Bermaksud
memperlihatkan kerukunan beragama, shalawat yang biasa didendangkan oleh umat
Islam untuk mendoakan Rasulullah malah dipadukan dengan lagu natal. Kejadian
tersebut berlangsung di acara festival keragaman yang diadakan di Manado,
Sulawesi Selatan (10/12/2016) Sabtu lalu yang bertempat di gedung DPRD Sulawesi
Utara.
Pelakunya bukan orang
kafir, tapi Muslim. Saat itu, Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin
Indonesia (Lesbumi) Nahdhatul Ulama, Taufik Bilfalqih bersenandung shalawat
namun tiba-tiba dicampurkan dengan lagu natal berjudul Gloria dalam bahasa
Arab.
Saat mendengar selawat
nabi yang dicampur dengan lagu Natal, peserta yang berada di ruang rapat DPRD
Sulut sontak berdiri dan ikut bernyanyi. Menurut Taufik, gubahan shalawat dan
laqu Gloria merupakan bagian dari seni. "Saya tahu kerukunan umat beragama
di Sulut luar biasa, jadi berani membuat lagu ini. Kalau di tempat lain takut
buat lagu ini," kata Taufik.
Ketua Panitia Festival
Keragaman Sulut, Sofyan Yosadi mengatakan, acara tersebut dilaksanakan untuk
menumbuhkan rasa kebersamaan dan cinta akan toleransi.
Tapi haruskah
memadukan senandung shalawat dengan lagu Natal? Seperti yang dikatakan oleh KH.
M. Shiddiq Al-Jawi pembina KHAT (Khilafah Arts Network), bahwa perpaduan itu
adalah sesuatu yang salah.
”Itu namanya
mencampuradukkan antara haq dan yang batil dan itu hukumnya haram,” ungkapnya
kepada Media Umat.
Menurutnya,
memperlihatkan dan mendakwahkan tentang kerukunan beragama memang sangatlah
penting, akan tetapi menuju ke sana harus dengan cara yang sesuai syariat
Islam.
"Kalau
menggunakan cara shalawat digabung dengan lagu Natal itu cara yang batil atau
haram untuk menuju kerukunan beragama. Itu tidak benar,” tegas Shiddiq.
Ia menjelaskan, sudah
jelas dalam Al-Qur’an bahwa Allah melarang mencampuradukkan antara yang haq dan
batil. Dan ketika seorang Muslim menyanyikan lagu Natal hukumnya haram.
”Barangsiapa seorang
Muslim menyerupai kaum kafir maka dia termasuk golongan mereka,” jelas Shiddiq
berdasarkan sebuah hadits.
Ia menilai, cara yang
dilakukan di Manado itu sudah berlebihan. Dalam Islam prinsip kerukunan
beragama itu haruslah bersumber dari hukum lslam. ”Kalau dalam Islam, peraturan
yang mengatur hubungan komunitas Muslim dan non-Muslim itu harus dari hukum
Islam. Bukan hukum sekuler,” ungkap Shiddiq.
Shiddiq menilai bahwa
landasan pluralisme (menganggap semua agama benar) juga menjadi sebab dari
terjadinya kerukunan yang salah kaprah. Karena dalam hukum Islam terdapat
pemisah yang tegas antara Muslim dan non-Muslim.
"Seharusnya
kan lakum diinukum wa
liyaddin (bagiku agamaku, bagimu
agamamu), pemisah yang tegas,” pungkasnya. []fatih sholahuddin
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 187
---