Masih ingat kritik
Jokowi terhadap Bank Dunia dalam peringatan Konferensi Asia Afrika ke-60 April
lalu? Lembaga seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB, menurut Jokowi, tidak
memberikan solusi bagi persoalan ekonomi global.
Tak sampai sebulan
World Bank alias Bank Dunia, pertengahan Mei 2015 lalu datang. Delegasi Bank
Dunia yang dipimpin oleh Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menawarkan pinjaman
hingga 11 milyar dolar AS atau sekitar Rp143 trilyun (kurs Rp13.000) kepada
rezim Jokowi.
Seperti yang
sudah-sudah, Bank Dunia memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara
rata-rata tumbuh 6 persen dalam 10 tahun terakhir. Indonesia juga telah
berhasil memangkas separuh jumlah penduduk yang menderita kemiskinan ekstrim
dalam 15 tahun ke angka 11,3 persen.
“Kami ingin mewujudkan
salah satu komitmen pendanaan kami yang terbesar di dunia untuk Indonesia
melalui kantor perwakilan Jakarta. Kami ingin berbagi dengan Indonesia akan
pengetahuan global dan keahlian teknis kami di berbagai sektor seperti energi,
kesehatan, pendidikan, ekonomi maritim sampai ke pelayanan masyarakat di
daerah,” kata Kim di Istana Kepresidenan,Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Lupa terhadap janji
kampanyenya yang tak akan mengambil utang luar negeri baru, pemerintah pun
tergiur dengan tawaran tersebut. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
menegaskan Indonesia untuk tahun 2015 baru akan menggunakan fasilitas pinjaman
dari Bank Dunia tersebut sebesar 1 milyar dolar "Itu rencana pinjaman,
kita akan pakai sesuai kebutuhan," kata Bambang.
Pendanaan senilai
milyar dolar tersebut merupakan plafon yang ditawarkan oleh Bank Dunia. Adapun
penarikannya sesuai dengan kebutuhan dalam tiga atau empat tahun ke depan.
"Bukan untuk tahun ini,” katanya.
Ia mengatakan,
pemerintah masih membuka peluang untuk menarik pinjaman dari lembaga
multilateral. ”Selama masih defisit (anggaran), tidak mungkin kita tidak
berutang,” ujarnya.
Dampak
Utang
Utang pemerintah
mengalami peningkatan yang cukup signifikan di awal tahun 2015. Pada Januari
2015, utang pemerintah mencapai Rp2.702,29 trilyun. Jumlah utang pemerintah
pada Januari 2015 itu berarti bertambah hampir Rp100 trilyun, dibandingkan
utang per akhir Desember 2014 yang tercatat sebesar Rp2.604,93 trilyun. Bahkan
tahun ini pemerintah Jokowi telah berancang-ancang untuk berutang sebesar
Rp451,8 trilyun, melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Padahal, utang itu
mengandung bahaya. Semua utang itu mengandung bunga/riba. Semakin banyak utang
maka bunganya akan mencekik. Siapa yang harus membayar? Ya rakyat. Selain itu,
dampak yang paling hakiki dari utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat
keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi
pinjaman. Pemerintah akan didikte oleh pemberi pinjaman, dan ini telah terbukti
selama ini.
Abdurrahaman al-Maliki
dalam bukunya Politik Ekonomi Islam, mengungkap bahaya besar utang luar negeri
yakni, menurunkan eksistensi negara dan menjadi jalan penjajahan, masuknya
ahli-ahli asing, meningkatkan ketergantungan kepada negara donor, sebagai senjata
politik (as silah as siyasi)
negara-negara kapitalis kafir Barat kepada negara-negara lain untuk memaksakan
kebijakan politik, dan ekonomi. Utang luar negeri inipun sebenarnya sangat
melemahkan dan membahayakan sektor keuangan (moneter) negara pengutang.
Semakin jelas, ke mana
arah negeri ini akan dibawa oleh rezim Jokowi. Kapan kita akan mandiri? []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 152, Juni 2015
---