Ancaman
Di Depan Mata
Belum juga Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) diberlakukan, puluhan ribu buruh Cina telah menyerbu
lndonesia. Sebelumnya, barang-barang Cina membanjiri pasar-pasar di lndonesia.
Tidak hanya barang mewah, bahkan sampai bumbu dapur pun masuk dari Cina ke
Indonesia.
Menteri Tenaga Kerja
Hanif Dhakiri tak menampik kenyataan tersebut. Ia menjelaskan, sampai akhir
Juni 2015 ada 12 ribu buruh Cina di Indonesia. Sejumlah media memberitakan
beberapa proyek pembangunan infrastruktur dikerjakan sepenuhnya oleh buruh Cina
di beberapa lokasi di Indonesia.
Mereka antara lain
bekerja di proyek pembangunan PLTU Celukan Bawang di Buleleng, Bali. Proyek ini
dibangun konsorsium China Huadian Power Plant Operation Co. Ltd., China Huadian
Engineering Co. Ltd., PT CR 17, dan mitra lokal PT General Energy Bali. Pekerja
lokal di perusahaan tersebut mengeluhkan perlakuan yang tidak adil yang mereka
terima jika dibandingkan buruh asal Cina. Misalnya dalam hal upah, mess, hingga
jatah makan harian.
Selain di Bali,
pekerja Cina juga dapat ditemui di Banten. Jumlah mereka sekitar 400 orang.
Mereka membangun pabrik semen dan dermaga milik PT Cemindo Gemilang. Pihak
perusahaan mengklaim, pekerja Cina itu memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan
oleh pabrik tersebut.
Di rezim Jokowi ini
pula, pemerintah membuka kesempatan kepada pihak asing untuk menguasai properti
di Indonesia. Ini disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro beberapa
waktu yang lalu. Hanya saja ia menambahkan, kepemilikan itu hanya untuk apartemen,
bukan landed house. Kendati begitu, informasi Real Estate Indonesia (REI)
menyebutkan, di beberapa kota sudah ada orang asing yang menguasai properti
dengan mengakali hukum.
Pengawasan yang begitu
longgar terhadap orang asing di Indonesia ini pun dimanfaatkan oleh jaringan
sindikat internasional. Apakah sindikat narkoba maupun penjualan manusia
(trafficking). Yang terbaru, sebanyak 28 warga negara asing diduga terlibat
kejahatan narkoba dan cyber crime internasional ditangkap secara bersamaan di
Bandung Barat.
Sebelumnya juga
diamankan 29 pelacur di Medan. Sembilan di antaranya adalah pelacur asal Cina.
Mereka ditangkap di tempat penampungannya. Di kota-kota besar lain, pelacur
asing pun konon mudah didapatkan. Mereka berasal dari berbagai negara.
Di tengah gempuran
asing ini, kondisi ekonomi Indonesia kini terpuruk. Nilai tukar rupiah terus
melemah. Bahkan sudah melewati angka Rp 14.000 per dolar Amerika. Tinggal Rp
1.000 lagi mendekati kondisi yang sama seperti krisis 1998.
Bersamaan dengan itu,
harga-harga merangkak naik. Daging sapi dan ayam melambung tinggi. Harga
kebutuhan pokok ikut meningkat. Jangan tanya soal harga barang elektronik,
sudah naik duluan bersamaan dengan nilai dolar yang terus meningkat.
Pada saat bersamaan,
melemahnya mata Uang Cina Yuan akan mendorong masuknya barang-barang Cina ke
Indonesia. Banyak pihak mulai khawatir dengan kondisi ini karena bisa jadi
produk nasional akan tergerus oleh barang dengan harga murah dari Cina.
Yang pasti rakyat
mulai menjerit. Inflasi naik. Daya beli mereka terus menurun. Tanda-tanda
pemutusan hubungan kerja (PHK) di banyak perusahaan mulai nyata. Seperti di
Kabupaten Karawang, Jabar, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha lndonesia
(Apindo) Jabar, sudah ada 5 ribu karyawan yang dilaporkan telah diputus
hubungan kerja (PHK). Ribuan karyawan itu bekerja di sektor industri otomotif
dan manufaktur.
Dalam situasi seperti
ini, pemerintah justru menambah utang luar negeri. Per Juni 2015, utang luar
negeri Indonesia tercatat 304,28 milyar dolar AS atau setara dengan Rp 4.201
tryliun. Jumlah utang ini juga mengalami kenaikan jika dibanding awal tahun lalu.
Pada Januari 2015, utang luar negeri lndonesia yang hanya 301,18 milyar dolar.
Seperti yang dikutip
dari data BI, utang luar negeri sebesar itu atas utang pemerintah bersama Bank
Indonesia serta swasta. Porsi utang pemerintah sendiri mencapai 129,44 milyar
dolar. Posisi utang Bank lndonesia sebesar 5,15 milyar dolar. Sedangkan untuk
utang swasta tercatat sebesar 169,68 milyar dolar.
Ancaman
Asing
Sutiyoso, sekarang
Kepala Badan Intelijen Negara, saat fit and proper test di depan anggota DPR
mengemukakan berbagai ancaman potensial yang dihadapi lndonesia saat ini.
Selain ISIS, ia mengungkapkan adanya ancaman penyusupan agen asing.
Menurutnya, ancaman
kejahatan terorganisir seperti narkoba, keuangan, pedagangan manusia imigran
gelap, pembalakan liar dan penjarahan kekayaan laut semakin membahayakan
kepentingan nasional.
Mantan Wakil Danjen
Kopassus ini menilai ancaman teknologi informasi nyata dihadapi lndonesia.
Apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi. "Masyarakat
lndonesia saat ini semakin intensif memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. Di sisi lain pengaman terhadap infiltrasi melalui dunia maya serta
perang telekom dan cyber relatif masih lemah," kata Bang Yos ini.
Secara faktual,
peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik lndonesia (AEPI) Salamuddin Daeng
menyatakan, Indonesia dalam kondisi terjajah secara tidak langsung. ”Lebih
berbahaya daripada penjajahan Belanda dulu," katanya.
Penjajahan ini,
menurutnya, terjadi karena paham neoliberalisme yang diterapkan oleh negara.
Paham itu memang melegalkan seluruh sektor-sektor strategis Indonesia dikuasai
asing. "Listrik, BBM, jalan tol maupun tol laut, kapal-kapal laut,
properti, dll kini dikuasai asing. Sehingga swasta dalam hal ini asing, dapat
dengan leluasa mengendalikan dengan kata lain menjajah politik, ekonomi dan
budaya kita,” tegas Daeng.
Ia mengungkapkan, jika
dulu Belanda hanya mengangkut rempah-rempah, tetapi neoimperialisme mengangkut
semuanya. “Rempah-rempah diangkut, uang diangkut, emas diangkut, minyak
diangkut, dan seterusnya. Lalu kita, tinggal membayar utang dan bunga,"
katanya.
Kini semua
sumber-sumber kehidupan bergantung kepada negara lain." Kita jadi numpang
di negeri sendiri, bahkan seperti budak di negeri sendiri. Tapi kalau budak
masih mending ya, dikasih tempat tinggal sama tuannya, tapi kita nanti lebih
parah dari itu, kita akan tersingkir karena tidak mempunyai tempat tinggal,”
pungkas Daeng. []
IMF
Datang Tawarkan Utang?
Direktur Operasional
Dana Moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) Christian
Lagarde berkunjung ke Indonesia 1-2 September 2015. Selain menjadi pembicara
dalam seminar dengan tema: 'Future of Asia's Finance: Financing for Development
2015', Lagarde beserta rombongan IMF juga dijadwalkan bertemu Presiden Joko
Widodo (Jokowi).
Kedatangan IMF ini
bertepatan dengan kondisi ekonomi nasional yang lagi morat-marit. Meski Bank
Indonesia mengklaim, Legarde tidak akan menawarkan utang baru kepada Indonesia,
banyak kalangan justru menduga sebaliknya. IMF diperkirakan akan kembali mengiming-imingi
utang kepada Indonesia.
Desember 2014 lalu,
saat Jokowi baru duduk di kursi RI 1, IMF pun terus merayu Indonesia agar mau
mengambil utang baru. International Monetary Fund (IMF) kembali menawari
Indonesia untuk menambah utang baru. IMF menganggap Indonesia masih berpotensi
untuk menambah utang lagi.
"Kami meyakini
Indonesia masih memiliki kapasitas untuk meminjam lebih banyak," kata
Kepala Divisi IMF Asia-Pasifik, David Cowen saat itu.
Maka bukan mustahil
jika kedatangan Lagarde ini untuk maksud yang sama. Lobi tingkat tinggi untuk
merayu Jokowi dan JK, yang konon lagi bingung nyari pendapatan negara. Paling
mudah ya ngutang! Apalagi belakangan pemerintah lagi doyan ngutang. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 157, September 2015
---