“…dan jika kamu
mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah” (TQS Al-An'am: 116).
Apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang ketika berbisnis, membeli kendaraan, memperoleh harta? Maka jawaban yang umum kita dengarkan adalah dengan cara mengambil Kredit Modal Kerja (KMK), leasing, bermain saham, reksadana, kartu kredit dll. Jika kita tidak melakukan seperti kebanyakan orang, maka kita akan diidentifikasi sebagai pengusaha yang aneh dan terasing (ghuroba).
Apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang ketika berbisnis, membeli kendaraan, memperoleh harta? Maka jawaban yang umum kita dengarkan adalah dengan cara mengambil Kredit Modal Kerja (KMK), leasing, bermain saham, reksadana, kartu kredit dll. Jika kita tidak melakukan seperti kebanyakan orang, maka kita akan diidentifikasi sebagai pengusaha yang aneh dan terasing (ghuroba).
Hanya sedikit
pengusaha Muslim yang melakukan aktivitas syirkah, murabahah, samsaroh untuk
solusi bisnisnya sesuai dengan tuntunan syara'.
Fenomena ini salah
satunya disebabkan tidak adanya ilmu sebelum melakukan amal. Khalifah Umar bin
Khattab pernah berkeliling pasar Madinah dan melarang berdagang bagi mereka
yang tidak mempelajari fiqih muamalah terlebih dahulu, agar mereka tidak
melanggar syariat dalam aktivitas bisnisnya.
Kita harus ingat bahwa
tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya (lihat: QS.
Adz-Dzaaryaat: 56), dan agar hidup menjadi ibadah harus dilandasi dengan niat
yang ikhlas karena Allah, dan caranya harus ittiba' kepada Rasul. Islam sudah
memberikan tuntunan untuk manusia dalam semua lini kehidupannya, termasuk
ketika melakukan aktivitas bisnis.
Di zaman atau mungkin
lebih tepat disebut sistem "edan" ini, tentu saja tantangan yang
dihadapi pengusaha Muslim luar biasa dahsyat dalam menjalankan usahanya.
Setidaknya pengusaha Muslim dihadapkan dua tantangan besar:
1. Dalam menjalankan
usahanya harus senantiasa terikat dengan hukum syara', sementara sistem yang
ada saat ini tidak kondusif dan berpihak kepada hukum kufur. Misalnya
peminjaman modal yang bercampur dengar riba dan akad yang batil, riswah (suap) yang sudah sangat berakar,
kedzaliman bisnis yang sudah dianggap biasa, sebagai contoh ketika pengusaha
ingin mengurus izin legal maka diwajibkan untuk memberikan ”tanda ingat” kepada
pejabat yang berwenang, jika tidak diberikan maka berkas akan di-TL-kan (TL:
Taruh Laci) alias prosesnya akan menggantung. Mindset
bahwa semua aktivitas harus money-oriented
sudah menjalar tidak terkendali.
2. Ketatnya tingkat
kompetisi bisnis saat ini, mewajibkan kita mempunyai kapasitas dan kreativitas
yang mumpuni. Kapasitas sebagai pengusaha harus terus-menerus ditingkatkan
sebagai wujud ikhtiar kita, seperti skill selling, marketing,
finance, dan kemampuan negosiasi.
Kapasitas kita harus terus ditingkatkan (continues
and never ending improvement) jika berkomitmen untuk bisa ”play to win” bukan sekadar survive atau malah downgrade.
Dari dua tantangan
besar tersebut, tentu dibutuhkan effort
(energi) yang extraordinary (luar biasa)
dari pengusaha yang juga extraordinary.
Banyak sekali pengusaha Muslim yang “kelelahan” dan akhirnya menjustifikasi
tindakan maksiatnya dengan dalil darurat. Effort
yang dibutuhkan harus bersumber kepada kekuatan ruhiah atau spiritual (al-quwah ar-ruhiah). Yakin bahwa Allah telah
memberikan aturan yang terbaik untuk makhluknya, dan di sinilah letak ujian
seorang pengusaha Muslim dalam menghadapi tantangan di bisnisnya.
Kita harus bersyukur,
Allah sudah memberikan akal kepada kita. Tidak hanya satu jalan menuju Makkah,
tapi masih ada jalan yang lain. Seorang pengusaha Muslim dituntut
kreativitasnya dalam menjalankan usaha, tentu saja dalam koridor syar'i.
Lalu apa yang harus
dilakukan pengusaha Muslim dalam situasi seperti ini, apalagi pengusaha yang
sudah telanjur bergelimang dengan riba dan akad yang batil. Harus ada awareness bahwa hidup adalah untuk beribadah
kepada Allah, tinggalkan segala kemaksiatan (riba, riswah, akad bathil) menuju ketaqwaan kepada Allah. Allah
berjanji kepada orang yang bertakwa, "Barangsiapa yang bertaqwa kepada
Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan menganugerahinya
rezeki yang tidak disangka-sangka" (TQS: Ath Thalaq: 23). Janji mana lagi
yang paling haq kecuali janjinya Allah rabbul
‘alamin.
Kita harus senantiasa
tunduk pada aturan Allah. Bentuk dari ketundukan terhadap aturan-Nya tentu saja
kita tidak bisa "nrimo"
kondisi sistem yang ada saat ini dan hanya fokus menata diri sendiri, apalagi
sistem fasad (rusak) yang diterapkan
sangat rawan bagi pengusaha Muslim terjerembab ke dalam kubangan penuh dengan
kemaksiatan. Rasul bersabda, "Islam muncul pertama kali dalam keaadaan
terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya, maka berbahagialah
orang orang yang terasing tersebut" (HR. Muslim).
Untuk itu wajib bagi
kita mengenyahkan sistem kufur dan ikut berjuang agar hukum Allah tegak di muka
bumi ini. Sehingga umat Muslim kembali ke default
setting-nya sebagai umat yang mulia. Dibutuhkan pengusaha ghuroba pejuang syariah dan khilafah. Apakah
Anda satu di antaranya? Allahu Akbar.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 138, Nopember 2014
---