Memberantas penyakit
berupa LGBT haruslah dilakukan dari akarnya dengan mencampakkan ideologi
sekuler berikut paham liberalisme, politik demokrasi dan sistem kapitalisme.
Hal itu diiringi dengan penerapan ideologi Islam dengan syariahnya secara
total.
Secara preventif,
Islam mewajibkan negara untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan
rakyat. Hal itu akan menjadi kendali diri dan benteng yang menghalangi Muslim
terjerumus pada perilaku LGBT.
Islam dengan tegas
menyatakan bahwa perilaku LGBT merupakan dosa dan kejahatan yang besar di sisi
Allah SWT. Kejahatan homoseksual oleh kaum Sodom (dari sini perilaku itu
disebut sodomi) kaum Nabi Luth, dan Allah membinasakan mereka hingga tak
tersisa.
Islam memerintahkan
untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Allah
menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sebagai
pasangan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan yang mendasar sesuai fungsi yang kelak akan diperankannya.
Mengingat perbedaan
tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah
ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian
maskulin, sementara perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak
menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh
orangtua dan stimulasi yang diberikan kepada anak harus menjamin hal itu.
Rasul melarang
laki-laki dan perempuan menyerupai lawan jenisnya. Nabi SAW melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang
berlagak meniru laki-laki (HR. al-Bukhari).
Anak-anak pun harus
dipisahkan tempat tidur mereka. Rasul bersabda: “Suruhlah anak-anakmu shalat
pada usia 7 tahun, dan pukullah mereka pada usia 10 tahun dan pisahkan mereka
di tempat tidur.” (HR. Abu Dawud).
Dalam pergaulan antara
jenis dan sesama jenis, di antaranya Rasul bersabda: “Janganlah seorang
laki-laki melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat
perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu
selimut. Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.” (HR.
Muslim).
Secara sistemis,
negara harus menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi
dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang
menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan.
Dan pada bagian
ujungnya, Islam juga menetapkan aturan punitif (hukuman berbentuk
siksaan/deraan) yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan homoseksual
dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan hukuman mati bagi
pelaku sodomi baik subyek maupun obyeknya.
“Siapa saja yang
kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku
(yang menyodomi) dan pasangannya (yang mau disodomi).” (HR. Abu Dawud,
at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi).
Ijmak sahabat juga
menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, meski di
antara para sahabat berbeda pendapat tentang cara hukuman mati itu. Hal itu
tanpa dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan)
atau belum pernah menikah (ghayr muhshan).
Dengan semua itu, umat
akan bisa diselamatkan dari perilaku LGBT. Kehidupan umat pun akan dipenuhi
oleh kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketentraman dan
kesejahteraan. Dan hal itu hanya bisa terwujud jika syariah Islam diterapkan
secara total di bawah sistem khilafah. []yahya
abdurrahman/joy
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 154
---