Oleh: Supangkat Salim,
Lajnah Khusus Pengusaha, HTI Tangerang Selatan, Founder Pengusaha Muslim Tangsel
Kemuliaan adalah salah
satu nilai dan motivasi, yang ingin diraih dan mendorong seseorang menjadi
pengusaha. Ada banyak perspektif, ukuran dan cara meraih kemuliaan di alam
sekuler ini. Ada yang mengatakan to live, to
love, to learn, to leave legacy, ada juga yang berkata harta, tahta,
kata, dan cinta dsb. Demi mendapatkanya, sebagian pengusaha rela membayar mahal
untuk mengikuti training atau coaching di dalam dan luar negeri.
Islam sebagai way of life tentu telah menetapkan ukuran yang
clear tentang kemuliaan. Allah SWT
berfirman: "Sesungguhnya orang paling mulia di kalangan kalian di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa” (TQS. al-Hujurat: 13). Dan Islam
tentunya memberikan banyak jalan bagi penganutnya untuk meraih kemuliaan walaupun
tanpa membayar mahal.
Di antara kalangan
para muttaqin adalah para Nabi, syuhada
dan shalihin. Pada titik ini pengusaha memiliki peluang besar untuk meraih
kedudukan seperti mereka, sebagaimana sabda Nabi SAW: ”Seorang pedagang Muslim
yang jujur dan amanah (terpercaya) akan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang
siddiq dan orang-orang mati syahld pada hari kiamat” (HR. Ibnu Majah).
Jujur dan amanah
adalah bagian dari perintah syara. Dengan kejujuran dan amanahnya, pengusaha
Muslim akan berusaha mencari amal terbaik untuk mendapatkan kemuliaan terbaik.
Sebagai pengusaha yang sudah terbiasa melakukan analisa bisnis, membuat
perencanaan bisnis dan membangun budaya kerja. Tentu tidak sulit untuk
merealisasikannya.
Untuk keselamatan
dunia dan akhirat, tentu tidak mencukupi hanya jujur dan amanah dalam
perniagaan, sementara tidak jujur dan amanah sebagai seorang Muslim. Seorang
Muslim dituntut keberpihakannya pada tauhid Islam dan menolak kekufuran. Dengan
demikian tanpa menjadi pejuang syariah dan khilafah tentu akan sulit bagi
seorang pengusaha Muslim untuk menjadi jujur, amanah dan selamat dunia,
akhirat.
Dengan kata lain
seorang pengusaha Muslim sudah seharusnya menjadi pengemban panji-panji
Rasulullah SAW. Karena antara panji Rasulullah dengan eksistensi syariah dan
khilafah ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Panji Rasulullah ada
dua al-liwa (berwarna putih) dan al-rayah (berwarna hitam) pada keduanya
tertulis kalimat syahadat: laa ilaha illallah
Muhammad rasulullah, kalimat tauhid yang menyelamatkan manusia di dunia
dan akhirat.
Sebagai simbol
syahadat, Rasulullah SAW akan mengibarkan panji tersebut pada hari Kiamat.
Kelak Rasulullah SAW menyebut bendera tersebut sebagai Liwa al-Hamdi. Sabda
Rasulullah Saw.: "Aku adalah pemimpin anak Adam pada Hari Kiamat dan aku
tidak sombong. Di tanganku ada Liwa al-Hamdi dan aku tidak sombong.” (HR.
at-Tirmidzi)
Mulianya Kedudukan
al-liwa dan ar-rayah serta pengembannya digambarkan dalam sabda Nabi SAW:
”Sungguh aku akan memberikan al-rayah kepada seseorang yang ditaklukkan benteng
melalui kedua tanganya; Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya
pun mencintainya.” (HR. Muttafaqun 'alayh).
Dalam hadits di atas
Rasulullah SAW memberikan keteladanan dalam mengemban al-liwa dan ar-rayah,
sebagai tugas kenegaraan yang sangat mulia, yang tidak diemban kecuali oleh
orang yang mulia. Dan para sahabat berharap mendapatkan kemuliaan tersebut.
Inilah tren kekinian kaum Muslimin di Indonesia. Pengusaha tentunya tidak mau
ketinggalan tren. Wallahua'lam bi ash-shawab.
[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 195
---