Oleh: Luky B Rouf,
Lajnah Dakwah Sekolah – DPP HTI
Rupanya dagangan opini
dan pelabelan teroris atau fundamentalis ini masih terus akan dijual seiring
pelemahan semangat pembelaan Islam yang nggak kunjung berhasil, bahkan
disinyalir makin menguat. Alhamdulillah
dengan izin Allah, kaum Muslimin wa bil khusus
di Indonesia semangat jihad, membela Islam, bahkan gelora menerapkan syariah
senantiasa membahana, sehingga inilah yang membuat para penggerak opini miring
tentang syariah, jihad, pembelaan Islam menjadi kebakaran jenggot. Dan akhirnya
lagu lama tadi senantiasa diputar.
Di kalangan remaja,
anak-anak muda kita bisa melihat tak sedikit yang memiliki semangat pembelaan
Islam, tak rela Islam dinistakan, ulamanya dilecehkan, syari'ahnya
dikesampingkan. Mereka tergerak dalam lautan gelora dalam beberapa aksi yang
sudah digelar oleh kaum Muslimin beberapa waktu lalu. Maka gelora semangat ini
nggak boleh padam, bahkan harus senantiasa dikobarkan dan dilanjutkan untuk
lebih serius dan terarah menjadi pembela-pembela Islam yang sejati. Bukan hanya
pembela Islam yang kumatan, atau tergerak hanya ketika baru terbukti Islam
dilecehkan.
Islam memang tetap
akan mulia tanpa kita bela, sebagaimana Rasulullah Saw. sampaikan dalam sebuah
haditsnya: ”Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.”
(HR. Ad-Daruquthni (III/181 no.3564)
Jadi bukan masalah
Islamnya, tapi masalah kitanya sebagai pemeluk, penganut sampe di mana
pembelaan kita terhadap Islam, sampai di mana amal perbuatan kita sebagai
Muslim. Tentunya bukan untuk dilihat dan dinilai oleh manusia, tapi sematamata
kita lakukan dalam rangka taqarub
(mendekatkan diri) kepada Allah, sebagai sarana ibadah kita kepada Allah.
Islam ini dinistakan
bukan hanya karena seorang penista yang melecehkan salah satu ayat di Surat
Al-Maidah, tapi sadar atau enggak kita, kaum Muslimin saudara kita sendiri yang
melecehkan (baca: mengabaikan) ayat-ayat Allah yang lain. Seorang Muslimah yang
sudah baligh misalnya, ketika keluar rumah wajib mengenakan jilbab dan khimar
karena itu perintah dari Allah di surat Al-Ahzab 59 dan AnNuur 31, tapi
faktanya kaum Muslimah enjoy-enjoy keluar rumah pamerkan aurat, bahkan sebagian
bangga bertelanjang ria.
Itu baru satu contoh
atau satu perintah, bagaimana dengan perintah atau larangan Allah dalam ratusan
atau ribuan ayat Allah maupun hadits Rasulullah SAW? Apakah kita juga pernah
tersinggung jika ayat-ayat tersebut juga dilecehkan atau diabaikan oleh kaum
Muslimin sendiri? Apakah kita juga gerah ketika melihat banyak sekali
pelecehan, kemaksiatan bertebaran di depan mata kita?
Jika jawaban dari
semua pertanyaan itu adalah ”tidak" atau ”belum” maka itu, indikasi bahwa
kita hanya menjadi pembela Islam yang kumatan, pembela Islam yang musiman,
pembela Islam yang tren-trenan. Sebagai gantinya, kita harusnya merasa tidak
cukup hanya menjadi pembela Islam kumatan, kita harus menjadi pembela Islam
yang sejati. Bagaimana sih menjadi pembela Islam yang sejati?
Pertama, pembela Islam sejati harus mau
membina diri dalam tsaqofah Islam.
Dirinya nggak merasa cukup hanya sekedar datang ke taklim, setelah itu pulang,
besoknya datang lagi, trus pulang. Dia rela waktunya disita untuk senantiasa
mentafakuri, mendalami tsaqafah Islam
bersama para pembinanya (musyrif).
Kedua, untuk menjadi pembela Islam sejati
harus mau dan mampu berdakwah. Kenapa? Karena memang Islam tidak akan mencapai
kejayaannya, tidak akan sampai ke telinga kita jika tidak ada yang mengemban.
Di sisi yang lain, kemungkaran dan kemaksiatan di sekitar kita harus
dihilangkan, dan salah satunya dengan cara dakwah. Di manapun harus berdakwah.
Dakwah itu everywhere dan everytime.
Ketiga, pembela Islam sejati tidak membatasi
gerak dan pengetahuannya hanya di lingkup lokal. Istilahnya, act local think global. Pemersatu kaum
Muslimin adalah akidah Islam, bukan darah atau daerah. Itulah kenapa Rasulullah
Saw mengibaratkan kita 'satu tubuh', karena memang kita harus merasakan apa
yang dirasakan oleh kaum muslimin di Suriah misalnya, di Palestina, di Patani,
dan sebagainya. Sehingga persaudaraan kita itu lintas negara, lintas benua.
Wajarlah jika persatuan kita juga seharusnya dalam satu wadah yakni khilafah
Islamiyah. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 195
---