Kita harus meneladani
Rasulullah SAW, pernyataan yang sering kita dengar setiap kali diadakan
peringatan Maulid Nabi SAW. Bukan hanya disampaikan oleh ulama atau mubaligh,
tapi juga disampaikan para pejabat, dari lurah hingga presiden.
Meneladani Rasulullah
SAW merupakan kewajiban seorang Muslim, siapapun dia. Karena Rasulullah SAW
adalah suri teladan kita, sebagai uswatun
hasanah. Sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah” (TQS. Al-Ahzab: 21)
Allah SWT juga
memerintahkan kita untuk mengikuti Rasulullah SAW sebagai bagian dari yang
tidak terpisahkan dari kecintaan kepada Allah SWT. Siapapun yang mencintai
Allah SWT, dia harus mengikuti Rasulullah SAW. Firman Allah SWT: ”Katakanlah
(hai Muhammad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku
(Nabi SAW), niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni
dosa-dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Ali
Imran: 31)
Terkait dengan ayat
Al-Hafizh Ibnu Katsiir rahimahullah
menerangkan, “Ayat yang mulia ini menjadi hakim atas orang-orang yang mengaku
mencintai Allah namun ia tidak berjalan di atas sunnah Nabi-Nya, Muhammad SAW.
Maka sesungguhnya ia telah berdusta dalam pengakuannya itu, kecuali ia telah
benar-benar mengikuti syariah dan agama Muhammad SAW dalam segenap perkataannya
dan keadaan dirinya.”
Dengan demikian, bukti
kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, haruslah taat kepada
perintah Allah dan RasulNya. Dengan kata lain, dia harus menjalankan seluruh
syariah Islam. Karena itu, tentu sangat menyedihkan dan patut dipertanyakan,
mereka yang mengatakan harus meneladani Rasulullah SAW tapi tidak mau mengikuti
perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak mau menjalankan syariah Islam yang
bersumber dari Allah dan RasulNya.
Dan kita perlu
tegaskan, berhukum kepada syariah Islam, tentu bukan hanya dalam persoalan
pribadi, moralitas, atau ibadah ritual. Namun secara totalitas. Sebagaimana
firman Allah SWT: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (TQS. Al-Hasyr [59]: 7). Artinya,
kita harus juga mengikuti syariah Islam dalam segala perkara, termasuk ekonomi,
politik, sosial, dan bernegara.
Sungguh sangat
mengherankan, siapapun yang mengklaim mencintai Allah dan Rasul-Nya, justru
menolak syariah Islam diterapkan secara totalitas oleh negara. Padahal
Rasulullah SAW saat di Madinah telah mencontohkan, bagaimana syariah Islam,
bukan hanya mengatur masalah pribadi, tapi juga ekonomi, politik baik dalam
maupun luar negeri, sampai uqubat (sanksi).
Termasuk meneladani
dan mencintai Rasulullah SAW adalah menegakkan negara khilafah di tengah-tengah
umat. Sebab, negara khilafah satu-satunya institusi politik yang sesuai dengan
syariah Islam yang akan menerapkan seluruh hukum-hukum Allah SWT. Khilafah juga
akan menyatukan dan melindungi umat Islam.
Para sahabat, imam
madzhab dan ulama telah menegaskan kewajiban ini, sebagaimana yang disebutkan
Imam Nawawi (w. 676 H) dalam Syarah Shahih
Muslim, "Mereka [para shahabat] telah sepakat bahwa wajib atas kaum
Muslimin mengangkat seorang khalifah.”
Lebih parah lagi,
kalau menganggap penerapan khilafah di Indonesia merupakan ancaman bagi negeri
ini. Sekali kita tanya, bagaimana mungkin keberadaan institusi khilafah yang
menerapkan syariah Islam secara totalitas yang bersumber dari Allah SWT
dikatakan mengancam. Padahal sistem khilafah inilah yang diterapkan Khalifah
Abu Bakar ra., Umar bin Khaththab ra., Utsman bin Affan ra., Ali bin Abi Thalib
ra., dan dilanjutkan oleh para khalifah berikutnya.
TIdak hanya itu, ada
yang secara terbuka mengkriminalisasi sistem khilafah yang diwajibkan Allah
SWT. Itu dilakukan dengan cara mengaitkannya dengan terorisme atau gerakan
ISIS. Kita perlu tegaskan, yang ingin kita perjuangkan adalah khilafah ala minhajin nubuwah, bukan khilafah ala
“ISIS” yang sebenarnya tidak bisa disebut khilafah.
Kita
mengingatkan perbuatan mengkriminalisasi syariah Islam, termasuk khilafah,
adalah perbuatan keji yang tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim.
Terakhir, perlu kembali kita tegaskan khilafah bukan hanya kebutuhan umat
Islam, tapi juga merupakan kewajiban syariah Islam. Kembalinya khilafah
merupakan janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah SAW. Dan wajib bagi
umat Islam untuk memperjuangkannya. Allahu Akbar! []farid wadjdi
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 187
---