Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Tampilkan postingan dengan label Islamic Propagation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islamic Propagation. Tampilkan semua postingan

Dianggap Bungkam Dakwah Islam, Ulama Dan Umat Tolak Perppu Ormas



Dianggap sebagai upaya pemerintah untuk membungkam dakwah penerapan syariat lslam secara kaffah, para ulama dari berbagai daerah di Indonesia ramai-ramai menolak Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Di Surabaya misalnya, sekitar 18 ulama yang mewakili Forum Komunikasi Ulama Ahlussunah Wal Jamaah Jawa Timur menyampaikan lima alasan penolakannya kepada DPRD.

”Perppu tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya kriminalisasi terhadap ulama yang menyampaikan aspirasi umat Islam dan upaya penghambatan dan pencekalan, pencelakaan para da'i akibat menyampaikan dakwahnya," tegas Ketua Forum Komunikasi Ulama Aswaja Jatim/Pengasuh Ponpes Al-Anwar, Mojokerto KH Abdurrahman membacakan salah satu alasannya, Jum'at (14/7/2017) di Ruang Badan Musyawarah DPRD Jawa Timur.

Sedangkan di Sumatera Utara, selain delegasi dari beberapa pondok pesantren turut hadir pula perwakilan dari Ormas untuk menyampaikan aspirasi penolakannya kepada DPRD Sumut. Di antaranya adalah Forum Umat Islam (FUI), Front Pembela Islam (FPI) Kota Medan dan Deli Serdang, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Islam Bersatu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), serta BKM Masjid Agung Medan.

"Kami menolak Perppu ini. Kami berharap untuk disampaikan kepada Presiden, agar tidak secara nafsu mengeluarkan sesuatu yang dapat merugikan bangsa kita sendiri," kata Hamdani dari FUI, Senin (17/7) di Gedung DPRD Sumut.

Di Jawa Barat sekitar seribu massa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate untuk menolak Perppu tersebut. "Ini salah satu bentuk kepedulian kami melihat kondisi sekarang yang mengenaskan. Dengan itu (Perppu) tentunya melukai kaum Muslim," ujar Forum Ulama Ukhuwah (FUU) Jawa Barat/Pimpinan Ponpes Darul Bayan Sumedang KH Ali Bayanullah, Al Hafidz.

Sedangkan di Bangka Belitung, belasan Ormas Islam, tokoh, habaib hingga pengasuh majelis taklim menandatangani kesepakatan menolak Perppu yang dinilai sebagai gerbang kediktatoran penguasa itu.

Di Banten, Aliansi Tokoh Muslim Tangerang berkumpul dengan sekitar 20 tokoh beberapa Ormas Islam dan pesantren untuk menolak Perppu tersebut, Ahad malam (16/07) di saung tepian Sungai Cisadane Kota Tangerang.

Selain itu, para ulama pun menyosialisasikan bahayanya Perppu tersebut kepada jama’ahnya masing-masing. Di Jawa Barat misalnya, Ketua MUI Kota Depok KH Ahmad Nawawi menyatakan penolakannya. ”Kita harus menolak dengan tegas Perppu Ormas yang dikeluarkan oleh pemerinatah," ujarnya, Ahad (16/7/2017) di Aula SDIT Darojaatul Uluum, Depok, Jawa Barat.

Pernyataannya tersebut langsung disambut pekik takbir sekitar 30 jamaah Majelis Taklim Darul Istiqamah, salah satu dari puluhan MT yang biasa diisinya.

Dalam sesi tanya jawab ada peserta yang bertanya ”kalau kita menolak Perppu ini dan kemudian kita dibunuh atau tewas karenanya, apakah kita mati Syahid?”

”Iya, Insya Allah syahid, karena mengoreksi penguasa adalah bagian dari dakwah bahkan disetarakan dengan Sayyidusy Syuhada sebagaimana sahabat Hamzah ra.,” pungkas Ahmad Nawawi.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 200
---

Al-Qur’an: Mukjizat Dan Sumber Keberkahan



Suatu ketika, seperti diceritakan oleh Ibn Abbas, Walid bin Mughirah pernah datang kepada Rasul SAW lalu membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya. Sebagai seorang pemuka Arab yang memiliki cita rasa tinggi akan bahasa dan sastra, Walid -meski dia kafir- tidak mampu sedikitpun menyembunyikan rasa takjubnya terhadap keagungan dan ketinggian Al-Qur’an, yang baru saja meluncur dari bibir Rasul SAW yang mulia.

Mendengar Walid telah menemui Rasul SAW, Abu Jahal memprotesnya. Namun, Walid malah berkata, "Demi Allah! Di antara kalian tidak ada yang lebih paham dari aku dalam hal syair, rajaz, dan qasidah-nya; serta syair-syair jin. Apa yang diucapkan oleh Muhammad itu (ayat-ayat Al-Qur’an) sama sekali tidak serupa dengan syair-syair itu. Demi Allah! Kalimat demi kalimat yang dia tuturkan sungguh manis; bagian atasnya berbuah, sementara bagian bawahnya mengalirkan air segar. Untaian katanya sungguh tinggi, tidak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa saja yang ada di bawahnya." (Qattan, 1992:379-380)

Kisah nyata di atas hanyalah secuil saja di antara sekian banyak pembuktian tentang kemukjizatan Al-Qur’an, yang sekaligus menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar kalamullah. Namun, selalu saja ada orang-orang yang berusaha untuk menanamkan keraguan pada kaum Muslim akan otentisitas Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT. Mereka lupa, andai Al-Qur’an bukan wahyu Allah SWT, alias karangan manusia, lalu mampukah mereka membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an? Tidak ada! Mereka hanya bisa mengkritik dan menggugat Al-Qur’an. Mahabenar Allah Yang berfirman: Jika kalian tetap meragukan Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang serupa dengan Al-Qur’an itu, dan ajaklah para penolong kalian selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar.” (TQS al-Baqarah [2]: 23).

Lebih dari sekadar "karya sastra" yang demikian agung, Al-Qur’an benar-benar menjanjikan keberkahan bagi kehidupan umat manusia di dunia saat secara nyata diterapkan di tengah-tengah kehidupan mereka. Mahabenar Allah Yang telah berfirman: Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati. Karena itu ikutilah kitab tersebut dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat (TQS al-An'am[6]:155).

Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa Al-Qur’an disifati dengan mubarak (yang diberkati) karena mengandung banyak kebaikan di dalamnya. Adapun frasa fattabi'uhu, maknanya adalah i'malu bima fihi (Karena itu amalkanlah semua hal yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu). Dengan kata lain, hanya dengan menerapkan Al-Qur’an keberkahan hidup itu bisa dirasakan oleh kaum Muslim.

'Ala kulli hal, yang dibutuhkan saat ini jelas bukanlah mengkritik apalagi menistakan Al-Qur’an, tetapi bagaimana membumikan Al-Qur’an dalam realitas kehidupan agar hidup penuh dengan keberkahan, tentu dalam naungan ridha Allah SWT. []abi

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 189
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759

Yuk Ngaji: Keadilan Hakiki



Kita meyakini bahwasanya tiap manusia pasti memiliki sense of justice, walaupun ada yang lantang menyuarakannya dan ada pula yang hanya diam. Tapi ketika dia menyaksikan sesuatu yang baginya tidak adil, minimal suara hatinya pasti akan berteriak walau mulutnya bungkam.

Karena itulah, keadilan menjadi hal yang sangat penting dalam suatu negeri, tidak perlu keimanan untuk mengatakan bahwa ketika suatu negeri sudah hilang keadilannya maka hilang pula kepercayaan rakyat di negeri tersebut terhadap pemerintahannya, sebab pemerintah itu tugas utamanya adalah menegakkan keadilan di tengah-tengah rakyatnya.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang keadilan ini, “Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu, dituturkan, "Allah menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong negara dzalim, walaupun negara itu Mukmin.”

Artinya sangat jelas sekali, bila negeri yang dihuni kaum Mukmin sekalipun, tapi dia tidak berbuat adil, maka negeri itu pasti jauh dari pertolongan Allah, jauh dari keberkahan, dan senantiasa akan diliputi masalah demi masalah yang membuatnya makin terpuruk.

Dan parahnya, inilah yang kita alami akhir-akhir ini. Kasus penistaan agama yang terjadi pada tahun 2016 benar-benar menunjukkan hal itu. Keadilan seolah mati, kaum Muslim yang menuntutnya pun malah dijadikan sebagai sasaran ketidakadilan itu sendiri.

Bagaimana tidak, rakyat yang berkumpul hingga jutaan pada aksi 411 dan 212 untuk menunjukkan bahwa jumlah kaum Muslim yang terusik dengan penistaan agama ini banyak, tetap saja tidak mampu menggerakkan pihak-pihak berpengaruh. Sebaliknya, gerakan akidah ini malah dicurigai sebagai bagian dari upaya makar dan menggoyang negara.

Ulama-ulama kemudian dikriminalisasi. Ada yang diusut yayasannya, dianggap bagian dari pencucian uang, ada yang difitnah secara keji sudah melakukan hal yang sangat terlarang, ada pula yang disudutkan dan diancam, ketidakadilan sudah menjadi makanan yang biasa di negeri ini.

Maka wajar bila kita melihat rakyat lalu kehilangan kepercayaan pada siapapun yang dianggap bagian dari rezim yang melindungi penista agama ini. Pihak penguasa sistem bukan-Islam demokrasi di negeri ini terlihat sekali keberpihakannya pada penista al-Qur’an, begitu juga dengan lembaga hukum lain sampai ke kantor berita.

Bila pihak yang berkuasa berlaku tak adil, lantas masyarakat harus terus berdakwah serta mengadukan ketidakadilan kepada Allah Swt.

Di dalam Islam, keadilan itu berarti menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, begitu yang Allah sampaikan pada kita melalui firmannya dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisaa [4]: 58-59)

Dengan penerapan hukum Allah dan Rasul, Kitabullah dan Sunnah, keadilan baru dapat diterapkan secara sempurna, sebab ia datang dari Allah yang paling tahu tentang manusia, dan tentu saja paling adil pada keputusannya. Lantas, apakah kita masih berharap akan keadilan versi manusia?

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 196
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759

Menjadi Leader Dalam Informasi



Saat ini ketika khilafah belum tegak, posisi pengemban dakwah adalah pelayan ideologi Islam yang utama. Secara individu, berperan penting dalam mewujudkan ketahanan informasi di tengah-tengah masyarakat agar suasana kondusif. Tidak mudah percaya, terpancing emosi, panik, resah, dan terhasut. Pengemban dakwah hendaknya terdepan alias leader dalam mengelola informasi. Bagaimana caranya? Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyikapi informasi, antara lain:

1. Senantiasa Tatabu'

Berita selalu mengikuti informasi kekinian. Mengikuti isu yang sedang hangat. Terutama, selalu mencermati sepak terjang negara nomor satu di dunia, juga negara yang memusuhi umat Islam. Termasuk mencermati berbagai kebijakan penguasa, terutama yang menyangkut urusan umat dan implikasinya terhadap mabda Islam.

2. Mengutamakan Kabar dari Orang Mukmin

Seharusnya, media Islam dan pengelolanya yang Muslim jadi rujukan. Sayangnya, dalam peradaban sekuler saat ini, media Islam belum berkembang baik. Kemunduran berpikir umat bahkan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan rekayasa informasi yang menyesatkan. Dikira informasi Islami, padahal hoax. Karena itu, selektiflah memilih media. Utamakan yang bersumber dari Muslim. Tetapi, memilih media Islam juga harus selektif, karena tidak semua media Islam profesional dan sejalan dengan mabda Islam.

3. Tabayyun atau Konfirmasi pada Sumber Profesional

Selalu mencari kebenaran berita tersebut, informasi yang sesuai fakta, diolah secara profesional oleh pewarta yang memahami kinerja jurnalistik. Bukan oleh masyarakat awam yang ala kadarnya menyampaikan informasi. Karena itu, cermati sumber berita tersebut, apakah media resmi yang kredibel atau anonim. Media resmi, besar kemungkinan mendapat fakta valid yang terkonfirmasi, bukan hoax.

4. Validasi Pemikiran

Informasi yang sumbernya valid, belum tentu benar. Untuk itu harus bisa mendeteksi pemikiran yang salah, yakni dengan meninjau sudut pandang penyajian informasi yang sangat dipengaruhi ideologi dan kepentingan pemilik media. Sebab, dalam pemberitaan, terkadang tidak sekadar menyampaikan fakta apa adanya, tapi sudah mengandung opini atau framing tertentu sesuai arah pemahaman jurnalis atau pengelola media yang bersangkutan.

5. Waspadai Stigmatisasi Islam

Media kerap melakukan labelisasi pada umat Islam, seperti label teroris, radikal, ekstrim dan sebagainya. Stereotip atau monsterisasi ini biasanya terjadi karena media dalam negeri berlangganan kantor berita Barat yang memang sengaja menyelipkan cap-cap miring terhadap ideologi Islam.

6. Ikut Berperan Aktif dalam Kerja Media

Aktivitas dakwah adalah menyampaikan mabda Islam. Selain lisan, bisa juga dengan tulisan. Pengemban dakwah hendaknya menjadi produsen opini. Siap sedia diberdayakan baik sebagai penulis lepas, blogger, penceramah, trainer, host, presenter, jurnalis (kamerawati, reporter, editor, dll), script writer, sutradara, editor video, desainer grafis, web developer, web designer, dan sebagainya. []kholda

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 194
---
 

Mengembalikan Ayat Suci Ke Posisi Tertinggi



Akibat Demokrasi

Sikap negara yang meletakkan konstitusi di atas ayat suci, menurut Ketua DPP HTI Shiddiq Al-Jawi akibat penerapan prinsip demokrasi dalam bernegara. Demokrasi itu prinsip utamanya adalah kedaulatan di tangan rakyat (sovereignty belongs to the people). Maknanya, manusialah yang membuat hukum, bukan yang lain. ”Penerapan demokrasi inilah yang menjungkirbalikkan segala norrna agama, yang kemudian menjadi subordinat atau ditundukkan di bawah hukum buatan manusia," jelas pengasuh rubrik Ustadz Menjawab di Media Umat.

Dengan prinsip demokrasi ini, negara berusaha menempatkan ayat konstitusi (hukum positif) di atas ayat suci (norma syariah Islam). "Jelas ini adalah pandangan yang bermasalah,” tandasnya.

Ia menjelaskan, bagi seorang Muslim, hukum Islam itu posisinya lebih tinggi daripada hukum buatan manusia. ”Jadi masalah ini tidak main-main, karena sudah menyangkut urusan keimanan bagi seorang Muslim,” tuturnya.

Ia kemudian mengutip Firman Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 50. ”Afahukmal jaahiliyyati yabghuun. Wa man ahsanu minallahi hukman liqaumiyyuuqinun”. ("Apakah hukum Jahiliyah [hukum selain Islam] yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”)," ucap Shiddiq.

Posisi Ayat Suci

Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman menegaskan, hukum dan aturan Allah SWT pun harus ditempatkan di atas hukum dan aturan buatan manusia. Apalagi hukum dan aturan Allah SWT yang sempurna pasti membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Ia menilai, tidak layak umat Islam berpijak pada paham sekulerisme yang sesat dan menyesatkan, yang telah merendahkan kedudukan Al-Qur’an di bawah konstitusi. Padahal Allah SWT telah berflrman: “Dialah Yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya” (TQS. al-An'am: 61).

”Tidak ada hukum yang lebih baik, adil dan bijaksana selain hukum Allah SWT semata,” tandasnya.

Ia pun mengutip firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah [5]: 49 yang artinya: "Hendaklah kamu memutuskan perkara di tengah-tengah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."

Ayat itu, jelasnya, mengharuskan kaum Muslim tunduk dan ridha terhadap syariah Allah SWT. Mereka harus selalu merujuk pada hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan mereka.

”Tidaklah pantas seorang lelaki Mukmin maupun perempuan Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, memiliki pilihan lain dalam urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (TQS. al-Ahzab [33]: 36).

Cara Mewujudkan

Shiddiq Al-Jawi menjelaskan langkah menuju upaya menjadikan ayat suci sebagai konstitusi tertinggi. Pertama, harus ada dakwah Islam kepada publik yang terus menerus untuk menjelaskan keunggulan dan dan keutamaan syariah Islam, termasuk dakwah untuk menjelaskan kebatilan demokrasi yang menjadi sumber penolakan keunggulan syariah Islam.

Kedua, harus ada formulasi syariah Islam yang komprehensif dalam segala bidang kehidupan, yang terwujud dalam sebuah rancangan konsitusi syariah Islam.

Ketiga, harus ada negara yang berkomitmen kuat untuk menerima rancangan konstitusi syariah Islam tersebut. Dan tak ada negara yang paling layak untuk menerapkan rancangan konstitusi syariah Islam itu, kecuali negara khilafah.

Habib Rizieq Shihab:

Ayat Suci Di Atas Ayat Konstitusi

  “Saya juga mengingatkan, bagaimana Allah menyindir di surat Al-Maidah ayat 50 terhadap mereka yang tidak mau menggunakan hukum Allah, yang tidak mau tunduk kepada hukum Allah. Apa yang Allah katakan untuk mereka? Apakah mereka menghendaki hukum jahiliyah? Apakah mereka menghendaki ketetapan jahiliyah? Selanjutnya Allah menyatakan, tidak ada satupun hukum, dari makhluk manapun, yang lebih baik dari hukum Allah, bagi mereka yang yakin beriman kepada Allah.
  Karena itu kepada segenap kaum Muslimin Indonesia, tancapkan dalam sanubarimu yang paling dalam, bahwa hukum Allah di atas segalanya. Bahwa ayat suci adalah di atas ayat konstitusi. Kenapa? Karena ayat suci adalah kalam Ilahi Firman Ilahi. Hingga menjadi harga mati untuk dipatuhi, untuk ditaati. Tidak boleh diganti. Tidak boleh direvisi.”

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 188
---

Felix Y. Siauw: Islam Di Atas Segalanya


ilustrasi dakwah ideologi Islam

Islam Di Atas Segalanya

Oleh: Felix Y. Siauw, member @YukNgajiID

Coba lakukan tes sederhana ini. Tanyakan pada orang yang tidak Anda kenal sebelumnya yang Muslim, dengan daftar pertanyaan seperti ini, "Maaf namanya siapa? Tinggal di mana? Lahirnya di mana? Dari suku apa? Pendidikan terakhirnya apa? Jenis kelaminnya apa? Kebangsaannya apa? Agamanya apa?”

Catat baik-baik jawaban dari delapan pertanyaan itu, dan itu artinya identitas. Misalnya, “nama saya Felix Siauw, saya lahir di Palembang, sekarang tinggal di Jakarta, dari suku/etnis Tionghoa, lulusan S1 IPB, Lelaki, Indonesia, Islam,” artinya itu identitas saya.

Setelah menanyakan daftar pertanyaan tadi, mintalah responden kita untuk menjawab. Di antara delapan jawaban identitas tadi, pilih tiga identitas yang paling penting baginya, catat lagi. Kalau saya akan menjawab, "Saya Felix, Lelaki, Islam". Biasanya kebanyakan orang akan memasukkan Islam sebagai yang paling penting baginya, bila dia tidak masukkan Islam, coba perjelas, ”Yakin Islam nggak masuk paling penting?" Biasanya akan dikoreksi lalu dimasukkan jadi daftar tiga identitas paling penting.

Lalu mintalah responden untuk memilih lagi, seandainya hanya satu saja identitas yang boleh dipegang, yang mana yang akan dia pertahankan? Sejauh saya menanyakan hal ini, 100 persen mereka akan menjawab tanpa ragu; Islam. Mengapa, sebab bagi sebagian besar kita, insyaAllah Islamlah yang paling penting dan paling utama dalam hidup kita. Dan apa konsekuensi tes sederhana kita tadi? Kita ingin membuktikan apa yang paling penting bagi seseorang.

Konsekuensinya adalah, bila saya menjawab ”Islam” sebagai identitas paling penting, artinya saya bisa jadi mati bukan sebagai orang Indonesia, dan itu tidak mengapa, yang penting saya mati dalam Islam. Tidak masalah bila saya kaya atau miskin, lulusan manapun, yang penting adalah saya tetap Muslim.

Bisa jadi saya tidak dilahirkan di Palembang, bisa jadi saya bukan suku Chinese, tapi saya tetap ingin menjadi seorang Muslim. Sebab apapun boleh ditawar, apapun boleh disesuaikan, tapi Islam tidak boleh, karena Islam adalah yang paling penting dalam hidup saya.

Sebab lahir di mana, siapa namanya, sukunya apa, keturunan mana, itu bukan pilihan yang saya ambil, hingga saya tak bisa membanggakannya, tapi Islam adalah pilihan bagi saya, karena itu saya membanggakan Islam, dan mempertahankannya, itu konsekuensinya.

Maka bila ada sesuatu, konsekuensinya saya akan mendahulukan Islam di atas segalanya. Sebab asal Islam, tiada masalah apa suku/etnisnya, apa pekerjaannya, di mana lahirnya, lulusan apa, jenis kelamin dan apa kebangsaannya, bila dia sudah syahadat, maka dia saudara kita, itu yang penting.

Maka sangat aneh, ketika ada yang mengatakan ”Ayat konstitusi itu di atas ayat suci, agama harus tunduk pada negara”. Perkataan ini menandakan pemahaman dan isi hatinya, sebab pastilah Islam bukan sesuatu yang paling penting baginya, hingga ditaruh di bawah konstitusi yang itu adalah hasil kesepakatan manusia.

Harusnya kita berpikir sederhana. Jika kita meyakini Allah menciptakan kita, dan kepada Allah kita semua akan dikembalikan, maka sudah sepantasnya kita di dunia hanya beribadah pada Allah dan menggunakan semua aturan Allah dalam kehidupan kita.

Jika ada hal lain yang bertentangan dengan Islam, tentu Islam yang harus didahulukan. Sebab Islam di atas segala-galanya, tidak hanya dunia juga akhirat. Sebab Islam akan berjaya tanpa kita, tapi kita tak ada artinya tanpa Islam.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 188
---

Ramadhan: Momentum Kembali Kepada Al-Qur’an



Sebagaimana tahun-tahun lalu, kehadiran kembali Ramadhan kali ini pun tetap dalam kondisi yang sama. Umat berada dalam sistem yang buruk bahkan mungkin lebih buruk. Kaum Muslim saat ini tetap dalam kondisi tertekan di semua lini: akidah umat dirongrong oleh sekulerisme; akhlak sebagian generasi yang makin rusak; ekonomi yang terpuruk, pendidikan yang masih trial and error, politik yang karut-marut, hukum dan peradilan yang ambradul, dll.

Semua musibah dan cobaan ini terpampang jelas di hadapan kita. Allah SWT sendiri telah memberikan penjelasan kepada kita sekaligus apa yang mesti dilakukan. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. ar-Rum [30]: 41).

Berbagai kerusakan di muka bumi itu hanyalah sebagian dari akibat perbuatan manusia yang menyalahi petunjuk dan aturan Allah SWT. Sebagian lainnya, yaitu azab pedih di akhirat, akan ditimpakan kelak jika pelakunya tidak bertobat dan tidak diampuni oleh Allah SWT. Berbagai kerusakan itu ditampakkan oleh Allah SWT “la'allahum yarji'un", yakni agar manusia kembali pada kebenaran, bertobat kepada Allah SWT dan menjalankan ketaatan; agar mereka menghentikan berbagai kemaksiatan dan menjalankan ketaatan, berdakwah, berjuang, kembali pada hukum-hukum Al-Qur’an dan as-Sunnah, yakni syariah Islam.

Karena itu kesadaran untuk kembali pada petunjuk dan hukum-hukum Al-Qur’an dan as-Sunnah harus terwujud di tengah-tengah kita. Karena itu pula Ramadhan kali ini seharusnya kita jadikan momentum untuk mewujudkan kesadaran itu. Apalagi Allah SWT telah mengaitkan bulan Ramadhan dengan turunnya Al-Qur’an. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda.” (TQS. al-Baqarah [2]: 185).

”Sebagai petunjuk” yakni sebagai petunjuk untuk manusia yang menunjuki mereka pada kebenaran dan jalan yang lurus. "Sebagai pembeda” yakni yang membedakan antara yang haq dan yang batil, baik dan buruk serta amal salih dan amal buruk.

Allah SWT juga menegaskan (yang artinya): “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke jalan yang lebih lurus.” (TQS. al-lsra' [17]: 9)

Jika kita kembali pada petunjuk Al-Qur’an, niscaya kita akan mendapatkan solusi atas semua problem yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Pasalnya, Al-Qur’an telah memberikan penjelasan atas segala sesuatu sebagaimana firman-Nya (yang artinya.): “Kami telah menurunkan kepada kamu Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (TQS. an-Nahl [16]: 89).

Kembali pada petunjuk AIquran mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan hukum-hukum yang diberikan oleh Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, baik dalam urusan akidah, ibadah, makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dalam urusan pernikahan dan keluarga; ataupun dalam urusan ekonomi, politik dalam dan luar negeri, kekuasaan, pemerintahan, pidana dan sanksi.

Semua hukum itu sama-sama merupakan hukum Allah SWT yang bersumber dari wahyu-Nya; juga sama-sama termaktub di dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW atau digali dari keduanya. Perwujudan atas semua itu akan sempurna melalui penerapan syariah Islam secara formal oleh negara.

Dengan kata lain, kembali pada petunjuk Al-Qur’an itu hanya akan sempurna melalui penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan total. Hanya dengan begitu keberkahan akan dilimpahkan kepada negeri ini dan penduduknya. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (TQS. aI-A'raf [71]: 96)

Karena itu hendaknya seluruh kaum Muslim, khususnya di negeri ini, menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi negara, yakni Khilafah ar-Rasyidah 'ala Minhaj an-Nubuwwah. Itulah wujud ketakwaan hakiki. Itulah yang menunjukkan bahwa kita benar-benar sukses menjalani puasa sepanjang bulan Ramadhan, bahwa kita hanya ridha dan rela dengan hukum-hukum Islam.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 154, Juli-Agustus 2015
---

Gerakan Mahasiswa Kobarkan Revolusi Islam!



Jika telusuri jejak-jejak peranan gerakan mahasiswa dalam rentetan peristiwa sejarah, peran mahasiswa memang ada dan cukup signifikan. Dahulu bibit-bibit paham bukan-Islam nasionalisme mulai tertanam dalam jiwa mahasiswa hingga mencapai masa puncaknya saat dicetuskan Kongres Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Mulai dari situ para pemuda, pelajar dan mahasiswa ikut berkontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini.

Begitu pun saat rezim Orde Baru sudah tampak jelas kebobrokannya, mahasiswa bersatu-padu dalam menumbangkannya. Namun berbagai protes tersebut diwarnai dengah nuansa anarkisme, terlepas dari siapa yang memulai atau siapa yang memprovokasi. Jika ada jalan perubahan tanpa melalui pertumpahan darah atau tanpa kekerasan, yang wajib menurut metode syar’i, mengapa kita tidak ambil cara tersebut?

Reformasi yang bergulir sekira 19 tahun tersebut tak jua membuahkan kesejahteraan rakyat dan keadilan hingga saat ini. Bahkan berbagai kebobrokan makin menggila, korupsi makin meraja, hukum rimba buatan manusia tetap berjaya. Dan yang paling utama, neoliberalisme dan neoimperialisme makin menancap kuat di Indonesia.

Negeri Indonesia benar-benar sudah terjual. Dominasi neoliberalisme itu sangat jelas di awal rezim Jokowi-JK. Revolusi mental hanya pepesan kosong saat kampanye. Revolusi mental gagal total karena dalam demokrasi, janji-janji selama kampanye tak terbukti, harga-harga melambung tinggi, berbagai subsidi yang seharusnya menjadi hak rakyat dicabut dan sebaliknya asing dimanjakan. Pemerintah bukan menjadi pelayan yang merakyat, melainkan pelayan setia terhadap kepentingan asing.

Di saat kondisi sulit seperti ini, banyak yang bertanya-tanya ke manakah para mahasiswa? Banyak yang menilai mahasiswa sekarang berbeda dengan mahasiswa dulu. Mahasiswa sekarang individualis, hanya mementingkan akademik agar masa depan mereka cerah dan karir yang bagus setelah lulus kuliah. Mahasiswa sekarang apatis dan hedonis. Mahasiswa sekarang lebih suka bersenang-senang, tampil di acara talkshow televisi, ber-selfie ria, dininabobokkan dengan aktivitas pacaran, terjerumus dalam pergaulan bebas.

Jangan pernah mengira bahwa peran kita sebagai agen perubahan sudah selesai. Negeri ini masih terjajah. Indonesia membutuhkan mahasiswa untuk benar-benar terbebas dari penjajahan gaya baru neoliberalisme. Maka belajarlah dari masa lalu. Peran mahasiswa masih belum berakhir. Dahulu konsep yang diusung gerakan mahasiswa -terutama mahasiswa Islam- gagal sebelum dipanen. Reformasi hanya melahirkan rezim yang mengulang kebobrokan sistem dan rezim sebelumnya. Reformasi tidak memberikan solusi kecuali sekadar mengganti orang. Maka saatnya kini mahasiwa menemukan sebuah konsep yang shahih untuk perubahan Indonesia.

Konsep yang saat ini belum serius diperjuangkan mahasiswa adalah revolusi Islam yang dulu pernah dicontohkan Muhammad Rasulullah SAW. Mengapa tidak? Mahasiswa Islam kini telah turut ambil bagian untuk mencoba membumikan sistem tersebut. Rasulullah mencontohkan dengan gamblang bagaimana proses berdirinya sebuah negara baru yang pilar-pilarnya berbasis Al-Qur’an dan Sunnah.

Proses terbentuknya Negara Islam yang ibukotanya berkedudukan di Madinah benar-benar dilakukan dengan luwes tanpa pertumpahan darah. Memang prosesnya tidak setenang yang kita bayangkan, ada ancaman maut di hadapan Rasulullah. Beliau sempat direncanakan akan dibunuh sesuai dengan kesepakatan “musyawarah” di Dar An-Nadwah yang dilaksanakan oleh para pembesar Quraisy.

Jika konsep-konsep nasionalisme dan reformasi -yang tak berdasar ideologi Islam- berujung pada kegagalan, maka kali ini saatnya gerakan mahasiswa Islam dengan lantang menyuarakan Revolusi Islam. Revolusi Islam menuju tegaknya syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah, yang nantinya akan mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam keridhaan Allah Ta’ala. Dan yang utama adalah kebahagiaan kita di kehidupan Akhirat kelak, insya Allah. Wallahu 'alam bisshawab.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 148, April 2015
---

Esensi Hakiki Amar Ma’ruf Nahi Munkar



Oleh: Ilfa Al Adibah, owner ”Arabiyah Mabdaiyyah” kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur

Muslimah yang mengenakan pakaian syar'i, kerudung dan jilbab, kini sudah mudah dijumpai. Dulu, jangankan mengenakan pakaian Muslimah sesempurna itu, sekadar berkerudung saja sangat langka. Kiranya masih tergambar jelas pada era tahun 1990-an, para siswi yang berkerudung ketika bersekolah akan mendapatkan label ekstrimis, garis keras, dan berbagai cap negatif lainnya. Fashion pun saat itu dibanjiri dengan mode-mode barat ala Paris-Prancis sebagai mercusuar fashion dunia. Tanpa kita sadari, semua tren itu mengalami perubahan.

Sekarang, lembaga-lembaga pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat atas telah memberikan hak sepenuhnya bagi orangtua siswa yang ingin putrinya menutup aurat dengan sempurna. Bukan hanya yang ber-background agama saja, yang umum pun tak mau kalah memberikan ruang bebas bagi para siswinya yang ingin berkerudung. Begitu pula fashion negeri ini, perlahan tapi pasti telah menuju perubahan yang lebih positif. Masyarakat sudah semakin paham akan kewajiban bagi para Muslimah untuk menutup auratnya.

Kondisi ini pun didukung juga dengan semakin bertambahnya jumlah public figure yang telah menanggalkan fashion jahiliyahnya menuju fashion syar'i. Bahkan tidak hanya berhenti pada masalah fashion saja, seiring pemahaman yang terus bertambah tentang Islam, mereka pun berlomba-lomba untuk membentuk majelis taklim di sekitar lingkungan mereka yang semakin hari semakin menjamur.

Pilar Tegaknya Masyarakat Islam

Terlepas dari fenomena membahagiakan ini, ada beberapa hal yang tidak boleh terlupakan. Bahwa bergesernya perilaku masyarakat dari yang negatif menuju positif, jahiliyah menuju Islami, ini semua tidak lepas dari peran dakwah, amar ma'ruf nahi munkar.

Apabila kita menginginkan masyarakat kita menjadi masyarakat yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, menjadi negara yang diridhai Allah SWT, maka parameternya tidak berhenti pada individu-individunya saja. Individu yang bertakwa belum cukup bagi tegaknya negara Islam yang kuat. Ketika individu ini lemah, maka dibutuhkanlah kontrol masyarakat supaya menjadi kuat kembali.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya, ”Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: “Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami” Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamatlah semuanya." (HR. Bukhari)

Namun, saat kita masih tetap berada dalam sistem kapitalis-sekuler-liberal seperti saat ini, mustahil akan ditemukan kontrol masyarakat yang kuat, yang saling mengingatkan, amar ma'ruf nahi munkar. Yang ada adalah tawar-menawar kepentingan dengan sejumlah materi yang menggiurkan. Tidak ada lagi batas norma-norma agama, halal-haram pun sirna.

Sehingga, tidak ada kata lain lagi sebagai solusi hakiki bagi tegaknya negara yang diridhai selain adanya penerapan syariat Islam secara kaffah. Pintu tawar-menawar terkait hukum Allah SWT sudah jelas akan tertutup rapat. Yang ada adalah fastabiqul khairat, saling berlomba dalam menjalankan semua perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Mulai tingkat pejabat hingga rakyat. Maka untuk saat ini, sejatinya esensi amar ma'ruf nahi munkar yang telah Baginda Rasulullah SAW contohkan adalah dakwah untuk membaiat seorang khalifah yang akan menerapkan Islam secara sempurna dalam institusi Daulah Khilafah Rasyidah, hingga dengannya mutiara-mutiara umat akan tetap terjaga dan terus memancarkan cahayanya, tidak hanya Indonesia tapi seluruh dunia. Insya AIIah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 148, April 2015
---

Bergegas Meraih Ampunan Allah



Anas bin Malik ra. menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT telah berfirman: “Hai Anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, Aku pasti akan mengampuni kamu atas dosa-dosa yang kamu lakukan, dan Aku tidak peduli. Hai Anak Adam, andai dosa-dosamu seluas langit, lalu kamu memohon ampunan kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kamu. Hai Anak Adam, sesungguhnya jika engkau mendatangi Aku dengan membawa dosa sepenuh isi bumi, lalu engkau berjumpa dengan Aku tanpa menyekutukan Aku dengan apapun, maka pasti Aku akan mendatangi engkau dengan ampunan sepenuh isi bumi pula.” (HR. at-Tirmidzi)

Anas ra. juga menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasul SAW bersabda, ”Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, andai kalian berdosa hingga dosa-dosa kalian memenuhi langit dan bumi, lalu kalian memohon ampunan kepada Allah, pasti Dia akan mengampuni kalian.” (HR. Ahmad)

Menurut Ibn Rajab dalam Asbab al-Maghfirah (I/1), hadits penuturan Anas ra. di atas mengandung tiga sebab yang memungkinkan kita untuk mendapatkan ampunan Allah SWT.

Pertama: Berdoa dengan penuh harapan. Berdoa tentu diperintahkan dan pasti akan Allah kabulkan, sebagaimana firmanNya: “Berdoalah kalian kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan.” (TQS. Ghafir: 60)

Dalam hadits disebutkan bahwa Rasul SAW pernah bersabda, ”Sesungguhnya doa itu ibadah." Lalu Beliau membacakan ayat ini (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Majah dan an-Nasa'i)

Namun demikian, doa yang pasti dikabulkan oleh Allah mengharuskan sejumlah syarat. Di antara syarat yang terpenting adalah menghadirkan kalbu, seraya sungguh-sungguh berharap kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan sabda Rasul SAW sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah, "Berdoalah kalian kepada Allah dan yakinlah kalian bahwa Allah akan mengabulkan doa kalian. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengabulkan doa yang berasal dari kalbu yang lalai dari mengingat-Nya. " (HR. at-Tirmidzi)

Karena itu, menurut Ibn Rajab (I/1), seseorang dilarang berdoa dengan mengatakan dalam doanya, misalnya, ”Ya Allah, jika Engkau berkenan, ampunilah aku.” Akan tetapi, dia harus bersungguh-sungguh dalam memohon karena Allah sangat suka dipinta oleh hamba-Nya.

Seorang yang berdoa juga dilarang tergesa-gesa hingga kemudian meninggalkan doa saat merasa doanya tidak dikabulkan. Justru sikap demikian menjadi penghalang terkabulnya doa. Dengan kata lain, seorang hamba hendaknya tak pernah terputus untuk terus berdoa dan berharap doanya Allah kabulkan serta tidak mudah berputus asa. Apalagi Allah SWT sesungguhnya amat senang mendengarkan rintihan orang yang berdoa. Di dalam suatu hadits dinyatakan, ”Jika seorang hamba berdoa kepada Allah SWT sementara Allah menyukai dia, maka Allah SWT berfirman kepada Jibril as.: “Jibril, janganlah engkau terlalu cepat memenuhi hajat hamba-Ku ini karena sesungguhnya Aku senang mendengarkan rintihannya (saat berdoa),” (Ibn Rajab, I/2).

Allah SWT juga berfirman (yang artinya): “Berdoalah kamu kepada Allah dengan penuh rasa takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (TQS. Al-A'raf: 65)

Karena itu selama seorang hamba terus merajuk dalam berdoa, terus berharap doanya dikabulkan, dan tidak putus-putusnya ia dalam berharap, maka doanya lebih berpotensi untuk dikabulkan.

Kedua: Banyak ber-istighfar meskipun banyak dosa. Istighfar bermakna memohon ampunan dengan menjaga diri dari keburukan dosa-dosa. Istighfar tentu diperintahkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: “Ber-istighfar-lah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (TQS. Al-Muzammil: 20); “Ber-istighfar-lah kalian dan bertobatlah kalian kepada-Nya” (TQS. Hud: 3).

Namun demikian, istighfar harus dibarengi dengan tobat. Bisa dikatakan bahwa istighfar adalah permohonan ampunan secara lisan, sementara tobat adalah melepaskan dosa-dosa.

Ketiga: Tauhid. Tauhid adalah sebab terbesar untuk bisa menggapai ampunan Allah SWT. Tanpa tauhid, tak ada ampunan. Sebaliknya, siapa saja yang memohon ampunan kepada Allah seraya tetap mentauhidkan-Nya, pasti Allah akan mengampuni dirinya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (TQS. an-Nisa': 48).

Alhasil, marilah kita bergegas meraih ampunan Allah SWT dan bersegera bertobat kepada-Nya, tentu seraya memenuhi ketiga syarat di atas. Wa ma tawfiqi illa bilLah.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 141
---

#YukNgaji Sampai Mati!



Muslim Youth Movement (MYM) 2015. Event remaja kolosal yang diadakan oleh Lembaga Dakwah Sekolah Hizbut Tahrir Indonesia ini, alhamdulillah terlaksana dengan sukses Februari lalu. Live report dan video streaming secara serempak membanjiri sosmed demi menayangkan event megah yang dihadiri total peserta puluhan ribu remaja di 43 titik kota dan kabupaten di seluruh lndonesia.

Beberapa daerah bahkan diliput oleh media cetak dan dapat slot relay di saluran TV lokal. Event ini patut menjadi bagian dalam sejarah, karena jarang bahkan belum pernah ada event yang khusus menghadirkan remaja Muslim dalam jumlah masif dan bukan dalam rangka hura-hura atau kemaksiatan, melainkan membahas secara gamblang permasalahan remaja dan bagaimana mereka bisa menjadi bagian dari solusinya.

Merinding ngeliat para remaja en remaji Nusantara saat ikut MYM 2015. Semangatnya menggebu-gebu kaya gunung berapi mau meletus. Sayang banget kalo semangat perubahan ini cuman mentok dalam arena MYM 2015 se-Indonesia. Idealnya, gelora perubahan remaja tetap terjaga meski sudah berada di luar arena. Karena MYM 2015 bukan mengejar euforia remaja, tapi semangat perubahan yang terus menyala hingga dunia memisakan kita. Ciee.

Dongkrak Semangat Ngajimu!

Seumur hidup, kita nggak bisa lepas dari proses belajar. Keterbatasan sebagai manusia menuntut kita untuk terus-menerus ngaji agar bisa bedain mana yang bener dan mana yang salah untuk kebaikan diri kita. Nggak heran kalo Khalifah Umar ra. pernah bilang, ”Tuntutlah ilmu agama sebelum kalian semua menjadi pemimpin. Sesungguhnya para sahabat Nabi SAW belajar sedangkan mereka usia lanjut." (Shahih Bukhari,jilid I, h.16)

Biar semangat ngaji tak pernah mati, sering-seringlah berbagi. Air yang menggenang bisa jadi sarang penyakit, tapi air yang mengalir akan ngasih banyak manfaat. Begitu juga dengan ilmu. Kalo cuman untuk konsumsi pribadi, sayang banget. Karena kita bakal kehilangan kesempatan untuk nambah ilmu dan pahala. Rasul SAW ngingetin, ”Barangsiapa yang mencari suatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka Allah mengikatnya dengan suatu kendali dari api neraka.” (HR. Abu Dawud).

Kalo ilmu kita disampaikan, pastinya kita siap mempertanggungjawabkannya. Kalo ada umpan balik dari orang lain berupa kritikan, saran, atau usul kita berani ngasih respon sesuai kemampuan. Kalo belum mampu, masukan itu ibarat mesiu yang bisa memicu semangat ngaji kita agar tetep nyala. Semakin banyak ilmu yang kita sampaikan, semakin banyak pula tambahan ilmu dan pahala yang kita raih. Rasul SAW besabda, “Allah akan menyinari (wajah) orang yang mendengarkan sesuatu (yakni ilmu) dariku kemudian ia menyampaikannya…” (HR.Tirmidzi).

Sahabat, kalo semangatnya masih memble, jadikan ilmu bagian dari diri kita. Rasul SAW bersabda, “Jadilah kamu orang yang alim atau orang yang menuntut ilmu, atau sebagai orang yang mendengarkan (ilmu), atau orang yang cinta (terhadap ilmu), akan tetapi janganlah kalian menjadi orang-orang kelima (orang yang bodoh) nanti kalian akan binasa." (Al-Fathul Kabir, Jilid I, h.204)

Investasi Dunia Akhirat Lho!

Keliatannya emang menjemukan, tapi sebenernya kegiatan ngaji penting banget buat hidup kita. Karena setiap hari hidup kita mengalami perubahan. Mulai dari sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan hidup kita hingga kondisi lingkungan dan budaya. Kebayang kalo kita males ngaji, hidup kita bakal nubruk sana-sini. Rugi banget tuh!

Makanya Allah ngasih penghargaan lebih bagi orang-orang yang doyan ngaji dan getol menuntut ilmu. Seperti ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya: ”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS. Al-Mujadalah [58]: 11)

Selain untuk kehidupan dunia, kita juga mesti mengenal Islam lebih dalam sebagai persiapan bekal untuk kehidupan akhirat nanti. Rasul SAW bersabda, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus Allah untuk membawanya laksana air hujan yang sangat lebat menyirami bumi. Di antara tanah (bumi) itu terdapat tanah yang layak menerima air, kemudian menumbuhkan pepohonan, dan rerumputan yang banyak. Ada pula tanah yang keras, sehingga dapat menampung air. Tanah semacam ini memberi manfaat kepada manusia. Mereka dapat minum, mandi, atau mengairi serta menggembala di atasnya. Hujan itu meyirami pula bagian bumi lain yang berupa tanah berpasir yang tak dapat menampung air dan menumbukan rerumputan. Itulah perumpamaan orang belajar dienullah. (HR. Bukhari)

Sahabat, kayanya nggak ada alasan dong buat kita untuk berhenti mengaji. Meski event MYM 2015 sudah berakhir, jangan sampe semangat ngaji kita juga buyar. Kejar deh perwakilan Lembaga Dakwah Sekolah terdekat. Ikutin kegiatannya yang inspiratif. Dekati para pembinanya yang shalih. Jalin persahabatan dengan siapa saja yang sama-sama ngaji. Biar bisa saling mengingatkan dan menguatkan dan sama-sama masuk surga. So, tunggu apalagi? #YukNgaji!

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 146, Maret 2015
---

Iman, Hijrah Dan Jihad



Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, itulah mereka yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS. Al-Baqarah [2]: 218).

Terkait ayat di atas, Imam as-Sa'di di dalam kitab tafsirnya menyatakan, bahwa ketiga perkara ini (iman, hijrah dan jihad) merupakan tanda kebahagiaan (‘unwan as-sa'adah) bagi seorang Mukmin. Melalui ketiganya, seseorang bisa diketahui apakah beruntung atau merugi.

Pertama: tentang iman, tentu tak perlu dipertanyakan lagi keutamaannya. Betapa tidak, bukankah iman adalah pemisah/pembeda antara orang-orang bahagia dan orang-orang sengsara; antara penduduk surga dan penghuni neraka? Karena iman juga, jika iman ini ada pada seorang hamba, amalan kebaikannya berpotensi diterima oleh Allah SWT. Sebaliknya, jika seorang hamba tidak memiliki iman maka seluruh perilaku baiknya, keadilannya, amalan wajib maupun sunnahnya tidak akan diterima.

Kedua: terkait hijrah. Hijrah adalah tindakan meninggalkan segala perkara yang dicintai dan disukai semata-mata demi meraih keridhaan Allah SWT. Karena itulah seorang yang berhijrah sanggup meninggalkan tanah airnya, hartanya, keluarganya dan sahabatnya semata-mata demi mendekatkan diri kepada Allah SWT dan demi menolong agama-Nya.

Ketiga: tentang jihad. Jihad adalah mengerahkan segenap upaya untuk memerangi musuh serta berupaya keras untuk menolong agama-Nya dan menghancurkan agama setan. Jihad adalah puncak amal shalih. Balasan pahalanya adalah pahala terbaik. Jihad adalah sebab terbesar bagi perluasaan wilayah kekuasaan Islam dan bagi kehinaan para penyembah berhala. Jihad juga menjadi faktor terbesar yang menjadikan kaum Muslim aman, baik menyangkut jiwanya hartanya maupun anak-anaknya.

Siapa saja yang melakukan ketiga perkara ini (iman, hijrah dan jihad) dengan sanggup menanggung segala kesusahan dan kesulitannya, maka pasti melakukan perkara lainnya akan jauh lebih sanggup dan lebih sempurna. Orang-orang yang merealisasikan iman, hijrah dan jihad; mereka itulah orang-orang yang benar-benar mengharap rahmat Allah SWT. Hal ini karena mereka benar-benar telah mendatangkan sebab bagi kepastian datangnya rahmat Allah SWT.

Ini sekaligus menjadi dalil bahwa harapan akan kebahagiaan tidak akan pernah terwujud kecuali dengan mewujudkan sebab-sebabnya. Adapun harapan yang disertai dengan kemalasan dan tanpa upaya keras mewujudkan sebab-sebabnya, itu hanyalah kelemahan, angan-angan dan sikap main-main. Hal itu justru menjadi bukti kelemahan tekad dan kekurangan akal pelakunya, persis seperti orang yang mengharap punya anak tetapi enggan menikah.

Ayat inipun menegaskan, bahwa saat seseorang telah mewujudkan sebab-sebab yang bisa mendatangkan kebahagiaan, tidak seharusnya ia bersandar pada sebab-sebab tersebut. Ia tetap harus berharap pada rahmat Allah; tetap harus berharap amal-amalnya diterima, dosa-dosa diampuni dan aib-aibnya ditutupi. (Lihat: As-Sa'adi, Taysir al-Karim ar-Rahmaan fi Tafsir al-Kalam al-Manan, I/98).

Khusus terkait hijrah, saat ini kita memasuki tahun baru hijrah. Tahun Hijrah tentu penting untuk diingat. Pasalnya, Tahun Hijrah ditetapkan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. berdasarkan peristiwa penting dalam sejarah Islam, yakni hijrah Baginda Rasulullah SAW dan kaum Muslim dari Makkah ke Madinah. Hijrah menandai pembedaan secara tegas -sebagaimana kata Umar bin al-Khaththab ra.-antara keimanan dan kekufuran; antara darul kufur dan Darul Islam. Hijrah Nabi SAW bahkan menjadi momentum bagi kebangkitan Islam. Di Madinahlah Nabi SAW secara riil menerima kekuasaan dari kaum Anshar. Di Madinah pula awal mula tegaknya Daulah Islam, Islam tersebar luas secara cepat melalui dakwah dan jihad yang dilakukan oleh Daulah Islam.

Karena itu, jika akhir-akhir ini di tengah-tengah kaum Muslim ada tradisi baru setiap tahun, yakni peringatan tahun baru hijrah, tentu ini patut diapresiasi. Hanya saja, memahami hakikat hijrah secara syar'i tetap jauh lebih penting. Secara syar'i, hijrah didefinisikan oleh jumhur Ulama sebagai al-intiqal min dar kufr[in] ila Dar al-Islam (berpindah dari negeri kufur ke Negara Islam). Dengan kata lain, hijrah bisa dimaknai sebagai: berpindah dari sistem jahiliah ke sistem Islam. Hijrah seperti ini meniscayakan umat memiliki Dar al-lslam atau Daulah Islam. Tanpa adanya Daulah Islam seperti saat ini, hijrah syar'i tentu tak akan terealisasi. Karena itu upaya kaum Muslim untuk terus memperjuangankan tegaknya kembali Daulah Islam atau Khilafah Islam amatlah urgen. Hanya dengan itulah harapan umat Islam untuk melangsungkan kembali hijrah syar'i dari dar kufr ke Darul Islam bisa terealisasi. Hanya dalam Darul Islamlah umat ini bisa mewujudkan kehidupan yang Islami, yang ditandai dengan penerapan syariah Islam secara kaffah. Wa ma tawfiqi illa billah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 138, Nopember 2014
---

Kebangkitan Kaum Muslimin Adalah Keniscayaan



Oleh: Aisyah Salsabila, Siswi kelas XII IPA 2 SMA IT Kyai Sekar Al-Amri

Indonesia menyumbang 13,1 persen dari jumlah total populasi Muslim sedunia. Dengan kata lain, Indonesia merupakan negeri Muslim terbesar sejagat raya. Namun ternyata, identitas Muslim ini hanyalah formalitas belaka. Buktinya, semakin hari minuman keras semakin merebak, angka perzinaan semakin meningkat, jumlah koruptor semakin bertambah dan lain sebagainya. Belum lagi, hari ini MEA dicanangkan, BPJS semakin ditekankan lalu diikuti oleh gempuran propaganda kesetaraan gender dan LGBT yang masif. Dengan motif beragam antara lain ekonomi dan gengsi, muncullah budaya sekuler seperti materialistis, hedonis, dan permisif di kalangan umat.

Itulah kabar kaum Muslimin di Indonesia. Lalu, bagaimana kabar kaum Muslimin di belahan bumi lain? Hari ini, sekitar 1,09 juta kaum Muslimin di Suriah terkepung dalam kondisi memprihatinkan. Banyak korban perang berjatuhan di bumi Palestina. Dan masih banyak lagi kabar yang mengiris hati. Kenyataannya, predikat 'The Sickman’ yang disandang kaum Muslimin sejak kehancuran Daulah Utsmaniyah belum bisa disingkirkan dari citra kaum Muslimin.

Kondisi ini tentu bertentangan dengan prediksi NIC, bahwa pada tahun 2020 akan muncul tiga kekuatan ekonomi global yaitu Cina, india, dan Islam. Mau diakui atau tidak, kekuatan ekonomi Islam ini pastilah berbentuk sebuah institusi negara yakni khilafah. Lantas, dengan wajah dunia Islam yang tercoreng moreng seperti saat ini, mungkinkah kaum Muslimin bisa jaya seperti dulu lagi?

Jawabannya tentu ”iya". Kaum Muslimin akan bangkit dan berjaya sebagaimana janji Allah dalam QS an-Nur: 55 dan bisyarah Rasulullah dalam banyak hadits shahih. Bagaimana mungkin? Pertanyaan yang pantas bukanlah 'Bagaimana mungkin?' karena hal ini merupakan keniscayaan. Yang pantas kita tanyakan adalah 'Bagaimana caranya?'

Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana cara kaum Muslimin menjadi umat terbaik, meraih kejayaan dan kemulian melalui lembaran sirohnya. Bermula dari diangkatnya Beliau sebagai Rasul, lalu menyampaikan Islam secara sembunyi-sembunyi dan membina para sahabat hingga Allah memerintahkan untuk-berdakwah secara terang-terangan.

Namun dengan segala makar orang Quraisy, Mekkah dirasa tak memungkinkan dijadikan titik awal dibumikannya hukum Allah. Lalu beliau mendakwahi para pemuka kabilah lain dan suku 'Aus dan Khazraj-lah yang bersedia menyerahkan kepemimpinan kepada Beliau. Rasulullah dan para sahabatpun hijrah. Dari titik itulah, kaum Muslimin membangun masyarakat bertakwa dan sejahtera, menaklukkan Persia dan menguasai sebagian Romawi. Mereka berhasil memimpin 2/3 bumi dan jadilah mereka mercusuar dunia yang dikagumi dan disegani. Jadi kesimpulannya adalah kita butuh khilafah yang telah dihapuskan 91 tahun lalu.

Manhaj Rasulullah tersebut takkan kadaluwarsa, bahkan di zaman modern seperti sekarang. Betapapun terpuruknya kaum Muslimin, telah muncul para pembaharu yang mampu menganalisa sebab-sebab kemunduran kaum Muslimin dan mampu memberi solusi sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah nabawiyah.

Kita tak perlu menunggu kaum Muslimin bersatu dulu baru menegakkan khilafah. Tapi, menggiatkan dakwah menyadarkan umat di daerah yang kita pijak sendiri dengan bergerak bersama jamaah dakwah yang manhajnya sesuai manhaj Rasulullah. Karena hakikatnya, persatuan kaum Muslimin baru terbentuk setelah khilafah berdiri. Nantinya, khilafah akan berdiri di satu titik yang majal. Dengan kebijakan politik luar negri yakni dakwah dan jihad, khilafah akan membebaskan negeri-negeri yang dulu pernah dinaunginya termasuk Indonesia ataupun yang belum. Tentang di manakah majal itu nanti, apakah di Suriah, Palestina atau mungkin lndonesia? Wallahua'lamu bish shawab. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 169, Maret 2016
---

Keluarga Berideologi Islam Pencetak Generasi Cemerlang


Indonesia darurat pelecehan seksual, darurat narkoba, darurat pergaulan bebas dan darurat HIV/AIDS. Jika kita abai, lalai dan bersikap masa bodoh akan fenomena ini, ke depan bangsa ini akan didominasi oleh generasi hedonis yang menyukai kehidupan materialistis penuh hura-hura dan kebebasan, generasi pembuli, generasi tawuran, generasi pemerkosa, generasi sakau dan lain sebagainya. Mereka adalah generasi gagal yang melihat kehidupan ini dengan pemikiran dangkal. Tolok ukur hidup bagi mereka ini hanya dilihat dari kacamata materi dan manfaat.

Bagaimana generasi ini lahir? Tidak dapat kita pungkiri bahwa keluarga menjadi pilar utama yang menduduki posisi pertama bagi pembentuk output pendidikan generasi masa depan, di samping juga peran masyarakat dan negara ikut mempengaruhi dalam pendidikan anak. Keluarga yang tidak respek terhadap pendidikan anak, dari sisi penanaman akidah, maka akan membentuk anak yang jiwanya senantiasa resah sepanjang perjalanan hidupnya. Demikian pula jika orangtua tidak membekali anak dengan aturan Islam dan standarisasi perbuatan yang dilekatkan padanya maka anak akan cenderung lahir sebagai individu tak memiliki adab, tanpa aturan dan sekehendak hati.

Menjadi keluarga ideologi Islam di tengah masyarakat yang sekularis, materialis dan liberalis dewasa ini merupakan sebuah kebutuhan mendasar bagi keluarga Muslim khususnya.

Dalam Islam, proses pendidikan anak telah dimulai sejak usia pra-baligh. Terdapat tiga tahapan yang hendak dicapai: pertama, menyiapkan anak menjadi waladin shalih (anak yang shalih) dengan mendidik anak melaksanakan amal shalih secara tuntas dan rutin.

Kedua, pembentukan pola pikir anak menuju level kecerdasan dan kecemerlangan berpikir. Pada tahap ini anak diajak untuk mengarahkan perhatiannya terhadap benda-benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup di sekitarnya dan dirinya sendiri. Hingga ia dapat membuktikan dengan akalnya bahwa alam semesta, kehidupan dan dirinya sendiri ada yang menciptakan. Dan Tuhan yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini pastilah azali (tak terbatas) baik Baqa' (kekal) yaitu tidak mungkin hancur atau binasa dan Qidam (tak terbatas waktu) yaitu tidak berawal dan tidak berakhir.

Ketiga, membangun kesadaran akan hubungannya dengan Allah dalam setiap amal perbuatannya sehingga anak dapat melakukan aktivitas amal shalih secara mandiri tanpa perlu diperintah setiap saat oleh orangtuanya.

Dalam keluarga ideologis yang Islami, ayah berperan sebagai penegak, pengawas dan pemelihara jalannya sistem. Sementara ibu pelaksana berjalannya sistem. Dalam proses pengasuhan seorang ibu dituntut memiliki kapasitasnya sebagai guru pertama bagi anak (ummun madrasatul ula) dan pengatur rumah (ummun wa rabbah al-bayt).

Keluarga berideologi Islam mencetak generasi cemerlang. Anak-anak yang dididik dalam keluarga tumbuh menjadi anak yang memiliki kepribadian khas dan istimewa. Anak-anak semacam ini telah menemukan jati dirinya sebagai anak Muslim yang terikat aturan Allah karena kepahaman dirinya sebagai mahluk ciptaan-Nya. Mereka mampu menggali potensi hidupnya sehingga dapat berkarya dalam bidang sains dan teknologi tidak lain karena ia paham tujuan hidup di dunia ini hanya mencari ridha Allah SWT.

Merekapun memiliki misi dan visi hidup terkait pemahamannya tentang kehidupan setelah kematian. Dengan demikian, kesuksesan dan kegagalan suatu generasi sesungguhnya tidak terlepas dari sistem kehidupan yang melingkupinya.

Jika kasus Yuyun, Eno dan masih banyak lagi terus bermunculan dengan jumlah kasus yang semakin masif, itu karena tidak ada penjagaan bagi terpeliharanya syariah Islam di tengah umat. Keluarga, masyarakat dan negara tidak menjadikan hukum syara' sebagai sistem hidup. Sementara keluarga Islam ideologis adalah oase di tengah padang pasir sekularisme, liberalisme, demokrasi yang menyengsarakan. Ia akan melahirkan generasi cemerlang yang bertakwa, pengemban dakwah dan calon pemimpin masa depan yang memayungi umat dengan menjunjung tinggi syariah kaffah. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 175, Juni 2016
---

Anak Di Indonesia yang Dambaan Surga



Daftar panjang kerusakan dunia remaja Muslim seperti tidak bisa dihentikan. Lihat saja, mulai dari tawuran, pemerkosaan, geng motor, vandalisme, pencurian, mabuk-mabukan, bahkan pembunuhan teman dan keluarga sendiri.

Tentu ini membuat hati kita miris karena sebagian besar penduduk Indonesia (termasuk para remajanya) adalah Muslim. Yup, Muslim yang dalam firman Allah disebut sebagai khairu ummah dan dijanjikan Surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Pertanyaannya: apakah ini kelakuan orang-orang yang didambakan Surga? Kalau jawabannya bukan, mau tau ngga sob gimana caranya biar kita didambakan Surga?

”Bersegeralah kalian kepada ampunan Allah SWT dan menuju Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Lihat: QS. Ali Imran:133)

Apa sih yang disebut takwa? Jumhur ulama menyatakan bahwa takwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangannya. Inilah sob yang harus sama-sama kita lakukan. Perintah Allah tidak hanya meliputi habluminallah,tetapi juga habluminannas. Ada aturan Islam berkaitan dengan pergaulan, makanan, pakaian, bahkan terkait pendidikan, politik, hukum, dan negara.

Semua aturan tersebut diturunkan kepada kita agar kita selamat dari berbagai kerusakan. Sebaliknya, hidup tanpa aturan Islam hanya akan mendatangkan kerusakan dan sengsara, salah satunya ya mewabahnya AIDS dan penyakit-penyakit lain yang timbul akibat kemaksiatan yang dilakukan manusia itu sendiri.

Kalo bicara contoh atau teladan tentang remaja-remaja yang didambakan Surga sudah tentu adalah para sahabat Rasulullah yang sudah berjuang sedari remaja. Kita masih ingat bagaimana kisah heroiknya Ali bin Abi Thalib, yang dengan berani mengambil posisi Rasul sehingga beliau bisa berhijrah dengan mengelabui orang-orang Quraisy. Kita juga tahu riwayat Mush'ab bin Umair yang tiada hari tanpa henti mengajak para tokoh Yastrib untuk memeluk Islam dan menyerahkan nusrah kepada Rasulullah SAW.

Begitupun kisah-kisah pemuda Muslim lainnya yang syahid di medan perang, sementara para bidadari Surga merindui mereka karena kemuliaannya. Mereka meninggalkan kesenangan-kesenangan duniawi, gaya hidup bebas semasa jahiliyah, dan meraih ketakwaan agar bisa mendapatkan kebahagiaan yang sejati di Akhirat kelak.

Sobat, yang namanya perubahan pasti sesuatu yang berat, apalagi bagi kita yang sudah terbiasa hidup dalam sistem Sekularisme ini. Untuk itu jangan sendirian! Gabung dengan komunitas-komunitas remaja Muslim, dan kami dari LDS HTI dengan senang hati mengajak kamu-kamu untuk gabung dengan kami. Kita sama-sama dibina agar kepribadian kita sesuai dengan syariat Islam. Kita sama-sama satukan visi dan misi kita sebagai pejuang remaja agar lekas kembali kehidupan Islam yang kita cita-citakan.

Dan kita juga berharap, semoga kelak di Akhirat nanti kita akan dipertemukan kembali oleh Allah SWT di SurgaNya, karena perjuangan yang kita lakukan selama waktu kita di dunia. Aamiin ya rabbal 'alamin.

”Katakanlah: "Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu? Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya.” (TQS Ali Imran: 15).

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 163, Desember 2015
---

Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam