wan Salleh, Hishamudin Ibrahim, dan Sopian Jahir diadili di Pengadilan Syariah Hulu Langat di Selangor. Mereka diadili karena mengadakan konferensi pers pada 4 Desember 2015 di kantor Hizbut Tahrir Malaysia, Selangor. Di konferensi pers itu dibahas fatwa  Mufti mengenai Hizbut Tahrir yang dibuktikan merupakan tuduhan, kebohongan, dan kerancuan mengenai Hizbut Tahrir. Hukuman yang dituduhkan pengadilan adalah denda maksimal RM 3.000 atau penjara hingga 2 tahun atau kedua-duanya. Tiga anggota Hizb lainnya dituduh berkonspirasi dalam perkara yang sama.

Setelah pembacaan tuduhan di pengadilan, Abdul Hakim meminta pengadilan menutup kasus itu, karena fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti itu penuh dengan perendahan, kebohongan, tuduhan dan kerancuan tentang Hizbut Tahrir. Hizb telah memberikan bantahan resmi kepada Mufti pada 28 Juni 2016 yang menjawab secara detail semua poin fatwa itu dan telah meminta Mufti membatalkan fatwa keliru itu.

Lagi-lagi, muncul stigmatisasi negatif dan penyebaran kebohongan terhadap Hizbut Tahrir, sementara tidak ada pintu bagi Hizbut Tahrir untuk membantah dengan jelas terhadap fatwa yang menyimpang itu dan tidak ada ruang bagi diskusi. Apakah ini sesuai dengan Islam? Apakah mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan kebenaran dan menjawab fitnah merupakan pelanggaran terhadap Islam, sehingga para anggota Hizbut Tahrir dituntut karenanya? Bukankah argumen seharusnya dijawab dengan argumen? Tapi mereka malah menjawab argumen dengan "kekuatan"!

Untuk kesekian kalinya, kami mengajak untuk duduk dan melakukan pembahasan secara beradab, intelek, berbasis persaudaraan, dan adil, sebagaimana dituntunkan Islam, baik secara privat maupun terbuka. Kami berdoa kepada Allah Swt. supaya membuka hati-hati umat ini untuk kebaikan dan semoga Allah Swt. selalu menuntun kita di jalan yang benar. Dan perhatikanlah peringatan dari Allah Swt. (artinya):

"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (TQS. al-Buruj: 10)

Bacaan: khilafah.com
---


Para penguasa saat ini adalah lemah di hadapan musuh-musuh kita, tidak pernah berani melakukan apapun yang harus dilakukan, baik di Palestina, Kashmir, Afghanistan, Irak, Suriah atau bahkan di dalam negeri. Namun, mereka perkasa di hadapan umat Islam, membusungkan dada mereka dan menyerang semua yang kita pegang teguh dari Islam, demi tuan-tuan asing mereka. Jelas mereka bukanlah dari kami dan kami bukanlah dari mereka. Kemudian, bagaimana anda dapat mentolerir pemerintahan mereka lagi, jika dengan dukungan Andalah mereka bisa bertahan hidup? Bagaimana Anda menerima para pengkhianat itu menjerumuskan sebagian orang untuk mendukung penyimpangan, orang-orang dan sistem Demokrasi buatan manusia? Bagaimana Anda masih membolehkan para agen itu untuk menekan Islam dan rakyatnya, dengan menolak hak-hak mereka untuk hidup dengan Islam dalam sebuah negara Khilafah?



Rezim Bangladesh Menangkap Aktivis Hizbut Tahrir Membuktikan Kejahatan Demokrasi Terhadap Islam


Pada 22 Februari 2017, aktivis pemberani Hizbut Tahrir Sajid bin Alam, mahasiswa tahun ketiga Komunikasi Massa Dan Jurnalisme Universitas Dhaka, ditangkap oleh segerombolan preman Bangladesh Chatra League (BCL) dari masjid kampus universitasnya sementara dia sedang sholat ashar. Dengan dibantu pengawas Universitas Dhaka, mereka kemudian menyerahkannya ke kantor polisi Shahbag. Sejak itu Sajid ditahan di penjara rahasia selama sekitar seminggu oleh unit zalim kontra terorisme Kepolisian Bangladesh tanpa menjelaskan kebberadaannya hingga mereka mendatangkannya ke pengadilan. Dan terhinalah pengawas kampus atas dirinya dan profesinya! Apa yang membuat seorang pengajar yang berkedudukan menjadikan dirinya jadi antek preman kelompok politik semacam BCL!

"Kejahatan" Sajid adalah bahwa dia aktivis Hizbut Tahrir yang mukhlis, dan tidak seperti Chatra League, dia tidak terlibat hooliganisme, pembajakan, atau kejahatan politik lainnya. Alasan satu-satunya untuk menahan dan menyiksa dia oleh rezim bejat ini adalah keterlibatannya dalam dua minggu kampanye Kontak Umum (5-20 Februari 2017) yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir mengenai pepesan kosong rekonstitusi Komisi Pemilu dan tentang kegagalan demokrasi. Dia memberikan ceramah di depan publik dan berhasil menarik perhatian umum, direkam oleh kamerawan TV dan disiarkan channel satelit (Ekattor TV). Inikah yang namanya "kebebasan berpendapat" yang rezim sokongan Barat ini banggakan? Rezim sendiri menjadi ketakutan oleh diskusi publik yang membeberkan kerusakan pemilu demokrasi!! Memang inilah sebenarnya demokrasi - baik di dunia Barat maupun di negeri-negeri penguasa antek imperialis; kebebasan berpendapat disuburkan jika untuk menyerang Islam.

Kami menuntut dibebaskannya Sajid bin Alam segera. Kami berdoa pada Allah Yang Mahakuasa memohon Rahmat-Nya atas pengemban dakwah yang loyal pada Islam ini, sebagaimana Dia merahmati para hambanya yang benar, menerima upayanya dan pengorbanannya, dan membuat dia lebih sabar. Aamiin.

Bacaan: Khilafah.com
---


Apakah orang-orang dalam pemerintahan rezim ini membayangkan bahwa hal-hal itu akan menstabilkan mereka atau bahwa mereka akan mendapatkan ketenangan pikiran pada saat mereka menjadi musuh atas sebagian besar umat?! 

Sekarang adalah waktunya bagi mereka untuk memahami bahwa umat ini, umat Islam, tidak akan menerima sebuah pengganti untuk Islam, dan bahwa mereka tidak akan pernah terintimidasi oleh penjara dan pusat penahanan dan penyiksaan atau bahkan kematian, dan bahwa pemerintahan Islam di bawah negara Khilafah adalah masalah hidup atau mati bagi mereka. 
Para tokoh umat saat ini harus melihat jalan ini secara serius untuk memahami bahwa mereka tidak punya pilihan selain berjuang di sisi umat dan hukum Syariah Allah SWT beserta Negara Khilafah Rasyidah pelaksana Syariah, 
dan pada hari itu semua akan senang berada di bawah naungannya, baik para pemimpinnya maupun yang di bawah kekuasaannya, kaum Muslim dan kafir.

Kami Mengutuk Penyiksaan Terhadap Syabab Hizbut Tahrir di Zanzibar


Hizbut Tahrir Tanzania mengutuk keras tindakan barbarian, brutal dan kezaliman yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal yang bersenjata. Mereka melakukan penculikan dan penyiksaan terhadap Syabab Hizbut Tahrir pada 1 Maret 2017 di area Kiboje, Wilayah Selatan Zanzibar.

milisi bersenjata (tanpa seragam) tanpa menunjukkan identitas mereka memaksa masuk ke kampung sekitar pukul 2 siang, beberapa dari mereka mengepung rumah (di mana ada para syabab di dalamnya) dengan senjata-senjata seolah mereka adalah pasukan musuh bersenjata, lalu menangkap Juma Muarab, Ibrahim Silima dan Said Mohammed, memborgol mereka, menutupi wajah mereka, memaksa mereka masuk mobil ke lokasi yang tidak diketahui di mana mereka menerima penyiksaan brutal tanpa alasan. Lalu di akhir, melepas mereka di hari yang sama sekitar pukul 10 malam, mengancam mereka untuk tidak terlibat dan bergabung dengan Hizbut Tahrir.

Tindakan ini biadab, memalukan dan pengecut, para milisi itu melakukan kejahatannya dengan menutupi wajah para korban, tak bernyali mengungkap identitas mereka. Selain itu, ini jelas-jelas perwujudan kekejian terhadap Islam dan umat Islam meskipun faktanya muslim adalah penduduk mayoritas di kepulauan Zanzibar.

Di samping itu, kemunculan milisi semacam itu dalam waktu yang lama di Zanzibar dan tindakan brutal mereka di siang bolong tanpa secara resmi dicegah atau dipertanyakan oleh negara telah memunculkan dugaan bahwa operasi mereka mendapat restu penuh dari Kepolisian dan juga digunakan oleh para politisi.

Kami menyeru kepada semua yang punya secuil kemanusiaan dan rasa keadilan untuk mengutuk keras dan memprotes aksi biadab milisi semacam ini yang terus merusak mmasyarakat.

Kami mengingatkan para milisi, para penolongnya dan pendukungnya bahwa kejahatan ini akan diperhitungkan.

"Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang lalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.  Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong." (TQS. Ibrahim: 42-43)

bacaan: Khilafah.com
 ---


Para penguasa jahat ini tidak berhenti hanya menyiksa kaum Muslim dan membantainya, bahkan mereka menyerahkan bangsa dan sumber daya alamnya untuk dijarah oleh kaum kafir penjajah. Lihat ini, minyak yang dijarah, harta yang dirampok, dan hak-hak yang dirampas. Lihatlah Afghanistan, Chechnya, Palestina, Syam, Irak, Libya, dan kekayaan Islam yang tiada duanya, semuanya mereka serahkan kepada kaum kafir penjajah. Mereka para penguasa tersebut tidak mewariskan kepada rakyatnya, selain kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Lalu para penguasa boneka yang tengah memimpin umat Islam memerintah dengan buruk, mereka menjual kekayaan umat dengan harga sangat murah. Lalu mereka merobek-robek dunia Islam menjadi lima puluh lebih negara-negara kecil yang rapuh, yang sama sekali tidak diperhitungkan, negara yang tidak mampu melindungi rakyatnya dalam menghadapi kejahatan, bahkan mereka ikut menekannya dan membuatnya kelaparan, serta membiarkan mereka menderita di kamp-kamp tanpa percikan belas kasih.

Sesungguhnya, orang yang melihat semua ini dan banyak lagi lainnya, maka ia akan melihat dengan jelas bahwa sebab umat Islam mengalami penderitaan dan kemerosotan yang parah ini adalah karena hilangnya Islam dari realitas hidupnya, sehingga menyebabkan pecahnya kekuatan umat, hancurnya Khilafah, berkuasanya rezim-rezim zalim dan para thaghut dalam kehidupan kaum Muslim, bukan kekuasaan yang menerapkan sistem kehidupan Islam yang adil, dan syariah Allah yang tidak diturunkan kecuali membawa rahmat bagi seluruh alam. Apabila seseorang mencermati dengan serius, maka ia mendapati bahwa tidak ada tempat berlindung bagi umat Islam, kecuali pada Allah; dan tidak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali dengan mengikuti metode yang diturunkan Allah, serta menerapkannya dalam kehidupan melalui negara Islam, sebab hanya dengan ini umat Islam akan kembali bersatu, jaya dan kuat.

Sungguh ikatan umat Islam telah putus, persatuannya telah tercabik-cabik, dan Khilafahnya telah hilang selama sembilan puluh tahun masehi, atau sembilan puluh tiga tahun hijriyah. Dengan demikian, sudah terlalu lama umat menderita, tidak ada yang bisa menyelamatkannya kecuali dengan mengikuti metode yang diturunkan Allah, menerapkannya dalam kehidupan melalui pendirian kembali negara Khilafah Islam.

Khilafah Menguasai Balkan Wilayah Kekaisaran Byzantium



SULTAN MURAD I (761-791 H/1360-1389 M)

SETELAH Sultan Orkhan wafat, dia diganti oleh Murab bin Orkhan atau juga dikenal sebagai Murad I. Dia adalah sosok yang sangat pemberani, dermawan, dan agamis. Dia demikian kokoh berpegang kepada Syariat Islam dan sangat mencintainya. Dia berlaku adil kepada rakyat dan tentaranya, mencintai jihad, membangun masjid, sekolah-sekolah, dan tempat berlindung. Selain itu, dia dikelilingi sejumlah orang yang memiliki karakter baik, dari golongan para komandan, para ahli dan teknisi, serta militer. Bersama mereka itulah Murad I selalu bermusyawarah dalam masalah-masalah negara. Dia telah mampu meluaskan wilayah di Asia Kecil dan Eropa sekaligus.

Di Eropa, tentara Khilafah Utsmani menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai kekaisaran Byzantium. Pada tahun 762 H/ 1360 M, dia menguasai Adrianople (Edirne); sebuah kota yang sangat strategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua dalam kekaisaran Byzantium. Murad menjadikan kota ini sebagai ibukota pemerintahannya sejak tahun 768 H/1366 M. Dengan demikian, maka ibukota pemerintahan Utsmani berpindah ke Eropa dan Adrianople (Edirne) sebagai ibukota pemerintahan Islam.

Pemindahan ibukota ini oleh Murad dimaksudkan untuk:

1. Menjadikan Adrianople (Edirne) sebagai wilayah pertahanan yang kuat, serta sebagai usaha untuk mendekatkan diri dengan medan jihad.

2. Keinginan Murad I untuk memasukkan semua wilayah Eropa yang telah ditaklukkan dan dikuasai.

3. Di tempat baru tersebut, Murad I menghimpun semua elemen-elemen yang akan menjadi cikal-bakal negara besar dengan prinsip-prinsip dasar

sebuah pemerintahan modern. Di sana terbentuk serikat-serikat pegawai, divisi-divisi pasukan tempur, lembaga-lembaga yang terdiri dari praktisi hukum dan pemuka agama. juga dilengkapi dengan lembaga kehakiman, sekolah-sekolah agama dan akademi-akademi militer untuk membangun paramiliter.

Demikianlah Adrianople (Edirne) berada dalam kondisi politik, militer, administrasi, reliji, dan budaya kondusif, sehingga nantinya kekuatan Utsmani mampu menaklukkan Konstantinopel tahun 857 H/1453 M. (Ad-Daulah AI-Utsmaniyah fit Tarikh AI-Islami Al-Hadits, Dr. Ismail Baghi, hlm. 38.)

Koalisi Salibis Menghadang Sultan Murad I

Sultan Murad terus melakukan gerakan jihad, dakwah dan ekspansi wilayah-wilayah di Eropa. Sementara itu pasukannya terus bergerak menuju Macedonia. Gerakan ini segera mengundang reaksi keras. Maka orang-orang Nasrani membentuk koalisi Salibis Balkan yang diberkati oleh Paus V. Koalisi ini terdiri dari orang-orang Serbia, Bulgaria, Hungaria, dan wilayah Walasyia. Semua negara sekutu ini menghimpun pasukan sebanyak 60 ribu orang untuk menghadang pasukan Utsmani yang dikomandani oleh Lala Syahin. Dengan pasukan yang lebih sedikit jumlahnya, pasukan muslim disambut koalisi Salibis di sebuah tempat bernama Tasyirmen, di dekat sungai Maritza. Di tempat inilah terjadi pertempuran sengit dengan kekalahan di pihak koalisi Eropa. Dua pemimpin asal Serbia melarikan diri, namun keduanya tenggelam di sungai Maritza. Sedangkan raja Hungaria berhasil selamat dari kematian. Adapun Sultan Murad sendiri saat itu sedang sibuk berperang di Asia Kecil, di mana dia mampu menaklukkan beberapa kota. Setelah itu dia kembali ke ibukota Adrianople untuk mengatur kembali wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan, satu hal yang biasa dilakukan oleh seorang komandan yang bijak. (Tarikh AI-Utsmaniyah Al 'Aliyah, hlm. 131.)

Dari kemenangan pasukan Utsmani di Sungai Maritza itu, menghasilkan beberapa hal yang sangat penting, antara lain:

1. Berhasil menaklukkan Turaqiya dan Macedonia sampai ke selatan Bulgaria dan timur Serbia.

2. Kota-kota yang dikuasai Byzantium (Romawi), seperti Bulgaria dan Serbia berjatuhan ke tangan tentara Utsmani laksana jatuhnya daun di musim gugur. (Ad-Daulah AI-Utsmaniyah fit Tarikh AI-Islami AI-Hadits, Dr. Ismail Baghi, hlm. 37.)

Kekuasaan Utsmani yang semakin kuat tak ayal membuat negara-negara tetangga dilanda ketakutan, khususnya negara-negara Nasrani yang lemah. Kerajaan Ragusa segera mengirimkan utusan untuk mengadakan kesepakatan persahabatan dan ekonomi ke Utsmani, dengan cara membayar upeti tahunan sebanyak 500 keping uang emas kontan. Hal ini merupakan kesepakatan pertama yang terjadi antara pemerintahan Utsmani dan negara Nasrani. (Tarikh Al Utsmaniyah Al 'Aliyah, hlm. 132.)

Pertempuran Qausharah (Pantellaria)

Sultan Murad I sendiri selalu memantau semua yang terjadi di Balkan melalui para komandan perangnya, hal itu membuat Serbia jengah. Mereka berkali-kali mengambil kesempatan ketika Sultan tidak ada di Eropa untuk menggempur pasukan Utsmani di Balkan dan wilayah sekitarnya. Namun mereka selalu gagal dan tidak pernah mendapat kemenangan berarti. Oleh sebab itulah pasukan Serbia dan Bosnia Bulgaria beraliansi kembali. Mereka menyiapkan bala tentara Salibis Eropa dalam jumlah besar untuk memerangi Sultan.

Ada sebuah peristiwa menarik. Waktu itu Sultan Murad telah mempersiapkan pasukan yang matang dan kuat untuk menyerbu wilayah Kosovo di Balkan. Ketika itu, seorang menteri Sultan, ada yang membawa kitab suci Al-Qur'an. Saat membuka Al Qur'an, tanpa sengaja melihat firman Allah berikut ini:

“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. jika ada dua puluh orang sabar di antaramu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang (musuh). Dan jika ada seratus orang (sabar) di antaramu, dapat mengalahkan seribu orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (Al-Anfal: 65)

Ketika mendengar ayat itu dibacakan, seluruh pasukan ketika itu merasakan tanda-tanda kemenangan sudah tiba. Mereka pun bersuka cita dengan “isyarat" yang ditampakkan oleh Allah itu. Maka dalam jangka waktu tak lama, pertempuran hebat berkecamuk antara dua pasukan, yang akhirnya kemenangan yang begitu gemilang dicapai oleh kaum muslimin, walhamdulillahi Rabbil 'alamiin. (Muhammad AI-Fatih, Dr. Salim Ar-Rasyidi hlm. 30 dan AI Futuh AI Islamiyah 'Abar AI Ushur, 389.)

Syahidnya Sultan Murad I

Setelah kemenangannya di Pantelleria, Sultan Murad I melakukan inspeksi ke medan perang. Beliau berkeliling di tengah-tengah korban perang kaum muslim dan mendoakan mereka, sebagaimana ia juga mendatangi pasukan yang terluka. Pada saat itu ada seorang pasukan Serbia yang berpura-pura mati, lalu dia segera berlari menuju ke arah Sultan. Namun pengawal Sultan segera menangkapnya. Si Serbia berkilah dan berpura-pura ingin berbicara dengan Sultan secara langsung dan menyatakan diri akan masuk Islam di hadapannya. Mendengar alasan demikian, Sultan memberi isyarat agar para pengawal itu melepaskan orang Serbia tersebut. Kemurahan hati Sultan ini dimanfaatkan oleh si Serbia. Dia berpura-pura ingin mencium tangan Sultan, padahal saat itu dengan secepat kilat dia mengeluarkan pisau beracun dan menikamkan ke diri Sultan. Akhirnya, Sultan Murad syahid pada tanggal 15 Sya'ban tahun 791 H. (Tarikh Salathin Ali Utsman, Al-Karamani, hlm. 16.)
Sultan Murad meninggal dalam keadaan syahid ketika berusia 65 tahun.

Sejarawan Perancis Keyrnard menyebutkan, “Murad adalah salah seorang penguasa imperium Utsmani terbesar. jika kita lakukan klasifikasi maka akan kita dapatkan dia jauh berada di atas pemimpin-pemimpin Eropa di masanya." (Al-Utsmaniyyun fit Tarikh Wal Hadharah: 19.)

Dampak Kemenangan dalam Perang Pantellaria

Perang Pantellaria membawa dampak besar bagi kehidupan kaum muslimin, antara lain sebagai berikut:

1. Menyebarnya Islam di wilayah Balkan, dan banyaknya para pemimpin mereka yang masuk Islam atas kesadaran sendiri.

2. Memaksa beberapa negara Eropa untuk mengeruk cinta pemerintahan Utsmani. Sehingga sebagian di antara mereka siap menyatakan diri untuk membayar upeti pada pemerintahan Utsmani. Sedangkan sebagian yang lain menyatakan dengan terang-terangan loyalitas mereka pada pemerintahan Utsmani karena takut pada kekuatannya.

3. Meluasnya kekuasaan Utsmani pada penguasa-penguasa Hungaria, Rumania dan wilayah-wilayah yang bertetangga dengan Adriatik hingga pengaruh mereka sampai ke Albania. (Al-Futuhul Islamiyah 'Abar Al-Ushur, Dr. Abdul Aziz Al-Umari, 388.)

Demikianlah sebagian catatan kegemilangan sosok Khalifah Utsmani, Murad I. Ia menjadi sebagian dari catatan kehidupan mukmin sejati. Pesona kehidupannya telah menampakkan keagungan iman di atas kekufuran, keagungan tauhid di atas kesyirikan, dan keagungan madzhab Sunni di atas aliran sesat.



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----





Khilafah Menaklukkan Penguasa Zhalim Mamalik



Runtuhnya Kesultanan Mamalik

Setelah Sultan Salim l mampu mengalahkan pemerintahan Safawid Syiah sesat di bagian Utara dan Barat Iran, Sultan mulai bersiap-siap untuk menaklukkan pemerintahan Mamalik di Mesir. Usaha penaklukan ini disebabkan oleh beberapa faktor:

Pemerintahan Mamalik (Mamluk) menunjukkan sikap permusuhan kepada Khilafah, ketika Sultan Qanshuh Al-Ghauri, memilih bersekutu pangeran-pangeran yang melarikan diri dari Sultan Salim l. Pelarian yang paling utama adalah pangeran Ahmad, saudara Sultan sendiri. Sultan Al Gahuri menerima para pangeran pelarian itu dengan tujuan, agar semua itu semakin menekan posisi Sultan Salim. Di sisi lain, pemerintahan Mamalik bersikap pasif terhadap pemerintahan Safawid. Malah mereka tampak memberikan dukungan moral kepada Safawid Syiah.

Adanya sikap mendua dari negeri-negeri kecil dan kabilah-kabilah, apakah mereka akan berpihak kepada Khilafah Utsmani atau Mamalik di Mesir. Hal ini jelas memunculkan konflik politik antara kedua kekuasaan. Tidak mengherankan jika pemerintahan Mamalik berusaha mendukung siapa saja yang memusuhi pemerintahan Utsmani. Apalagi Sultan Salim sendiri sejak awal ingin menundukkan daerah-daerah itu.

Persoalan menjadi semakin sulit, ketika pemerintahan Mamluk terbukti banyak berbuat zhalim kepada rakyat di wilayah Mesir dan Syam. Hal itu membuat para ulama, hakim, orang-orang terpandang, cendikiawan, dan rakyat berkumpul membahas kezhaliman pemerintahan Mamalik. Lalu mereka mengutus hakim empat madzhab dan ulama menjadi wakil mereka, untuk menulis surat laporan kepada Sultan Utsmani. Dalam surat itu diberitahukan, bahwa penduduk Suriah telah merasakan pahitnya kekejaman pemerintahan Mamluk dan bahwa para penguasa Mamalik telah nyata-nyata melanggar Syariah yang mulia. juga diberitahukan, jika Sultan Utsmani mau menyerang kekuatan Mamalik, penduduk Suriah akan mendukung.

Sebagai bukti dukungan, mereka akan mengutus wakil-wakil dari setiap kelompok untuk pergi ke Ayniyat, sebuah tempat yang cukup jauh dari Aleppo. Di sana mereka meminta bertemu dengan utusan resmi Sultan Salim I dalam suatu pertemuan rahasia. Mereka menginginkan adanya perjanjian keamanan, sehingga hati mereka menjadi tenang. (AI-Utsmaniyyun fit Tarikh Wal Hadharah, hlm. 170.)

Disebutkan oleh Dr. Muhammad Harb, bahwa dokumen perjanjian kesepakatan itu ada dalam arsip Utsmani di museum Thub Kabi, di Istanbul dengan no.11634/ 26. Dia menjelaskan, isi perjanjian kesepakatan itu (setelah diterjemahkan dari bahasa Utsmani ke bahasa Arab) antara lain sebagai berikut:

“Semua penduduk Aleppo, dari kalangan ulama, pemuka masyarakat, dan orang-orang terhormat menyatakan kesetiaan mereka secara penuh kepada Sultan -semoga Allah menolongnya-. Dengan ijin mereka semua, kami menulis kertas ini untuk dikirimkan pada Sultan yang mulia. Sesungguhnya semua penduduk Aleppo, dan mereka menyatakan kesetiaan kepada Tuan, memohon Sultan untuk memberikan rasa aman. jika Tuan memberikan keterangan yang jelas, maka kami beritahukan bahwa kami kini berkuasa atas orang-orang Syarakis. Dan kami akan menyerahkannya kepada Tuan, atau kami akan mengusir mereka. Semua penduduk Aleppo siap menerima kedatangan Tuan. Saat Tuan menginjakkan kaki di Ayniyat, maka kami akan melepaskan kekuasaan kami di Syarakis. Kami minta Tuan memberikan perlindungan kepada kami dari orang-orang kafir sebelum datangnya orang-orang Turkman.

Dan perlu Sultan ketahui, bahwa Syariah Islam di sini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Syariah Islam di sini macet total. Sesungguhnya orang-orang Mamalik, jika tertarik pada sesuatu yang bukan miliknya, mereka akan mengambilnya dengan paksa, baik itu berupa harta-benda, wanita, atau kerabat. Mereka tidak lagi memiliki perasaan kasih. Mereka adalah orang-orang zhalim. Mereka meminta satu orang laki-laki dari tiga rumah, namun kami tidak penuhi permintaan itu. Maka mereka menampakkan permusuhan kepada kami dan mereka mampu menguasai kami. Maka kami ingin sebelum Turkman berangkat, Tuan bisa mengirim seorang menteri yang Tuan percayai untuk memberi jaminan rasa aman bagi kami, keluarga, dan kerabat kami.

Kirimkanlah kami seorang laki-laki yang Tuan percaya dan datanglah kepada kami secara sembunyi-sembunyi. Mari kita bertemu dan berjanjilah untuk memberikan rasa aman kepada kami, agar hati penduduk yang menderita menjadi tenang. Semoga salam dan kesejahteraan terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, dan para keluarganya semua.” (AI-Utsmaniyyun fit Tarikh Wal Hadharah, hlm. 170-171.)

Sedangkan sikap para ulama dan fuqaha' Mesir tidak jauh berbeda dengan sikap orang-orang Suriah (Syam). Dr. Abdullah bin Ridhwan menyebutkan dalam bukunya Tarikhu Mishra (manuskrip no. 4971) yang berada di perpustakaan Bayazid di Istanbul, bahwa ulama-ulama Mesir selalu menemui utusan Utsmani yang datang ke Mesir dengan cara rahasia. Mereka mengisahkan kepada utusan itu tentang penderitaan mereka akibat kezhaliman penguasa Mamalik, dan mereka meminta agar Sultan Salim segera datang ke Mesir untuk mengambil Mesir. Selain itu, ulama-ulama Mesir juga sering mengirim surat kepada Sultan Salim dan memintanya agar datang membawa pasukan ke Mesir untuk mengusir orang-orang Mamluk itu. (AI-Utsmaniyyun fit Tarikh Wal Hadharah, hlm. 169.)

Para ulama Utsmani berpandangan, jika Mesir dan Suriah bisa dimasukkan ke dalam wilayah kekuasan Utsmani, hal itu akan banyak memberikan manfaat bagi umat. Dasar pemikirannya, selama ini ada ancaman bahaya dari orang-orang Portugis di Laut Merah, dan juga Pendeta Johannes di Laut Tengah. Maka setelah jatuhnya pemerintahan Mamluk, pemerintahan Utsmani menanggung semua beban ancaman itu sendirian. (Qiraat jadidah fit Tarikh Al-Utsmani, hlm. 70.)

Pendapat kami ini bisa dibuktikan oleh perkataan Sultan Salim I kepada Thuman Bey, pemimpin terakhir Pemerintahan Mamalik, setelah dia dikalahkan dalam peperangan Rayadaniyah. Di sana Sultan berkata: ”Saya tidak datang kepada kalian, kecuali setelah saya mendengar fatwa ulama di seluruh negeri. Saya semula berangkat untuk berjihad melawan orang-orang Rafidhah (Syiah Safawid) dan orang-orang kafir (Portugis dan Pendeta Johannes). Namun tatkala pemimpin kalian Al-Ghauri melakukan pembangkangan, datang membawa pasukan ke Aleppo, dan bersepakat dengan orang-orang Rafidhah untuk menyerang kerajaanku, yang merupakan peninggalan ayah dan moyangku; maka setelah semua urusan selesai dan orang-orang Rafidhah telah dikalahkan, maka kini saya datang menuju kepada kalian.” (Qiraat jadidah fit Tarikh Al-Utsmani, hlm. 71.)

Momen Terjadinya Benturan

Setelah terjadi berbagai peristiwa konflik antara pemerintahan Utsmani dan pemerintahan Safawid, maka Sultan Mamluk Qansuh Al-Ghauri wajib mengambil sikap, antara berpihak ke pemerintahan Utsmani dalam melawan pemerintahan Safawid. Atau berpihak kepada Safawid dalam melawan pemerintahan Utsmani. Atau bersikap netral di antara keduanya.

Al-Ghauri memilih bersikap netral secara zhahir. Namun mata-mata Utsmani menemukan bukti berupa surat-surat yang menunjukkan, bahwa pemerintahan Mamluk menjalin hubungan rahasia dengan pemerintahan Safawid. Surat itu kini masih tersimpan dengan baik di arsip Thub Qabi di Istanbul, Turki. Sultan Salim semula ingin melakukan serangan besar-besaran kepada pemerintahan Safawid yang berada di Persia. Namun setelah adanya berbagai peristiwa, dia memandang perlu untuk menyelamatkan "punggungnya” dengan cara menggabungkan wilayah Mamluk ke dalam pemerintahannnya.

Tidak ada jalan lain bagi Utsmani selain menyerang pemerintahan Mamluk (Mamalik) yang berkuasa di Suriah (Syam). Pasukan Sultan Salim dipersiapkan dengan baik menghadapi peperangan ini. Akhirnya, kedua pasukan bertemu di Marj Dabiq, dekat Aleppo pada tahun 1517 M. Di sana terjadi pertempuran sengit. Dengan ijin Allah, tentara Utsmani berhasil mengalahkan Mamluk. Sultan Al-Ghauri sendiri terbunuh. Sebagai bentuk penghormatan, pasukan Utsmani menyalatkan jenazah Sultan Al-Ghauri dan menguburkannya di dekat Aleppo. Setelah itu Sultan Salim memasuki Aleppo, lalu Damaskus.

Pasca kemenangan besar ini, nama Sultan Salim semakin harum. Dia didoakan oleh para khatib dan kaum muslimin di masjid-masjid. Ulama dan rakyat yang semula sangat menderita di bawah kekuasaan Sultan Mamluk, mereka tak henti mendoakan kebaikan baginya. Nama Sultan dicetak dalam mata uang, baik dengan sebutan Sultan atau Khalifah. (Qiraat jadidah fit Tarikh Al-Utsmani, hlm. 71.)

Sultan Salim memutuskan untuk melanjutkan peperangan dan mulai bergerak ke Mesir dengan melintasi gurun-gurun Palestina. Di tengah perjalanan menuju Mesir, hujan turun di tempat-tempat pasukan Utsmani sehingga sangat memudahkan pasukan Utsmani untuk bergerak melewati pasir-pasir. Sejarawan Salahatsur, penulis manuskrip Fath Namah Diyar Al Arab, yang ketika itu berada bersama Sultan Salim, dia menceritakan bahwa Sultan Salim menangis dalam doanya, di Masjid Shakhrah Al Quds Palestina.

Dia melakukan shalat hajat di masjid suci itu, seraya memohon kepada Allah agar dia diberi kemenangan saat menghadapi pasukan Mesir. (AI-Utsmaniyyun fit Tarikh WaI Hadharah, hlm 30.)

Untuk kesekian kalinya, gerakan pasukan Ustmani berjalan mulus, dengan pertolongan Allah Ta'ala. Pasukan Utsmani berhasil mengalahkan pasukan Mamalik di perang Giza, kemudian perang Raydaniyyah. Banyak faktor teknis yang dianggap sebagai sebab manusiawi kemenangan pasukan Utsmani, antara lain:

1. Keunggulan militer pasukan Utsmani. Misalnya, meriam yang dimiliki pasukan Mamluk rata-rata meriam besar yang tidak bergerak, sedangkan meriam-meriam pasukan Utsmani selain bersifat ringan, juga bisa digerakkan ke semua arah.

2. Keunggulan strategi pasukan Utsmani. Pasukan Utsmani mampu menempuh perjalanan panjang dalam jangka waktu cepat. Kecepatan ini menjadi keuntungan tersendiri, sehingga pasukan Utsmani bisa mengatur strategi lebih lama, sebelum momen peperangan terjadi. Selain itu pasukan Utsmani bergerak di belakang pasukan meriam, sehingga posisi mereka aman. Kemudian datang bala bantuan pasukan Utsmani dari arah Muqattham.

3. Kokohnya mentalitas pasukan Utsmani dan buah dari tarbiyah jihad yang begitu baik. Mereka meyakini sedang berjihad demi menegakkan keadilan.

4. Komitmen pasukan Utsmani untuk berpegang-teguh kepada Syariah dalam semua aspek kehidupan, serta kepedulian mereka yang tinggi terhadap prinsip keadilan. Sebaliknya, pemerintahan Mamluk jauh menyimpang dari Syariah yang mulia dan berlaku zhalim. (AI-Utsmaniyyun fit Tarikh WaI Hadharah, hlm. 31.)

5. Sejumlah pemimpin Mamluk memutuskan bergabung kepada tentara Sultan Salim. Mereka siap bekerjasama dengan pemerintahan Utsmani dan menjadikan wilayahnya berada di bawah pemerintahan Utsmani. Di antara pemimpin itu ialah adalah Khayir Beik, yang kemudian diangkat Sultan Salim menjadi penguasa Mesir, dan Janbarad Al-Ghazali yang diserahi Sultan Salim untuk memerintah di Damaskus. (AI-Syu'ub AI-Islamiyyah, Dr. Abdul Aziz Nawaz, hlm. 93.)

Pemerintahan Mamluk di Mesir mengalami kekalahan telak pada tahun 1516 M. Kemudian pemerintahannya mengalami kemundurun dan menyudahi halaman-halaman riwayat sejarahnya yang semula memiliki kekuasaan besar di wilayah Timur Tengah ataupun dunia secara umum. Mereka kehilangan vitalitas dan kemampuannya untuk kembali meremajakan pemerintahannya. Maka ambruklah pemerintahan Mamluk dan sirnalah negeri-negeri yang semula berada di bawah kekuasaanya. Semua negeri itu lalu berada di bawah pemerintahan Utsmani. (AI-Syu'ub AI-Islamiyyah, Dr. Abdul Aziz Nawaz, hlm. 92.)

Dr. Ali Hasun menukil dari Al-jabarati dari bukunya yang berjudul Tarikh Ajaib AI-Aatsar Fi AI-Tarajim wa AI-Akhbar, pada jilid pertama saat menggambarkan masa pemerintahan Utsmani di Mesir di masa pemerintahan Sultan-sultan besar. Di sana dia mengatakan:
"Mesir kembali berada di bawah kekuasaan besar, sebagaimana terjadi di awal masa-masa pemerintahan Islam. Tatkala Mesir berada sepenuhnya di tangan Sultan Salim I, dia mengampuni orang-orang Mamluk dan anak-anak mereka. Dia sama sekali tidak menyentuh wakaf para Sultan Mesir, bahkan sebaliknya dia menentukan distribusi uang untuk wakaf dan amal-amal kebaikan, untuk makanan hewan, dan jatah untuk minuman pendudukan Haramain dan Anhar. Dia juga mengalokasikan dana untuk anak-anak yatim, orang-orang yang sudah tua dan jompo. Demikian pula dia mengalokasikan dana untuk benteng-benteng, dan orang-orang yang disiapkan untuk berperang. Dia juga menghapus semua bentuk kekejaman, cukai dan hutang-hutang.

Tatkala Sultan meninggal, anaknya yang bernama Sulamain Al-Ghazi -semoga Allah merahmatinya- menggantikan dirinya. Dia membangun pilar-pilar dan menyempurnakan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dia mengatur pemerintahan dan menerangi kegelapan. Dia tinggikan menara agama dan dia padamkan api orang-orang kafir. Negeri-negeri itu teratur rapi di bawah pemerintahan mereka dan berjalan lurus di bawah kekuasaannya. Di masa awal pemerintahannya dipegang oleh orang-orang yang mampu mengemban amanah umat sebaik-baiknya, setelah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Mereka adalah orang-orang yang peduli terhadap agama dan orang yang paling getol berjihad melawan orang-orang kafir. Oleh sebab itu, pemerintahan mereka semakin meluas, berkat rahmat Allah. Demikianlah apa yang terjadi dan mereka tidak lalai untuk menjaga wilayah dan perbatasan negerinya, serta menyemarakkan syiar-syiar Islam dan sunnah-sunnah Rasulullah. Tidak lupa pula mereka menghormati para ulama, para ahli agama, serta berkhidmat untuk dua kota suci Makkah dan Madinah.” (AI-Syu'ub AI-Islamiyyah, Dr. Abdul Aziz Nawaz, hlm. 92)



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----





Perang Khilafah Melawan Pemerintahan Safawid Syiah



SULTAN SALIM I (918-926 H/1512-1519 M)

SULTAN SALIM I menduduki singgasana pemerintahan Khilafah Utsmani pada tahun 918 H/1512 M. Sejak awal pemerintahan, Sultan Salim cenderung ingin menyingkirkan pihak-pihak yang dianggap sebagai lawan politiknya, meskipun mereka itu masih satu saudara dan keluarga. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat menyukai sastra Persia dan sejarah. Walaupun dikenal keras hati, Sultan Salim masih senang berteman dengan orang-orang alim. Dia selalu membawa para ahli sejarah dan penyair ke medan perang, agar semua peristiwa yang terjadi di medan perang bisa diabadikan ke dalam bait-bait syair. Para penyair itu selalu dimotivasi untuk mendengung-dengungkan sajak-sajak tentang kegemilangan masa lalu. (Fi UshuI Al-Tarikh AI-Utsmani, hlm. 76.)

Tatkala Sultan Salim I naik ke singgasana kekuasaan, pemerintahan Utsmani tengah berada di persimpangan jalan. Gagasan yang berkembang saat itu, apakah Kesultanan Utsmani akan mencukupkan diri pada wilayah yang telah dikuasai yang mencakup Baikan dan Anatolia? Atau ada keinginan melakukan perluasan wilayah ke Eropa atau bergerak ke Timur?

Namun kenyataan yang ada saat itu, Sultan Salim I telah melakukan perubahan besar dalam kebijakan pemerintahan Utsmani terkait masalah jihad. Di zaman itu dia menghentikan semua gerakan jihad ke arah Barat (Eropa). Sebaliknya, dia justru mengarahkan tentaranya ke wilayah Timur yang notabene adalah wilayah-wilayah muslim. Para sejarawan menyebut beberapa faktor yang menyebabkan perubahan kebijakan Sultan itu, antara lain:

Pertama, perasaan puas melihat pencapaian hasil ekspansi ke Eropa. Sebenarnya upaya penaklukkan ke Eropa saat itu tidak sepenuhnya terhenti, tetapi memang fokus perhatian ekspansi telah bergeser dari Barat ke Timur. (AI-Daulat AI-Utsmaniyyah fit Tarikh AI-Islami AI-Hadits, hlm. 26.)

Kedua, pasukan Utsmani bergerak ke wilayah Timur karena ingin menyelamatkan dunia Islam dari ancaman-ancaman bahaya, seperti datangnya kaum Salibis dari Spanyol melalui Laut Tengah, orang-orang Portugis di Lautan India, Laut Arab, dan Laut Merah. Waktu itu orang-orang Salibis sedang mengurung dunia Islam dengan blokade ekonomi, sehingga mereka dengan gampang bisa mencaplok negeri-negeri itu. (AI-Daulat AI-Utsmaniyyah fit Tarikh AI-Islami AI-Hadits, hlm.26.)

Ketiga, kebijakan pemerintahan Safawid di Iran dan usaha mereka untuk menyebarkan paham Syiah di Irak dan Asia Kecil. Provokasi ini mendorong, pemerintahan Utsmani keluar ke wilayah Arab Timur dengan tujuan untuk melindungi dunia Islam Sunni dari kesesatan. (AI-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, Dr. Muhammad Nashr, hlm. 240.)

Kebijakan pemerintahan Utsmani di masa Sultan Salim I berusaha menghancurkan pemerintahan Safawid-Syiah dan kemudian merangkul wilayah-wilayah Mamluk ke dalam kekuasaannya, melindungi Tanah Suci Makkah-Madinah, mengejar armada-armada Portugis. Juga berusaha memberikan bantuan Jihad melalui armada laut ke Afrika Utara, untuk menghancurkan Spanyol. Dan pada saat yang bersamaan ada usaha melanjutkan gerakan jihad ke Eropa Timur.

Perang Melawan Pemerintahan Safawid

Nasab pemerintahan Safawid berasal dari Syaikh Shafiuddin Al-Ardabili yang hidup tahun 650-735 H/ 1252-1334 M. Dia adalah kakek dari Syah Ismail Ash-Shafawi pendiri pemerintahan Safawid. Shafiuddin Al-Ardabili memiliki murid-murid dari kalangan sufi dan darwisy. Mereka bersikap setia dan turut menyebarkan Syiah di Irak, Syam, bahkan di wilayah Utsmani. (AI-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, Dr. Muhammad Nashr, hlm. 240.)

Shafiuddin dan kelompoknya berhasil masuk ke tengah-tengah masyarakat Iran. Mereka berdakwah menyerukan paham Syi'ah. Bahkan untuk memperkuat posisi, Shafiuddin mengklaim bahwa dia termasuk keturunan Ali bin Abi Thalib. Sebelum memiliki posisi kuat, dia sengaja melakukan taqiyyah (menyembunyikan kesyiahannya). Dia mengaku diri bermadzhab Syafi'i. Namun ketika semua jalan kekuasaan mulai terbentang luas di hadapannya, salah seorang cucunya yang bernama Syah Ismail secara terang-terangan menyatakan diri sebagai penganut Syiah. Bahkan Sultan Haidar dengan tegas menyatakan bahwa nasabnya bersambung ke Musa Al-Kazhim (salah seorang imam Syiah). Dengan demikian, secara otomatis pemerintahan Safawid di Iran beranggapan bahwa mereka adalah bagian dari Ahli Bait Rasulullah. (AI-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, Dr. Muhammad Nashr, hlm. 240.)

Syah Ismail berusaha keras agar rakyatnya menganut madzhab Syiah dan mendeklasikan madzhab itu sebagai madzhab resmi pemerintah. Dia menghabisi setiap musuh Syiah dengan kekuatan senjata. Orang-orang Safawid berhasil menghimpun banyak pengikut dari kalangan murid-murid dan tokoh. Semua kekuatan Syiah saat itu, dari sisa-sisa kaum 'Ubaidiyun di Mesir, Ismailiyah atau Safawid, mereka bersatu dan bergandeng tangan mendeklarasikan madzhab Syiah sebagai madzhab resmi masyarakat Iran.

Reaksi yang muncul demikian keras. Khususnya sebagian besar penduduk di kota-kota besar di Iran seperti Tibriz beraliran Sunni. Bahkan kalangan ulama Syiah pun khawatir akan terjadi reaksi keras terhadap madzhab ini dari kalangan Ahli Sunnah, sehingga mereka menyatakan penentangan secara terbuka terhadap pemerintahan Safawid yang bermadzhab Syiah.

Syah Ismail berusaha keras untuk menjadikan Syiah sebagai madzhab penduduk Iran. Namun hal itu ditanggapi dengan rasa tidak-puas oleh penduduk Iran yang bermadzhab Sunni, maka Syah Ismail pun segera mempersiapkan tentara kaum Syiah untuk memaksakan madzhab Syiah. Usaha itu mendapat dukungan besar dari kalangan Syiah yang sudah bernafsu ingin menghancurkan musuh-musuhnya dan memaksakan madzhab Syiah di negeri tersebut.

Dalam menjalankan misinya, Syah Ismail As-Shafawi memainkan politik sangat licik. Dia meminta bantuan kepada kabilah-kabilah Al-Tarlabasy yang berasal dari keturunan Turki untuk menjadi inti kekuatan militernya. Dengan cara ini Ismail As-Shafawi berhasil mengoptimalkan kekuatan madzhab pada elemen Al-Tarlabasy untuk menjadi sandaran utama kekuatan militernya. Di sana semua kelompok melebur menjadi satu, sehingga terjadilah satu kesatuan madzhab yang memungkinkan dia membentuk satu kekuatan politik baru. (AI-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, Dr. Muhammad Nashr, hlm. 242-243.) Ismail AI-Shafawi dikenal sebagai sosok kejam dalam peperangan dan tidak segan-segan melakukan tindakan brutal kepada penentang-penentangnya, khususnya jika pihak penentang itu dari kalangan Ahli Sunnah.

Dalam beberapa literatur disebutkan, ketika menaklukkan kerajaan-kerajaan 'Ajam (non Arab), dia selalu membunuh orang yang berhasil dikalahkan. Sedangkan harta yang berhasil dirampas dari peperangan, dia bagi-bagikan kepada para sahabat-sahabatnya. Dia sendiri tidak mengambil bagian. Beberapa wilayah yang dia kuasai adalah Tibriz, Azerbeijan, Baghdad, Irak non-Arab, Irak-Arab, juga Khurasan. Hampir saja dia mengaku diri sebagai tuhan. Para tentara bersujud kepadanya dan melakukan apa yang dia perintahkan.

Quthbuddin Al-Hanafi berkata dalam bukunya AI-A'Iam: “Sesungguhnya dia telah membunuh lebih dari sejuta manusia, satu kenyataan yang belum pernah terjadi di masa jahiliyah, apalagi di masa Islam, bahkan tidak pernah terjadi di masa umat-umat terdahulu. Dia juga membunuh sejumlah besar ulama ternama, sehingga tidak ada sesorang alim pun yang tersisa di negeri-negeri non-Arab. Dia membakar semua Mushaf dan buku-buku para ulama, dan menolak dengan keras Abu Bakar dan Umar serta Utsman sebagai Khalifah.

Di antara bentuk penghormatan yang pernah dilakukan oleh para sahabatnya kepada dia, ada dalam sebuah kisah yang sangat unik. Pada suatu hari, sapu tangan Syah Ismail jatuh dari tangannya ke laut. Saat itu dia sedang berada di atas gunung yang tinggi, di dekat laut itu. Serta merta lebih dari 1000 sahabatnya menceburkan diri ke dalam laut untuk mengejar sapu tangan itu, sehingga ada yang patah tulang dan tenggelam. Mereka yakin bahwa dalam diri Syah Ismail ada sifat-sifat ketuhanan. Kisah ini disebutkan oleh Quthbuddin. Dia tidak pernah dikalahkan dalam peperangan sampai akhirnya Sultan Salim I datang memeranginya dan berhasil mengalahkan dia...” (Al-Badr Al-Thali', 1/271.)

Syah Ismail memimpin madzhab Syiah dan sangat bersemangat menyebarluaskan paham sesat itu ke seantero negeri. Dakwah Syiah ini meluas sampai ke wilayah Turki Utsmani. Paham sesat itu seketika ditolak keras oleh warga Sunni Utsmani. Paham Syiah jelas-jelas sesat karena: mengkafirkan para Sahabat Rasulullah, melaknat generasi awal, mengubah Al-Quran, mengharamkan nikah mut'ah, menghalalkan kebohongan, dan lain-lain. Maka dari itu, sangatlah wajar jika Sultan Salim I merasa tertantang dengan provokasi Syah Ismail dan kawan-kawan tersebut. Deklarasi tahun 920 H/ 1514 M, bahwa Iran dan rakyatnya menganut paham Syiah bukan hanya mengancam pemerintahan Utsmani, tetapi juga seluruh dunia Islam. Di sana Sultan Salim meniatkan diri mengobarkan Jihad suci untuk menggempur pemerintahan Safawid di Iran. Pendapat ini didukung para ulama Sunni di Turki Utsmani saat itu. Apalagi Syah Ismail dicatat pernah melakukan kejahatan besar di wilayah Irak. Dia membunuh kaum muslimin (Sunni) dalam jumlah sangat besar. Selain itu, dia juga menghancurkan masjid-masjid dan membongkar kuburan-kuburan kaum muslimin.

Sebelum memulai peperangan, Sultan Salim melakukan pembersihan terhadap kaum Syiah, pengikut Syah Ismail. Dia kemudian memenjarakan dan memancung para pendukung Syah Ismail di Anatolia. Baru setelah itu serangan diarahkan ke Syah Ismail sendiri.

Sebelum memulai penyerangan, Sultan Salim bersikap bijaksana. Dia membuka dulu pintu dialog dengan Syah Ismail, melalui surat-menyurat. Namun surat-menyurat itu berlangsung sengit. Mula-mula Sultan Salim menulis surat kepada Ismail As-Shafawi yang berbunyi:

"Sesungguhnya para ulama di kalangan kami dan ahli hukum telah menetapkan qishash, wahai Ismail; sebab engkau telah dianggap sebagai orang murtad. Mereka mewajibkan bagi setiap muslim yang memiliki hak, untuk membela agamanya dan wajib menghancurkan kesesatan yang ada dalam dirimu; ataupun di dalam diri pengikut-pengikutmu yang bodoh. Namun sebelum memulai perang ini, kami mengajakmu untuk bertaubat, kembali ke jalan agama yang lurus, sebelum pedang kami terhunus. Lebih dari itu, wajib bagimu untuk meninggalkan wilayah-wilayah yang kamu rampas dari tangan kami. Maka jika itu yang kamu lakukan, kami siap memberi jaminan keselamatan kepadamu..." (Juhud AI 'Utsmaniyyin Li Inqadz AI-Andalus, hlm. 435.)

Adapun Syah Ismail membalas surat Sultan Salim itu dengan mengirimkan opium (narkoba), sambil mengatakan: “Sesungguhnya surat yang kamu kirim itu ditulis saat kamu berada di bawah pengaruh obat bius... " (Juhud AI 'Utsmaniyyin Li Inqadz AI-Andalus, hlm. 435.) Dengan mengirim contoh opium, Sultan Salim dituduh sedang mabuk, seperti orang yang biasa memakan opium.

Dalam surat lain, Sultan Salim mengatakan:

”Saya adalah pemimpin dan Sultan Utsmani, saya adalah penghulu pasukan berkuda di zaman ini. Saya adalah sosok yang menggabungkan antara keberanian dan keganasan, menggabungkan keagungan Iskandar dan memiliki sifat keadilan Kisra Persia. Saya penghancur berhala-berhala dan penghancur musuh-musuh Islam. Saya sosok yang membuat ketakutan orang-orang zhalim dan durjana, serta orang-orang congkak. Saya adalah sosok di mana raja-raja yang congkak bertekuk-lutut di hadapanku. Saya memiliki kemampuan untuk mencapai keagungan dan kemuliaan. Saya adalah raja yang penuh gairah, Sultan Salim Khan bin Sultan Al-A'zham Murad Khan.

Saya sarankan kepadamu, wahai Amir Ismail, wahai pemimpin pasukan Persia... Karena saya adalah salah seorang muslim dari kalangan muslim, dan Sultan bagi jamaah kaum mukminin yang Sunni, serta mentauhidkan Allah... Kini para ulama dan fuqaha yang berada di sekeliling kami telah mengeluarkan fatwa, wajib hukumnya membunuhmu, dan memerangi kaummu, maka wajib bagi kami untuk berangkat memerangimu dan menyelamatkan manusia dari kejahatanmu." (Fath AI-Utsmaniyyin 'Adn, Muhammad Abdul Latif Al-Bahrawi, hlm. 113.)

Tatkala sampai ke Istanbul, Sultan Salim I mempersiapkan perang total menghadapi kaum Safawid. Dia bergerak dari Istanbul menuju wilayah Iran. Ketika telah meninggalkan Eskaturi, dia mengirimkan surat ancaman kepada Syah Ismail yang berbunyi:

”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah Sang Raja Pemilik segala kerajaan, Tuhan Mahatahu berfirman: ”Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah agama Islam, maka barangsiapa yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima agamanya sedangkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi. Dan barangsiapa yang telah sampai padanya larangan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka baginya apa yang diambilnya dahulu; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Adapun orang yang mengulangi maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Ali Imran: 19).
”Dan barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85).
"Barangsiapa yang telah datang padanya nasihat Tuhannya, lalu mentaatinya, maka masa lalunya (akan diampuni). Dan barangsiapa yang kembali (mengingkari), maka mereka itulah penghuni neraka yang akan kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 275).
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang memberi petunjuk dan bukan orang-orang yang menyesatkan serta sesat. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada penghulu semesta, Muhamamd Al-Mushtafa dan para sahabatnya semua… (Al-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, hlm.246.)

Pada saat yang sama, Sultan Salim I mengutus seseorang untuk menemui salah salah seorang keluarga Aaq Quwaywunalu yang bernama Muhammad bin Farj Syah Beik untuk bergabung bersama Sultan memerangi Syah Ismail. Saat itu terjadi perang spionase antara kedua belah pihak. Menurut informasi yang diterima, Syah Ismail tidak berniat berperang menghadapi Sultan. Namun sikap itu dianggap sebagai strategi "mengulur waktu". Syah Ismail bermaksud mengundur waktu perang sampai memasuki musim dingin, sehingga diharapkan tentara Utsmani ketika itu akan mati kedinginan dan kelaparan. (Al-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, hlm.246.)

Sultan Salim menyadari strategi busuk Syah Ismail itu, maka dia jelas menolak menghentikan perang. Serangan akan terus dilancarkan. Apalagi ketika itu, Sultan Salim menempatkan pasukannya di gurun Yasin Jaman, sebuah tempat dekat Azerbeijan.

Sultan Salim segera melakukan serangan cepat ke posisi pasukan Syah Ismail. Dia juga mengirimkan peringatan dalam bentuk, mengirim sobekan kain, tasbih, kantong pengemis, dan tongkat, sebagai gambaran kaum darwisy yang kumel. Melalui peringatan ini, Sultan ingin mengingatkan asal-usul keluarga Safawid yang tidak sabar dalam menghadapi peperangan. Ternyata, Syah Ismail membalas surat itu dengan permintaan diadakan kesepakatan damai, serta membuka hubungan baru yang damai dan bersahabat. Namun Sultan Salim I menolak tawaran itu. Dia malah mencibir utusan yang dikirim oleh Syah Ismail dan memerintahkan menyingkirkan para utusan itu. Sultan Salim I sadar bahwa taktik musuh untuk mengadakan kesepakatan damai hanyalah untuk mengundur waktu sampai musim dingin.

Sultan Salim terus bergerak menuju sasaran. Bahkan kabar yang beredar, Syah Ismail telah siap perang dan dikabarkan pasukan dia telah mendekati gurun Jaladayaran. Maka Sultan melanjutkan gerakan menuju ke tempat tersebut dan tiba di sana bulan Agustus tahun 1514 M. Dia mengambil posisi-posisi strategis dan menguasai tempat-tempat dataran tinggi, sehingga sangat memungkinkan baginya untuk cepat mematikan terhadap gerakan Syah Ismail dan tentaranya. Dalam peperangan ini, Syah Ismail mengalami kekalahan sangat telak. Dia menderita kekalahan di tanahnya sendiri. (Al-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, hlm.247.) Syah Ismail terpaksa melarikan diri saat Sultan Salim hendak memasuki Tibriz, ibukota pemerintahan Safawid. Sultan Salim memasuki kota itu, dan segera memblokade kekayaan Syah Ismail dan pemuka Qalzabas. Tibriz dijadikannya sebagai pusat operasi militer. (Al-Islam fi Asia Mundzu Al-Ghazw Al-Mungoli, hlm.247.)

Perseteruan antara pemerintahan Utsmani yang Sunni dan Syiah di Iran tidak terhenti dengan berakhirnya peperangan Jaladayaran. Perseteruan itu semakin sengit dan keduanya selalu berusaha mencari titik-titik kelemahan lawan. Dengan rahmat Allah, Sultan Salim mampu memenangkan peperangan itu, berkat akidahnya yang lurus, manhajnya yang bersih, didukung oleh persenjataan yang telah maju, serta pasukan yang sangat terlatih. Kemudian dia kembali ke negerinya setelah mampu menguasai Kurdistan, Diyar Bakr, Marghasy Iblisin, dan sisa-sisa Dalfawad. Dengan demikian, Anatolia aman dari serangan yang datang dari wilayah Timur, dan pada saat yang sama terbuka pintu masuk menuju Azerbeijan dan Kaukaz. (juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, hlm.436.)



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----





Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam