Lima ribu batang pohon
cabai segar, dua kilogram benih cabai dan satu kilogram benih bawang daun dan
sawi hijau berubah menjadi abu setelah dibakar di incinerator
(tabung pemusnahan) Kamis (8/12/2016) di Kantor Instalasi Karantina Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (IKBBKP SH), Tangerang, Banten.
Pemusnahan tersebut
merupakan buntut dari ditangkapnya empat warga negara Cina yang tengah bercocok
tanam di bukit terpencil Sukadamai, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada 10
November 2016 lalu.
Bukan saja bercocok
tanam secara ilegal, berdasarkan hasil uji laboratorium yang diterbitkan oleh
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian pada 24 November 2016, ternyata
benih yang mereka tanam pun positif terinfeksi bakteri Erwinia chrysantemi, organisme pengganggu tanaman karantina
(OPTK) A1 golongan 1 dan sangat membahayakan produksi nasional petani cabai
Indonesia.
”Belum ada di
Indonesia dan tidak dapat diberikan perlakuan apapun selain pemusnahan,” ujar
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Antarjo Dikin.
Menurut Ketua Lajnah
Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yahya Abdurrahman, ditemukannya
warga negara Cina yang bercocok tanam cabai harus disikapi. Apalagi WN Cina
melakukannya secara ilegal sebab visa mereka adalah visa kunjungan dan sudah
lewat masa berlakunya. Kasus adanya WN Cina yang tetap tinggal secara ilegal
itu sudah terjadi sebelumnya. Imigrasi Bogor juga telah merazia puluhan WN Cina
yang menyalahi visanya.
”Kasus serupa mungkin
saja juga terjadi di daerah-daerah lain,” ungkapnya kepada Media Umat, Ahad
(11/12/2016).
Kasus ini, menurut
Yahya, memberi sinyal bahwa serbuan warga Cina ke negeri ini bukan hanya isapan
jempol. Warga Cina yang masuk itu bukanlah tenaga ahli yang belum ada di negeri
ini. Jika melihat kasus-kasus yang ada membuktikan WN Cina itu banyak buruh
kasar, kuli di proyek-proyek yang didanai dari Cina, dan sekarang petani yang
menanam cabai, maka serbuan WN Cina itu jelas menjadi masalah.
Sebab negeri ini tidak
kekurangan tenaga kasar untuk bekerja sebagai buruh pabrik, kuli proyek dan
sejenisnya. Negeri ini juga tidak kekurangan petani, apalagi hanya untuk
menanam cabai.
“Apa yang mereka
lakukan itu sudah kriminal dan berpotensi membahayakan,” tegasnya.
Lebih berbahaya lagi,
ternyata cabai yang mereka tanam membawa bakteri berbahaya yang belum ditemukan
sebelumnya di negeri ini. Sebab bakteri berbahaya itu bisa saja menyebar
seandainya tidak keburu diketahui.
”Kasus itu harus
diusut tuntas. Jika ada kesengajaan dari mereka untuk menyebarkan bakteri
berbahaya itu, maka itu benar-benar membahayakan,” tegasnya.
Jika benar benih cabai
itu mereka bawa, itu menjadi indikasi bahwa tindakan itu telah mereka
rencanakan sebelumnya.
Juga harus diusut,
apakah mereka itu hanya petani biasa atau elemen tertentu misalnya elemen
intelijen atau lainnya yang disuruh oleh pihak-pihak tertentu dari tempat asal
mereka.
”Harus diwaspadai
bahwa cara-cara itu mungkin saja merupakan bagian dari cara-cara perang modern.
Perang modern untuk merusak sumber daya negeri target, dalam hal ini merusak
potensi hortikultura. Sebab bisa saja, bakteri itu berbahaya tidak haya untuk cabai
yang sudah dikembangkan di negeri ini, tetapi juga berbahaya untuk
tanaman-tanaman lain,” ungkap Yahya.
Jika benih itu bisa
lolos, maka ada masalah di pemeriksaan orang asing dan barang bawaan mereka di
bandara atau di pintu-pintu masuk negeri ini.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 187
---