Oleh: Luky B Rouf,
Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) HTI, Pemerhati Remaja
Sobat Muslim, kalo ada
di antara sobat semuanya yang selama berkeinginan menoreh prestasi, mewujudkan
mimpi, ingin jadi sang juara, pengin jadi leader, atawa keinginan-inginan yang
sejenis, maka syarat utama dan pertama adalah sobat semuanya harus jadi pemuda
di atas rata-rata. Koq gitu? Iya coba perhatikan, dari para leader yang sudah
pernah hadir di permukaan, mereka adalah yang memiliki kemampuan, skill,
motivasi, semangat, ilmu di atas rata-rata.
Siapa saja, misal kita
sebut Muhammad Al Fatih. Kalo teman-teman membaca biografi sejarah
perikehidupannya adalah bukti dia pemuda di atas rata-rata. Dari segi nafsiyah Islamiyyah, konon diceritakan bahwa
para tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan shalat wajib
sejak baligh dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan shalat tahajud
sejak baligh. Hanya Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan
shalat wajib, tahajud dan rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Bahkan pasukan-pasukan
pilihannya adalah pasukan yang selalu ditanamkan shaum sunnah, qiyamul lail, di samping skill alias kemampuan
perang dan strategi yang terus diasah. Dia tumbuh menjadi remaja yang memiliki
kepribadian di atas rata-rata. Dia jadi Sultan, dalam usia 19 tahun
menggantikan sang ayah. Muhammad Al Fatih menyusul menjadi pemimpin, leader
yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi
(pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz
(pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Kalo mau cari contoh
lagi, siapa pemuda di atas rata-rata? Yes, imam Asy-Syafi’i juga bisa mewakili
pemuda di atas rata-rata. Mungkin pada umumnya pemuda umur 7 sampai 9 tahun
kecenderungannya jadi anak mami, bergelayut ke pundak bapak atau ibunya, masih
merengek minta dikasih jajan. Tapi lihatlah, Imam Syafi'i umur segitu sudah
hafal Al-Qur’an, dan usia 11 tahun sudah bisa memberikan fatwa kepada kaum
Muslimin saat itu. Apa kemampuan di atas rata-rata yang diusahakan oleh
As-Syafi'i? Yaitu keinginan, ghirah, motivasinya untuk menutut ilmu. Dalam
salah satu quotenya yang cukup masyur,
As-Syafi'i berujar, ”Wallahi, hakikat
seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada maka tidak
ada anggapan baginya.” Imam Syafi'i nggak cuman berucap, tapi bilang begitu
karena dia mempraktekkannya sendiri.
Deretan para sahabat
Rasulullah SAW pun juga para pemuda yang di atas rata-rata. Sahabat Rasulullah
SAW bernama Usamah menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun. Sementara yang
menjadi prajuritnya adalah Umar bin Khatab sahabat Rasulullah SAW yang waktu
itu sudah tua. Ini menunjukkan betapa kualitas keimanan dan kekuatan ruhani
Usamah menjadi salah satu ukuran yang dipertimbangkan Rasulullah SAW ketika
menetapkan Usamah memimpin ekspedisi militer menghadapi kekuatan super power
Romawi. Lalu gimana dengan pemuda Muhammad SAW? Nggak usah ditanya, karena
Beliau SAW ditunjuk langsung oleh Allah, secara khusus sebagai pemuda terpilih
dengan diangkatnya Beliau sebagai Rasul Allah.
Ibaratnya kayak gini
sob, pernah lihat kerang? Nah, kalo teman-teman pernah lihat kumpulan kerang
yang dikumpulkan oleh para pelaut, maka di situ ada sekian banyak kerang, tapi
yang ada kerang yang dipilih dan diistimewakan berupa kerang mutiara. Karena kumpulan
kerang itu menjadi rata-rata kerang yang mungkin kalo isinya (daging) jelek
bisa dibuang, kalo mujur ya bisa disantap. Beda dengan kerang mutiara, karena
kerang tersebut di dalam tubuhnya isinya bukan daging melainkan mutiara.
Sejenis perhiasan yang harganya cukup mahal di pasar perhiasan. Nah kira-kira
begitulah gambaran pemuda yang di atas rata-rata itu.
Ok, then. Apalagi yang masih teman-teman pikirkan?
Sudah banyak contoh berserakan para pendahulu kita di masa Islam berjaya dengan
ideologinya, mereka menjadi pemuda-pemuda yang memilih kemampuan di atas
rata-rata. Jangan hanya jadi pemuda rata-rata, itu artinya juga apalagi jadi
pemuda di bawah rata-rata.
Apanya yang harus di
atas rata-rata? Ya semangatnya mengkaji Islam, motivasinya untuk dakwah dan
memperjuangkan Islam, skill atau kemampuannya juga kudu di atas rata-rata
pemuda umumnya. Dengan begitu, seorang pemuda Islam akan bisa merebut lagi
kejayaan Islam sebagaimana dulu Islam pernah berjaya selama ratusan abad oleh
para pemuda. Takbir! []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 165, Januari 2016
---