Ulah
Sadis Kapitalis
Kebakaran hutan dan
lahan yang terus berulang tiap tahun pada dasarnya akibat dari kerakusan
berbagai pihak khususnya kapitalis lokal, nasional, regional bahkan global.
Kerakusan itu bersekongkol dengan nafsu jabatan dan kekuasaan.
Peneliti CIFOR, Herry
Purnomo seperti dikutip rappler. com
mengungkapkan, “Kebakaran hutan adalah kejahatan terorganisasi karena lebih
dari 90 persen disebabkan manusia atau sengaja dibakar. Tujuannya membuka lahan
perkebunan.”
Menurutnya, pembakaran
hutan merupakan cara yang paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun
kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga lahan.
Pembakaran juga
dijadikan cara pembersihan lahan yang paling murah. Menurut Herry, per hektar
lahan yang dibakar biayanya 10-20 dolar Amerika, sementara dengan cara mekanis
membutuhkan 200 dolar Amerika per hektar.
Seiring dengan makin
moncernya investasi sawit, pembakaran hutan dan lahan yang ujungnya menjadi
kebun sawit, merupakan cara menghasilkan uang dengan mudah.
Di luar masyarakat
yang menderita kerugian akibat kabut asap, sekelompok orang justru menikmati
hasil dari kebakaran hutan. Mereka adalah orang pengejar keuntungan ekonomi
dari pembakaran seperti kelompok tani, pengklaim lahan, perantara penjual
lahan, dan investor sawit. Investor sawit ini adalah para kapitalis baik
tingkat lokal, nasional, regional maupun global; perorangan maupun korporasi.
Kerakusan kapitalis
itu bisa diindikasikan oleh fakta banyak titik api terjadi di wilayah konsesi
perusahaan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) merilis daftar perusahaan
besar di balik kebakaran hutan dan lahan. Daftar itu hasil analisis kebakaran
hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah.
“Hasil analisis
menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi perusahaan. Di Hutan Tanaman
Industri (HTI) ada 5.669 titik api, perkebunan sawit 9.168,” kata Edo Rakhman,
Manajer Kampanye Walhi Nasional di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia pun menyodorkan
beberapa nama perusahaan besar seperti kelompok Sinar Mas, Wilmar, Asia Pulp
and Paper (APP), APRIL, Simederby, First Resources dan Provident. Juga
Sampoerna, PTPN, Cargil dan Marubeni. Mereka bekerja secara langsung atau
melalui anak perusahaannya.
Pembakaran lahan dan
hutan bukan hanya untuk modus land clearing (pembersihan lahan) dan
meningkatkan harga lahan. Pembakaran itu diduga juga untuk mendapatkan klaim
asuransi.
"lni modus baru,”
kata Anton Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar. Menurutnya, Walhi sedang
mendalami hal itu. Bisa jadi, katanya, pembakaran sengaja dilakukan atas kebun
tak produktif untuk memperoleh asuransi. Uangnya digunakan untuk membuka kebun
di wilayah lain.
Jika bukan sengaja
membakar, faktanya kebakaran banyak terjadi di wilayah konsesi korporasi. Jika
kebakaran itu sangat merugikan korporasi, pasti mereka akan mengerahkan sumber
daya korporasi itu untuk memadamkannya. Tapi fakta berbicara sebaliknya. Kebakaran
itu dibiarkan. Logikanya, tentu karena kebakaran itu menguntungkan bagi
korporasi itu.
Semua itu hanya
sebagian bukti bagaimana kebakaran lahan dan hutan itu sangat erat hubungannya
dengan kerakusan kapitalis, mulai cukong lokal sampai korporasi nasional,
regional dan global. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 161, Nopember 2015
---