Ustadz
Abdul Haris Bustan, Pimpinan Ponpes Al-Hidayah Abepura
Hukum
Allah Tidak Bisa Ditawar-Tawar
Ustadz Abdul Haris
Bustan menyatakan, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT mau tidak mau manusia
wajib tunduk kepada hukum Allah. “Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi,” ujarnya.
Oleh
karena itu syariat Islam harus dibumikan yang tentunya harus melalui dakwah
yang intensif dan terarah. Yang pada akhirnya tatkala syariat Islam sudah
dipahami oleh masyarkat kemudian diadopsi oleh institusi negara dalam sebuah
negara Islam. “Maka saat itulah syariat Islam menjadi tegak dan dengan
sendirinya membawa rahmat bagi seluruh alam sebagaimana yang disebut Allah SWT
dalam Al-Qur’an, ” bebernya. []agus purnomo/joy
Pondok
Pesantren Al-Hidayah, Abepura, Jayapura
Meski langit mendung
dan matahari enggan mengeluarkan sinarnya, sore itu Media Umat tetap meluncur
ke Abepura untuk beranjangsana ke Pondok Pesantren Al-Hidayah. Untung saja
hujan tak segera turun hingga Media Umat diterima hangat Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Hidayah Ustadz Abdul Haris Bustan di Ponpes yang terletak di
sebuah kompleks pemukiman padat penduduk di Jalan Baru Tembus Melati No.41.
Suasana langsrmg cair,
keakraban begitu terasa. Ketika perbincangan menyinggung pesantren, Ustadz
Abdul Haris pun bercerita Al-Hidayah didirikan oleh Ustadz Drs Syukri HC, MA.
Ustadz Syukri mendirikan pesantren ini lantaran melihat besarnya motivasi masyarakat
sekitar yang sebagian besar berasal dari keluarga yang tidak mampu (yatim dan
dhuafa) untuk menganyam pendidikan agama.
“Ini sebagai wadah
untuk membantu anak-anak yang putus sekolah dan yatim piatu dari keluarga tidak
mampu untuk bisa mendapatkan pelayanan pendidikan dan hak asuh seperti
anak-anak pada umumnya,” ungkap Ustadz Haris.
Dirintis pada 1998,
yang pada awalnya hanya melalui pengajian di TPA dan TPQ, lalu pada tahun 1999
dimulai dengan lokasi 1.500 meter inilah sekolah formal Madrasah Ibtidaiyah,
dan Madrasah Tsanawiyah mulai diresmikan di bawah naungan Yayasan Al-Hidayah.
Meski animo masyarakat
yang menyekolahkan anaknya ke ponpes cukup besar namun tidak semuanya dapat
diterima. Mengingat ruang kelas yang tersedia memang terbatas serta biaya
operasional yang didapat masih minim.
Santri madin hingga
saat ini santri Madrasah Diniyah 100 orang, TK 36 orang, MI 180 orang, MTs 84
orang. Mereka semua ditangani oleh sekitar 30 tenaga pengajar yang rata-rata
lulusan sarjana di bidangnya masing-masing.
Ponpes Al-Hidayah
dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai Ponpes yang bebas biaya alias gratis,
karena memang Al-Hidayah tidak memungut biaya kepada orang tua santri.
Sedangkan dana operasional murni didapat dari para donatur tetap dan infak dari
masyarakat. Mengingat banyak santri yang berasal dari keluarga yatim dan tidak
mampu, maka pihak Ponpes tidak ingin memberatkan para orangtua santri.
Dalam keseharian,
Al-Hidayah bukan hanya mengajari, tetapi mendidik santri untuk taat beribadah,
di antaranya shalat lima waktu dan sunnah rawatib.
Oleh karena itu Ustadz Abdul Haris memberikan peraturan yang tegas dalam
mendidik para santri. Sanksi yang diberikan kepada santri yang melanggar aturan
Ponpes beragam, mulai dari ditambahnya hafalan bagi yang terlambat masuk kelas
hingga bersih-bersih WC bagi santri yang bertengkar. Tempaan itu merupakan
bentuk pembinaan agar mereka disiplin.
Menurut
Ustadz Haris, saat ini alumni Ponpes telah ada yang menempuh pendidikan ke
jenjang S2 di Makassar. Prestasi dari para santri yang patut diapresiasi yaitu
sering mendapat juara untuk perlombaan MTQ tingkat distrik kota bahkan
propinsi. Serta setiap dua pekan sekali mereka rutin mengisi kajian di Majelis
Taklim. []agus
purnomo/joy
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 172
---