Ujian Nasional bagi
sahabat sahabat SMA telah usai. Plong
rasanya, setelah berjibaku untuk beberapa lama ikut bimbingan belajar atau les
di sekolah. Saat pengumuman kelulusan ini sebentar lagi tiba. Tapi jangan
senang dulu.
Jika dinyatakan lulus
usai ujian nasional, lantas mau apa? Tentunya, bukan corat-coret pakaian,
konvoi ugal-ugalan, atau pesta maksiat demi kegembiraan sesaat. Seorang pelajar
pasti berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang paling tinggi.
Menuntut ilmu lahir
dari motivasi karena Islam mewajibkan thalabul
'ilmi, bahkan untuk semua generasi. Ketika masa kejayaan Islam,
kebutuhan umat akan pendidikan dijamin oleh seorang Imam/kepala Negara Islam.
Dunia mengakali kontribusi para ilmuwan Muslim bagi peradaban, dan alam
merasakan kerahmatan Islam.
Sahabat, kita berharap
lahirnya kembali generasi muda Muslim terpelajar yang akan membangun kemajuan
umat ke depan. Mereka calon pakar dalam berbagai bidang keahlian, seperti
insinyur, dokter, arsitek, dan lain-lain.
Namun, potret
pendidikan sekarang menggambarkan cerita lain. Sekolah berkualitas sulit
dijangkau rakyat. Banyak potensi tersia-siakan, dan banyak cita-cita luhur
terkubur karena biaya yang membentur. Bocah putus sekolah menjadi anak jalanan
yang terlunta-lunta, ada yang terpaksa bekerja karena kebutuhan memaksa,
sarjana pun menjadi pengangguran intelektual karena gagap menghadapi dunia
nyata.
Hendaknya, pelajar
peka terhadap problematika di depan mata, dan tak terlena oleh dunia maya.
Pelajar dituntut berperan serta membawa perubahan. Dengan cara apa? Yang pasti,
tidak cukup sekadar rajin belajar untuk meraih nilai kelulusan yang tinggi.
Jalan perubahan mesti ditempuh dengan cara dakwah. Kenapa harus dakwah?
Sederhananya, dakwah
adalah mengajak kepada kebaikan, seperti mengingatkan teman untuk tidak
pacaran, mengajak untuk rajin dzikir, ibadah, dan mengajarkan akhlakul karimah. Lebih dari itu, dakwah lebih
luas cakupannya.
Siapa yang tak ingin
sekolah atau kuliah yang berkualitas dengan biaya ditanggung negara sepenuhnya?
Ijazah dan gelarnya tidak sia-sia, karena dunia karya dan kerja sangat terbuka.
Siapa yang tak tertarik untuk hidup sejahtera, karena semua kebutuhan dipenuhi
selayaknya? Meskipun dakwah yang kita lakukan mungkin baru membuahkan hasil
kesejahteraan hidup bagi generasi mendatang, di mana mereka bisa
sungguh-sungguh mendapatkan limpahan keberkahan dalam naungan sistem Islam,
tetap saja limpahan pahala dan ridha Allah akan mengalir terus pada kita.
Apakah bisa semuanya
diwujudkan 'hanya' dengan dakwah? Sangat bisa, tentunya dengan dakwah untuk
melanjutkan kembali kehidupan Islam. Islam yang akan menggantikan ideologi
rusak kapitalisme yang gagal menciptakan kesejahteraan sekarang ini. Sebagai
ideologi, Islam akan mewujudkan kebangkitan yang hakiki. Dengan dakwah, syariah
akan diterapkan sempurna dalam khilafah. Di saat keduanya terjalin, baru
terwujud lslam yang rahmatan lil 'alamin.
Beruntunglah bagi
pelajar, baik tingkat SMP maupun SMA yang telah menyadari kewajiban dakwah
seperti ini. Kewajiban utama yang dengannya akan terlaksana berbagai kewajiban
lainnya. Dengan terlibat dakwah, potensi mereka digali sedari dini. Betapa
hebatnya, jika terus ditumbuhkembangkan walau status sudah berubah, baik
menjadi mahasiswa, pekerja hingga tiba di usia senja.
Sebagaimana keinginan
untuk mencapai pendidikan tinggi, ataupun pascasarjana, sampai meraih gelar
guru besar, mestinya kita lebih mau berinvestasi untuk mengembangkan kapasitas
diri hingga menyandang gelar yang prestige
dan mulia dalam pandangan Allah, yakni sebagai pembela Islam. Betapa keutamaan
akan Allah anugerahkan, bagi pelajar yang istiqamah dalam dakwah.
Kepada sahabat pelajar
di seantero negeri, hendaknya termotivasi untuk segera merapatkan diri.
Berjuang dalam barisan dakwah dengan konsistensi, sambil belajar meraih
prestasi, menjadi para ahli, hingga memiliki kepantasan diri untuk menyambut
peradaban mulia nanti. Tunggu apalagi. Yuk,
Ngaji!
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---