Oleh: Siti Aisah,
S.Pd., ibu rumah tangga
Ketika laki-laki dan
perempuan memutuskan untuk menikah dan memiliki anak, maka dari sinilah peran
laki-laki sebagai kepala keluarga yang menjadi pengayom seluruh anggota
keluarganya. Sedangkan peran perempuan sebagai ibu dan istri menjadi poros
aktivitas dalam rumah tangga, ia menjadi tumpuan lahirnya generasi-generasi
penerus peradaban.
Mereka dianugerahi
rahim dan payudara, sehingga bisa hamil, melahirkan dan menyusui. Ini merupakan
kodrat Ilahi yang tidak bisa dipungkiri lagi keberadaannya. Tingkat imunitas
yang ada dalam ASI begitu penting bagi pertumbuhan dan perkembangan sang anak.
Semua hal itu tidak bisa diperoleh dalam tubuh laki-laki.
Kehadiran seorang anak
di tengah-tengah keluarga selalu dinanti-nantikan oleh semua pasangan
suami-istri. Lazimnya mereka akan memenuhi segala kebutuhan anak, mulai dari
sandang, pangan hingga mainan-mainan yang terkadang tidak terlalu dibutuhkan
sang anak. Setiap orangtua juga menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Salah satunya adalah masalah pendidikan, akan tetapi dalam prakteknya mendidik
anak tidaklah mudah. Apalagi dengan kesibukan orang tua di luar rumah, sehingga
dibutuhkan 'pihak ketiga' yang ikut serta dalam hal ini. Tanggung jawab masalah
pendidikan anak sepenuhnya ada dalam tanggungan orangtua. Ketika ayah-ibu sibuk
bekerja di luar rumah dan rumah bagaikan terminal yang hanya sebagai
persinggahan dan perlintasan saja.
Tumbuh kembang seorang
anak tidak akan terulang lagi, sangat disayangkan ketika para 'pihak ketiga'
lah yang mengetahui pertama kali mengenai hal ini. Dan inilah pengorbanan
sebagai seorang ibu ketika harus mengejar karier. Ia tidak tahu apa-apa
mengenai anaknya, walau ia yang melahirkannya.
Banyak kasus yang
terjadi menimpa anak baru-baru ini adalah salah satu faktor akibat dari
kesibukan para ibu di luar rumah. Sehingga berbagai kasus mulai dari
pembunuhan, penculikan, hingga pelecehan seksual terjadi.
Ayah sebagai pemimpin
dalam rumah tangga sudah menjadi kewajibannya untuk mencari nafkah. Kewajiban
ini tidak ditanggungkan kepada ibu, karena sebagai fitrahnya ibu mengurus
segala kebutuhan di dalam rumah. Ketika posisi ayah dan ibu ditempatkan secara
benar menurut syariah, maka akan terwujud keluarga yang sakinah mawadah warahmah.
Posisi yang paling
dihormati adalah menjadi ibu. Surga pun diibaratkan di bawah kakinya. Begitu
pentingnya posisi ini maka tidak bisa dianggap sepele. Pekerjaan mengurus rumah
tangga pun diibaratkan juga sebagai sedekah untuknya, bekerja di luar rumah mungkin
membutuhkan waktu 6-8 jam per hari. Tapi tugas seorang ibu kemungkinan 24 jam,
mulai dari bangun tidur hingga anggota keluarga yang lain tidur, barulah ia
beristirahat.
Tapi betapapun
beratnya tugas ini akan terbayar oleh kebahagiaan melihat keluarga, anak-anak
shalih, sehat, pintar, sukses, dan pintu surga pun terbuka lebar untuknya.
Walaupun seorang ibu yang bekerja di luar rumah hukumnya mubah, hal ini tidak
berarti mengesampingkan tugas utamanya. Karena ketika bergesernya orientasi
para perempuan terhadap peran keibuan, ini menjadi detik-detik awal
penghancuran keluarga.
Keluarga adalah
pranata awal pendidikan primer bagi seorang manusia, sehingga bagaimana mungkin
bisa terjadi proses pendidikan yang baik muncul di tengah-tengah keluarga yang broken home. Jika keluarga, sekolah dan
masyarakat adalah sendi-sendi pendidikan fundamental, maka keluarga adalah
sendi pemberi pengaruh pertama sang anak.
Karena begitu
pentingnya pendidikan anak sejak dini, ini akan membentuk pribadi yang
bermartabat, memiliki rasa kasih sayang dan yang terpenting memiliki syakhsiyah
Islamiyah (berkepribadian Islam).
Berikut tips untuk
membentuk keluarga yang berkepribadian Islam. Pertama, pondasi dasar pernikahan
adalah akidah Islam, sehingga apapun masalah yang terjadi solusinya adalah
Islam. Kedua, mempunyai visi dan misi tentang tujuan dan hakikat hidup
berkeIuarga yang sama. Ketiga, memahami fungsi dan kedudukan masing-masing di
dalam keluarga. Keempat, selalu beramar ma'ruf
nahi mungkar di antara sesama anggota keluarga. Kelima, membiasakan
melakukan amalan-amalan sunnah di dalam rumah, seperti membaca Al-Qur’an,
bersedekah, puasa sunnah bersama dll. Keenam, senantiasa bersabar dan berdoa
kepada Allah dalam situasi apapun.
Semoga dengan selalu
menghadirkan Islam di dalam keluarga, maka ide emansipasi yang digagas kaum
feminis sebagai upaya awal penghancuran keluarga bisa terbendung. Dengan
demikian kaum muslimin bisa menjadi umat terbaik yang tegak di atas
keluarga-keluarga yang kuat. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---