…Ya, faktor agama
bagaimanapun tidak bisa diabaikan di negeri yang mayoritas Muslim ini. Dalam
kasus Ahok, persoalannya bukan sekadar dalam Islam haram memilih pemimpin
kafir, yang sedikit banyak menjadi pengganjal Ahok, penistaan agama yang
dilakukan Ahok terkait QS Al-Maidah: 51 di Kepulauan Seribu, menyentuh hal yang
paling sensitif bagi kaum Muslim.
Tidak mengherankan,
sebagai respon penghinaan ini, untuk pertama kalinya, umat Islam bisa turun ke
jalan, diperkirakan 2 juta lebih dalam aksi 212. Pembelaan terhadap Al-Qur’an
menggerakkan umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia dan dari berbagai lapis
masyarakat.
Meskipun baru bersifat
parsial dan lebih dominan faktor sentimen (perasaan), pengaitan agama dalam
pilkada DKI ini, sudah mengkhawatirkan kelompok-kelompok liberal dan sekuler di
Indonesia. Termasuk media asing pun menyoroti ini sebagai sesuatu yang membahayakan.
Tidak mengherankan, isu radikalisme, mengancam kebhinnekaan, hingga pengaitan
terhadap teroris dan ISIS demikian kuat dihembuskan terhadap umat Islam yang
menolak Ahok.
Kemenangan Anies-Sandi
pun diopinikan sebagai kemenangan kelompok radikal, intoleransi dan anti
kebhinnekaan. Presiden Jokowi sendiri pun sempat terjebak dalam permainan opini
ini, sampai-sampai menyebutkan agama dan politik harus dipisahkan. Meskipun Presiden
Jokowi kemudian meralatnya setelah mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Jadi, maraknya isu
radikalisme, terorisme, ancaman terhadap NKRI, merupakan isu propaganda sebagai
cerminan ketakutan terhadap umat Islam yang merindukan dan menginginkan
penerapan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Islam. Dan
ini bukan hal yang baru. Penjajah kolonial Belanda juga mencap umat Islam yang
ingin melepaskan diri dari penjajahan dan penindasan Belanda, yang menginginkan
syariah Islam dan bersatu di bawah naungan khilafah sebagai teroris dan
ekstrimis radikal.
Yang kita sayangkan
kalau ada elemen umat yang justru terjebak dalam propaganda ini dengan memusuhi
umat Islam yang ingin memperjuangkan syariah dan khilafah. Bahkan mau
diadu-domba, hingga menyebarkan fitnah dan kekerasaan terhadap sesama Muslim.
Padahal, sesungguhnya sesama Muslim adalah bersaudara, yang sejatinya harus
saling memperkuat dan menyayangi satu sama lain, bukan sebaliknya.
Karena itu kita perlu
ingatkan, musuh sejati umat Islam bukanlah sesama Muslim. Apalagi yang
memperjuangkan syariah dan khilafah yang diwajibkan dalam Islam. Musuh sejati
kita adalah negara-negara kapitalisme-liberal, yang telah memaksakan ideologi
penjajahan diterapkan di negeri Islam.
Negara-negara penjajah
seperti Amerika dan sekutunyalah yang telah menimbulkan api fitnah di
tengah-tengah umat Islam, menyulut konflik di negeri Islam, menjajah dan
membunuh umat Islam. Merekalah yang juga mendukung rezim-rezim represif di
negeri-negeri Islam yang telah membunuh rakyatnya sendiri, seperti yang
dilakukan oleh rezim Assad di Suriah dan Sisi di Mesir.
Sementara, Khilafah Rasyidah ala Minhajinnubuwah adalah kewajiban
syariah Islam dan kebutuhan umat Islam. Khilafah dibutuhkan oleh umat Islam
untuk menerapkan seluruh syariah Islam, mempersatukan umat, dan melindungi umat
Islam. Dengan menerapkan syariat Islam, akan menghentikan penjajahan di
negeri-negeri Islam, memadamkan api fitnah, mengembalikan kemuliaan dan
kedaulatan umat Islam.
Karena itu ke depan,
agenda penting kita adalah memperjuangkan tegaknya seluruh syariah Islam di
bawah naungan khilafah. Inilah solusi sejati umat Islam yang akan menghantarkan
kepada kebahagian di dunia dan akhirat. AllahuAkbar!
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 195
---