Oleh: Bey Laspriana,
Konsultan Syariah Marketing Communication
Siapapun Muslim yang
yakin dengan segala yang ada dalam Al-Qur’an, sudah tahu bahwa sesungguhnya
Islam adalah agama yang membawa kerahmatan bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamiin), sebagaimana tercantum
dalam surat al-Anbiya (21): 107, ”Kami tidak mengutus Kamu [Muhammad], kecuali
untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
Melalui ayat ini pula
Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa ketika Islam diturunkan di muka bumi
ini melalui RasulNya, Nabi Muhammad SAW, maka pasti bumi dan segala isinya akan
mendapatkan rahmat dari Sang Khalik. Mungkin kita akan bertanya, apa sesungguhnya
yang dimaksud 'rahmat' itu?
Al-'Allamah Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani, rahimahu-Llah menjelaskan, bahwa tujuan Rasulullah SAW
diutus adalah agar risalahnya menjadi rahmat bagi manusia. Rasul SAW menjadi
"rahmat bagi manusia” bermakna bahwa risalahnya diturunkan untuk
mewujudkan kemaslahatan [jalb al-mashalih]
bagi mereka dan mencegah kemafsadatan [dar'u
al-mafasid] dari mereka. Kemaslahatan dapat terwujud dan kemafsadatan
bisa dicegah jika dan hanya jika syariah Islam diterapkan dalam sebuah sistem
secara holistik, lengkap dan sempurna-kaffah sesuai yang Allah Swt. kehendaki.
”Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah
kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagi kalian.” (TQS. Al-Baqarah [02]: 208).
Mari kita pandang dan
bayangkan andai negeri ini diatur dengan syariat Islam. Indah rasanya… Saat
anak-anak muda kita terjaga dari perilaku hidup bebas yang menjerumuskan mereka
ke dalam jurang kemaksiatan dan penyakit lantaran penguasa negeri ini mengatur
interaksi (pergaulan) laki-laki dan perempuan dengan syariah-Nya. Pastilah masa
depan negeri ini akan cerah oleh generasi muda yang siap meneruskan estafet
kehidupan dengan lebih baik. Indah pula rasanya, saat penguasa dengan segala
tanggungjawab dan kesabarannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup rakyatnya,
hingga tidak ada lagi mereka yang tergolek lemah tak berdaya lantaran belum
memakan sesuap pun makanan.
Kaum Muslimin bersama
anggota masyarakat lainnya yang non-Muslim pun bekerjasama untuk menciptakan
berbagai kemaslahatan, saling peduli, saling menjaga dan saling menghormati
terhadap haknya masing-masing sebagai warga negara. Tidak ada lagi perbedaan antara
si kaya dan si papa, si pejabat dan si rakyat jelata, si kuat dan si lemah, si
Jawa; Sunda; Indonesia; Arab; dan si Cina, karena semuanya dilindungi haknya,
dijaga keamanannya, dipenuhi kesejahteraannya secara adil dalam kehidupan baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Namun sayangnya
harapan itu, kini barulah mimpi. Mimpi karena Islam yang seharusnya menjadi
sistem kehidupan yang diterapkan secara utuh dan menyeluruh [kaffah] belumlah terwujud. Mimpi, karena Islam
masih dipakai sebatas pemuas dahaga ruhiyah saat kegalauan menimpa kehidupan
manusia.
Islam baru diambil
sebagai simbol, slogan, asesoris. Dan Islam hanya diambil ajaran spiritual dan
ritualnya saja, sementara ajaran politiknya; ekonomi; sosial kemasyarakatan;
budaya; pendidikan; pemerintahan; akhlaknya ditinggalkan, dan sebaliknya mengambil
ajaran dan sistem kapitalis maupun sosialis, yang jelas-jelas bertentangan
dengan Islam.
Padahal Islam kaffah
sebagaimana yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW,
pernah diterapkan selama 14 abad di seluruh dunia. Memimpin umat manusia, dari
Barat hingga Timur, Utara hingga Selatan. Di bawah naungannya, dunia pun aman,
damai dan sentausa, dipenuhi keadilan. Muslim, Kristen, Yahudi, dan penganut
agama lain pun bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai selama
berabad-abad lamanya.
Begitulah Islam rahmat[an] li al-'alamin, yang telah terbukti
membawa kerahmatan bagi seluruh alam. Inilah Islam yang dirindukan oleh umat
manusia untuk kembali memimpin dunia. Membebaskan umat manusia dari perbudakan
dan penjajahan oleh sesama manusia. Menebarkan kebaikan, keadilan dan kemakmuran
di seluruh penjuru dunia.
Tidakkah kita
memimpikan ini semua? Jika ya. Maka tidak cukup bagi kita untuk menunggu
turunnya rahmat itu. Tapi rahmat itu musti kita 'jemput', kita siapkan
wadahnya, kita usahakan dan perjuangkan dengan sungguh-sungguh sehingga Allah
SWT berkenan menurunkannya pada kita. Mau tunggu apalagi?
#IslamRahmatanLilAlamin
[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 170
---