Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Tampilkan postingan dengan label Strategy Planning. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Strategy Planning. Tampilkan semua postingan

Pembelaan Terhadap Seluruh Ayat Al-Qur’an



Menjaga Spirit Aksi Bela Islam

Kemarahan umat Islam terhadap penistaan yang dilakukan oleh Ahok melahirkan spirit perjuangan untuk membela Islam. Spirit ini harus terus dijaga dan jangan sampai berlalu begitu saja tanpa arah dantujuan yang jelas. Pasca Aksi Bela Islam bukanlah akhir dari perjuangan umat Islam namun tentu lebih dari sekadar kasus penistaan itu.

Karena sejatinya penistaan yang dilakukan oleh Ahok hanya pada satu ayat saja yakni QS Al-Maidah 51, sementara ketika umat Islam hidup dalam naungan sistem-di luar Islam yang tidak berpedoman pada Al-Qur’an tentu jauh lebih besar bentuk penistaannya. Spirit ini harus senantiasa dijaga oleh semua komponen umat Islam.

Di antara perkara penting yang harus dipelihara dalam rangka menjaga spirit perjuangan adalah sebagai berikut: pertama, senantiasa mengeratkan persatuan berbagai komponen umat Islam. Belajar dari Aksi Bela Islam yang dilakukan sebanyak tiga kali maka menunjukan bahwa persatuan umat Islam itu adalah sangat mungkin dan riil. Umat Islam bersikap, bergerak dan berkorban tidak lain karena dorongan iman, tauhid, serta kecintaan dan pembelaan terhadap Al-Qur’an. Kebersamaan seperti ini sangat dibutuhkan oleh Islam dan umatnya. Dengan persatuan seperti ini tentu memberikan sinyal yang sangat kuat bahwa umat Islam mampu bersatu.

Kedua, meningkatkan kesadaran dan pembelaan pada seluruh ayat dan hukum Al-Qur’an. Aksi umat Islam dalam berunjuk rasa terhadap kasus penistaan Al-Qur’an oleh Ahok menunjukan bahwa umat Islam akan bersatu dan bergerak bersama membela kitab sucinya. Kitab suci yang tidak ada keraguan di dalamnya. Saat QS Al-Maidah 51 dinistakan maka umat Islam paham bahwa yang dinistakan itu adalah ayat Allah SWT. Karena itu, dengan kesadaran yang sama semestinya umat juga dapat bersatu dan bergerak untuk memperjuangkan seluruh isi Al-Qur’an agar dapat diterapkan dalam kehidupan.

Inilah bentuk keimanan hakiki umat terhadap Al-Qur’an. Umat tidak boleh mengimani sebagian ayat dan mendustakan ayat-ayat yang lain, sebagaimana firman-Nya: "Apakah kalian mengimani sebagian Alkitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tidak ada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari akhirat mereka akan dikembalikan pada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat." (TQS Al Baqarah: 85).

Ketiga, senantiasa menyadari bahwa ayat suci Al-Qur’an lebih tinggi dibandingkan dengan hukum buatan manusia. Salah besar jika umat Islam memilih landasan hidup yang berasal dari luar Islam. Karena jika hal itu yang terjadi, maka dengan sendirinya umat Islam merendahkan kedudukan Al-Qur’an di bawah hukum buatan manusia.

Karena itu, saat manusia justru berpaling dari hukum dan aturan Allah SWT, mereka diingatkan dengan firman-Nya: ”Hendaklah kamu memutuskan perkara di tengah-tengah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (TQS Al-Maidah: 49).

Keempat, perlu kekompakan seluruh komponen umat Islam dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang ingin memporak-porandakan umat Islam. Kasus ini menjadi salah satu furqan (pembeda). Melalui kasus ini maka umat Islam dapat mencatat siapa saja orang, tokoh, cendekiawan, kelompok atau organisasi yang lebih rela membenarkan bahkan membela kebatilan.

Kelima, terus berjuang untuk menegakkan syariah dan menyatukan umat dalam naungan khilafah. Spirit pembelaan yang muncul dari kasus penistaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Ahok bisa senantiasa terjaga jika arah perjuangan selanjutnya diarahkan kepada tegaknya syariah dan khilafah. Karena itu, menjadi penting bagi umat Islam di mana pun untuk berjuang menegakkan seluruh kandungan Al-Qur’an secara sempurna.

Kewajiban menegakkan khilafah merupakan fardhu kifayah yang telah dibebankan atas pundak kita semua. Perjuangan harus dilanjutkan. Jaga spirit!

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 189
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759

Pentingnya Halaqah Dalam Belajar Islam



Memahami Islam kaffah sangat penting. Cara memahami Islam haruslah dengan berguru pada seorang terpercaya dan memiliki ilmu bersanad. Saat ini, tidak cukup belajar Islam di bangku sekolah, apalagi hanya membaca buku atau merujuk referensi di Google. Belajar sampai paham harus melalui proses berpikir. Salah satunya melalui forum halaqah, yaitu duduk melingkar beberapa orang untuk membahas ilmu agama dengan dibimbing satu guru.

Saat ini, di tengah sistem pendidikan sekuler, media sekuler dan tayangan sekuler yang menjadi “referensi”, penting bagi remaja Muslim untuk mengikuti kajian Islam melalui halaqah. Dengan cara inilah remaja bisa membentengi diri dari arus opini menyesatkan. Bagaimana pentingnya halaqah untuk membina kepribadian Islam seseorang, berikut bebarapa di antaranya:

1. Berjamaah Lebih Istiqamah

Sendiri dalam ketaatan itu susah. Banyak godaan setan. Dengan berjamaah, umat Islam akan lebih kuat dan istiqamah. Ingat Surat Ali Imran: 103, ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

2. Menjalin Ukhuwah

Memiliki forum halaqah adalah cara untuk menambah saudara seiman. Pertemuan rutin dengan saudara sepemahaman akan memupuk ukhuwah yang kuat. Belajar saling memahami, berempati dan toleransi dengan tepat. Teman sejati adalah teman satu aqidah. Saling bantu, saling sayang-menyayangi karena Allah. Itulah ukhuwah sejati.

3. Menjamin Teman yang Shalih

Teman halaqah tentunya memiliki pola pikir dan pola sikap yang sama, karena telah sama-sama dibina dengan pemahaman Islam yang satu. Oleh karena itu, relatif homogen dan pastinya akan membawa pada kebaikan. Teman halaqah adalah teman shahih yang bisa membawa pada keberkahan dunia dan akhirat.

4. Menjadi Wadah Belajar Intensif

Halaqah menjadi wadah belajar Islam terbaik. Dengan memiliki jam pertemuan rutin dalam membahas Islam, maka terjamin keselamatan akidah dari tergelincir pada kekeliruan. Selalu membersihkan akal dengan mengkaji tema-tema agama terus-menerus, tanpa henti, dan mengaitkannya dengan aplikasi dalam kehidupan.

5. Periwayatan Ilmu Bersanad

Halaqah menjamin ilmu yang dipelajari bersanad, karena biasanya ditularkan turun-temurun, dari mulut ke mulut, face to face dari guru ke murid, ke murid dan seterusnya. Kitab yang dikaji tertentu, hasil pemikiran mujtahid yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Sehingga, bisa dipertanggungjawabkan kebenaran atau keshahihannya. Berbeda dengan belajar sendiri tanpa guru, tidak jelas sanadnya. Apalagi jika belajarnya melalui buku atau media tanpa ada proses berpikir dua arah, yakni diskusi sampai puas dengan guru atau pembinanya (hingga terang kebenaran). []kholda

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 198
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759

Penentu Kemenangan (Pelajaran Dari Perang Mu’tah)


Salah satu peperangan dahsyat yang terjadi pada masa Rasulullah SAW adalah Perang Mu'tah. ltulah perang antara pasukan Negara Islam pimpinan Rasulullah Muhammad SAW . dan pasukan Kerajaan Romawi pimpinan Kaisar Heraclius. Perang dahsyat ini terjadi di Mu'tah (sekitar Yordania sekarang), yang terjadi pada tahun ke-8 H (629 M), dengan hanya 3.000 personel di pihak pasukan Muslim dan 200 ribu personel di pihak pasukan Romawi.

Penyebab Perang Mu'tah ini bermula ketika Rasulullah SAW mengirim utusan bernama Harits bin Umair al-'Azdi yang akan dikirim kepada penguasa Bashrah (Romawi Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr al-Ghassani yang baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Di tengah perjalanan, utusan itu dicegat dan ditangkap oleh penguasa setempat bernama Syurahbil bin 'Amr al-Ghassani, pemimpin dari Bani Gasshaniyah (daerah jajahan Romawi) dan dibawa ke hadapan Kaisar Romawi Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal.

Pada tahun yang sama, 15 orang utusan Rasulullah SAW dibunuh di Dhat at-Talh, daerah di sekitar Syam. Hal inilah yang membuat Rasulullah SAW sedih sekaligus marah. Setelah berunding dengan para sahabat, lalu diutuslah pasukan Muslim sebanyak 3.000 orang untuk berangkat ke Syam. Ini adalah pasukan terbesar yang dimiliki kaum Muslim setelah Perang Ahzab. Saat itu Rasulullah SAW bersabda, ”Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Bila ia gugur, komando dipegang oleh Ja'far bin Abu Thalib. Bila ia gugur, panji (rayah) diambil oleh Abdullah bin Raw'ahah.” Saat itu beliau meneteskan air mata. Selanjutnya panji (rayah) itu dipegang oleh seorang 'Pedang Allah' dan akhirnya Allah SWT memberikan kemenangan (HR. al-Bukhari).

Inilah pertama kalinya Rasulullah SAW mengangkat tiga panglima sekaligus dalam satu peperangan karena beliau mengetahui bahwa ketiganya akan syahid dalam peperangan tersebut.

Menurut Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, pertempuran ini berakhir imbang karena kedua belah pihak sama-sama menarik mundur pasukannya meski yang lebih dulu menarik pasukan adalah Romawi. Namun, menurut Ibnu Katsir, dalam pertempuran ini kemenangan berada di tangan pasukan Muslim. Terkait Perang Mu'tah ini, Imam Ibnu katsir berkomentar, ”Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama adalah pasukan yang berjihad fi sabilillah dengan kekuatan 3.000 orang. Di pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan; 100 ribu orang dari Nasrani Romawi dan 100 ribu orang dari Nasrani Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum Muslim, sementara jumlah korban tewas dari kaum musyirik sangat banyak.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, 4/214).

Jumlah berbeda disebutkan oleh Ibnu Ishaq bahwa dari kaum Muslim yang terbunuh hanya 8 orang (antara lain para panglima pasukan yaitu Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah), sementara dari pasukan Romawi, yang tewas sekitar 20.000 orang.

Di dalam peperangan ini Khalid bin Walid telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat mengagumkan. Khalid ra. sendiri berkata, ”Dalam Perang Mu'tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” (Riwayat al-Bukhari).

Ibnu Hajar mengatakan, riwayat ini menunjukkan bahwa kaum Muslim telah banyak membunuh musuh mereka Mahabenar Allah SWT yang berfirman (yang artinya): “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Allah beserta orang-orang yang sabar.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 249).

Mahabenar pula Allah SWT yang berfirman (yang artinya): “Jika ada di antara kalian 20 orang yang bersabar maka akan dapat mengalahkan 200 orang.” (TQS. Al-Anfal [8]: 65)

Alhasil, dalam berjuang di jalan Allah SWT, kemenangan tidak ditentukan oleh jumlah yang banyak. Sebaliknya, kekalahan tidak disebabkan oleh jumlah yang sedikit. Hal itu pun berlaku di medan dakwah. Semua berpulang pada pertolongan Allah SWT, sementara pertolongan-Nya tentu amat bergantung pada kedekatan (taqarrub) kita kepada Allah SWT, yang dibuktikan dengan ketakwaan kepada-Nya, sebagaimana ditunjukkan oleh generasi para sahabat dulu. Wallahu a'lam.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 195
---

Muhasabah Diri



Muhasabah (menghisab) diri, dalam pandangan Haris bin Asad al-Muhasibi adalah pangkal takwa. Demikian sebagaimana ia nyatakan, ”Pangkal ketaatan adalah sikap wara' (waspada terhadap dosa). Pangkal wara' adalah takwa. Pangkal takwa adalah muhasabah diri. Pangkal muhasabah diri adalah sikap khawf dan raja’ (harap dan cemas kepada Allah SWT). Pangkal khawf dan raja' adalah memahami janji dan ancamanNya." (Abu Nu'aim al-Asbahani, Hilyah al-Awliya', 4/282).

Pentingnya muhasabah diri diungkapkan dalam kata-kata terkenal Umar bin al-Khaththab ra., “Hisablah diri kalian sebelum dihisab (oleh allah SWT). Timbanglah (amal) kalian sebelum ditimbang (oleh Allah SWT).”

Generasi salafush-shalih adalah generasi yang terbiasa menghisab dirinya lebih keras daripada penghisaban seseorang atas mitranya. Karena itu sebagian ulama menyatakan, ”Di antara tanda yang dibenci adalah seorang hamba banyak menyebut-nyebut aib orang lain dan melupakan aib diri sendiri; membenci orang lain atas dasar prasangka dan mencintai diri sendiri dengan penuh keyakinan; tidak melakukan muhasabah diri.” (Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, 1/109).

Terkait muhasabah diri ini, kita bisa belajar dari kisah Hanzhalah al-Usayidi, salah seorang juru tulis Rasulullah SAW. Ia pernah berkisah: “Abu Bakar pernah menemui aku. Lalu ia berkata, “Bagaimana keadaanmu, Hanzhalah?” Aku menjawab, ”Hanzhalah kini telah jadi munafik." Abu Bakar berkata, ”SubhanaLlah, apa yang engkau katakan?” Aku menjawab, ”Kami, jika berada di sisi Rasulullah SAW," teringat Neraka dan Surga hingga kami seperti benar-benar melihatnya. Namun, ketika kami keluar dari majelis Rasul SAW dan kami bergaul dengan istri dan anaka-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lalai.” Abu Bakar pun berkomentar, ”Kami pun begitu.” Kemudian aku dan Abu Bakar pergi menghadap Rasulullah SAW mengadukan keadaan kami. Rasulullah lalu bersabda, ”Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian mau kontinyu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidurmu dan di jalanan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulangi hal itu sampai tiga kali. (HR. Muslim).

Dalam pandangan Imam Hasan al-Bashri, muhasabah akan meringankan hisab pada Hari Akhir. Jadi tidak sepatutnya jika seorang Muslim melewati hari-harinya tanpa melakukan muhasabah diri. Sebab, dengan muhasabah itulah hati kita terjaga dari kelalaian, mulut terhindar dari mengucapkan keburukan dan perbuatan kita akan terpelihara dari segala maksiat dan kemunkaran. Menurut Ibnu Qayyim, sebagaimana dinyatakan dalam kitab Mukhtasyar Minhaj al-Qashidin, berkata,” Muhasabah diri itu sejatinya dilakukan sebelum dan setelah melakukan perbuatan.”

Muhasabah diri tentu amat penting dilakukan oleh setiap Muslim, bukan setahun sekali, tetapi setiap hari, bahkan setiap waktu sebelum datang masanya saat ia dihisab oleh Allah SWT pada Hari Akhir nanti. Pasalnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Kedua kaki searang hamba tidak akan bergeser pada Hari Kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; tentang masa mudanya, untuk apa digunakan; tentang hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu.” (HR. at-Tirmidzi).

Karena itulah, seorang Muslim sejatinya tidak bertindak atau berucap sebelum menghisab dirinya dan menimbang-nimbang apakah tindakan atau ucapannya terkategori halal atau haram. Hal itu dimaksudkan agar seluruh tindakan dan ucapannya dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ia pun sejatinya memiliki waktu khusus di malam atau siang hari untuk melakukan muhasabah diri atas segala ucapan dan tindakannya. Jika telah sesuai dengan syariah, alhamdulillah. Jika ada yang menyimpang dari syariah, hendaknya ia bertaubat kepada Allah SWT. (Lihat: Abu Abdurrahman as-Silmi, Thabaqat as-Sufiyyah, 1/33). []abi

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 188
---

Kudu Jadi Pemuda Di Atas Rata-Rata


Oleh: Luky B Rouf, Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) HTI, Pemerhati Remaja

Sobat Muslim, kalo ada di antara sobat semuanya yang selama berkeinginan menoreh prestasi, mewujudkan mimpi, ingin jadi sang juara, pengin jadi leader, atawa keinginan-inginan yang sejenis, maka syarat utama dan pertama adalah sobat semuanya harus jadi pemuda di atas rata-rata. Koq gitu? Iya coba perhatikan, dari para leader yang sudah pernah hadir di permukaan, mereka adalah yang memiliki kemampuan, skill, motivasi, semangat, ilmu di atas rata-rata.
Siapa saja, misal kita sebut Muhammad Al Fatih. Kalo teman-teman membaca biografi sejarah perikehidupannya adalah bukti dia pemuda di atas rata-rata. Dari segi nafsiyah Islamiyyah, konon diceritakan bahwa para tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan shalat wajib sejak baligh dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan shalat tahajud sejak baligh. Hanya Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan shalat wajib, tahajud dan rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.

Bahkan pasukan-pasukan pilihannya adalah pasukan yang selalu ditanamkan shaum sunnah, qiyamul lail, di samping skill alias kemampuan perang dan strategi yang terus diasah. Dia tumbuh menjadi remaja yang memiliki kepribadian di atas rata-rata. Dia jadi Sultan, dalam usia 19 tahun menggantikan sang ayah. Muhammad Al Fatih menyusul menjadi pemimpin, leader yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

Kalo mau cari contoh lagi, siapa pemuda di atas rata-rata? Yes, imam Asy-Syafi’i juga bisa mewakili pemuda di atas rata-rata. Mungkin pada umumnya pemuda umur 7 sampai 9 tahun kecenderungannya jadi anak mami, bergelayut ke pundak bapak atau ibunya, masih merengek minta dikasih jajan. Tapi lihatlah, Imam Syafi'i umur segitu sudah hafal Al-Qur’an, dan usia 11 tahun sudah bisa memberikan fatwa kepada kaum Muslimin saat itu. Apa kemampuan di atas rata-rata yang diusahakan oleh As-Syafi'i? Yaitu keinginan, ghirah, motivasinya untuk menutut ilmu. Dalam salah satu quotenya yang cukup masyur, As-Syafi'i berujar, ”Wallahi, hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.” Imam Syafi'i nggak cuman berucap, tapi bilang begitu karena dia mempraktekkannya sendiri.

Deretan para sahabat Rasulullah SAW pun juga para pemuda yang di atas rata-rata. Sahabat Rasulullah SAW bernama Usamah menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun. Sementara yang menjadi prajuritnya adalah Umar bin Khatab sahabat Rasulullah SAW yang waktu itu sudah tua. Ini menunjukkan betapa kualitas keimanan dan kekuatan ruhani Usamah menjadi salah satu ukuran yang dipertimbangkan Rasulullah SAW ketika menetapkan Usamah memimpin ekspedisi militer menghadapi kekuatan super power Romawi. Lalu gimana dengan pemuda Muhammad SAW? Nggak usah ditanya, karena Beliau SAW ditunjuk langsung oleh Allah, secara khusus sebagai pemuda terpilih dengan diangkatnya Beliau sebagai Rasul Allah.

Ibaratnya kayak gini sob, pernah lihat kerang? Nah, kalo teman-teman pernah lihat kumpulan kerang yang dikumpulkan oleh para pelaut, maka di situ ada sekian banyak kerang, tapi yang ada kerang yang dipilih dan diistimewakan berupa kerang mutiara. Karena kumpulan kerang itu menjadi rata-rata kerang yang mungkin kalo isinya (daging) jelek bisa dibuang, kalo mujur ya bisa disantap. Beda dengan kerang mutiara, karena kerang tersebut di dalam tubuhnya isinya bukan daging melainkan mutiara. Sejenis perhiasan yang harganya cukup mahal di pasar perhiasan. Nah kira-kira begitulah gambaran pemuda yang di atas rata-rata itu.

Ok, then. Apalagi yang masih teman-teman pikirkan? Sudah banyak contoh berserakan para pendahulu kita di masa Islam berjaya dengan ideologinya, mereka menjadi pemuda-pemuda yang memilih kemampuan di atas rata-rata. Jangan hanya jadi pemuda rata-rata, itu artinya juga apalagi jadi pemuda di bawah rata-rata.

Apanya yang harus di atas rata-rata? Ya semangatnya mengkaji Islam, motivasinya untuk dakwah dan memperjuangkan Islam, skill atau kemampuannya juga kudu di atas rata-rata pemuda umumnya. Dengan begitu, seorang pemuda Islam akan bisa merebut lagi kejayaan Islam sebagaimana dulu Islam pernah berjaya selama ratusan abad oleh para pemuda. Takbir! []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

Harga Surga Itu Mahal!



Oleh: Muhammad Karebet Widjajakusuma, Ketua Lajnah Khusus Pengusaha HTI

”Jalan menuju Allah adalah jalan yang membuat Adam kelelahan. Nuh mengeluh. Ibrahim dilempar ke dalam api. Ismail dibentangkan untuk disembelih. Yusuf dijual dengan harga murah dan dipenjara selama beberapa tahun. Zakaria digergaji. Yahya disembelih. Ayub menderita penyakit. Daud menangis melebihi kadar semestinya. Isa berjalan sendirian, dan Muhammad SAW mendapatkan kefakiran dan berbagai gangguan. Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai ria dan bermain-main? Demi Allah takkan pernah bisa terjadi.” Ibnul Qayyim al-Jauziyah

Muslimpreneur,

Begitulah, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam kitab al Fawaid menyindir orang-orang yang berleha-leha padahal tahu bahwa sebenarnya jalan penuh ujian keimanan dan pengorbanan inilah jalan para nabi dan rasul. Jalan menuju Surga memang tak pernah sepi dari ujian dan pengorbanan!

Meski terjal, penuh lubang dan mendaki, namun untuk menuju Surga, Allah SWT memberikan perintah dengan kata-kata progresif: 'berlarilah', 'bersegeralah', dan 'berlombalah'. Tak ada kata 'santai', 'berleha-Ieha' atau 'nanti dulu’ di situ.

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli!” (TQS. Al-Jumu'ah: 9)

“Dan bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan menuju Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Ali Imron: 133)

“Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan!” (TQS. Al-Baqarah: 148) Sebaliknya, untuk urusan menjemput rezeki dan urusan duniawi kita, perintah-Nya dengan kata-kata yang lembut tidak progresif: 'berjalanlah'.

“Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (TQS al-Mulk: 15)

Muslimpreuner,

Surga itu memang mahal! Kita harus sungguh-sungguh menggapainya! Bisnis yang kita geluti hari ini harus kita jadikan sebagai kendaraan untuk berlari, berlomba dan bersegera menuju ampunan dan Surganya Allah SWT! Jangan sampai kita kelelahan karena menggunakan jurus berlari, berlomba dan bersegera dalam berbisnis yang sebenarnya cukup dengan berjalan saja.

Lantas, apa yang harus kita lakukan? Yap, menjadikan diri kita sebagai pengusaha pejuang syariah dan khilafah adalah wujud dari berlari, berlomba dan bersegera menuju ampunan dan Surganya Allah SWT. Jalan mewujudkan syariah dan khilafah adalah jalan yang penuh ujian keimanan dan pengorbanan. Jika tak ikhlas mengamalkanya, tak kuat dengan godaan dunia, tak istiqamah melakukannya, kita bisa tumbang di tengah jalan! Tapi inilah jalan yang harus kita tempuh! Tak ada jalan lain! Sebab, hanya syariah dan khilafahlah satu-satunya jalan yang akan membawa umat dan dunia ini kembali pada ampunan dan rahmat Allah Swt. Bukan jalan sekulerisme dengan neokapitalisme dan neoimperialismenya yang telah membawa dunia ini ke jurang kehancuran!

Agar kita ikhlas, kuat dan istiqamah dalam berlari, berlomba, dan bersegera menuju ampunan dan Surganya Allah SWT, kiranya nasihat dari Malik bin Dinar, penting kita camkan kuat-kuat: "Sesungguhnya jika Allah SWT mencintai seorang hamba, Dia mengurangi dunianya dan menahan pekerjaan darinya, dan berkata, "Tetaplah berada di hadapan-Ku!” Lalu dia berkonsentrasi dan berkhidmat kepada Allah SWT. Dan jika Allah SWT membenci seorang hamba, Dia menyerahkan secuil dunia kepadanya dan berkata, 'Enyahlah dari hadapan-Ku. Aku tidak ingin melihatmu di hadapan-Ku!’ Sehingga hatinya bergantung di bumi ini dan dengan perdagangannya itu.” (Shifatus Shafwah)

Astaghfirullah hal adziim... Allahumma shalli ‘ala Muhammad.

Ya Allah Yang Maha Rahmaan dan Rahiim, kembalikanlah kemuliaan Islam dan umatnya melalui tegaknya kembali khilafah atas manhaj kenabian sebagaimana yang telah Engkau janjikan dan jadikan kami pengusaha Muslim orang-orang yang beramal ikhlas untuk menegakkannya... kami rindu agar hidup kami kembali dipenuhi keberkahan yang Engkau turunkan dari langit dan bumi... Aamiin allahumma aamiin. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 165, Januari 2016
---

TAKTIK PERANG Gubernur Khilafah Utsmaniyah HASAN KHAIRUDDIN DALAM PENGEPUNGAN SPANYOL



TAKTIK PERANG HASAN KHAIRUDDIN DALAM PENGEPUNGAN SPANYOL

HASAN BIN KHAIRUDDIN berusaha mempergunakan kesempatan kemenangan atas Mustaghanim untuk membersihkan markas Spanyol di Wahran. Kemudian dia bersiap-siap di kota Aljir untuk menghimpun kekuatan baru yang militan dan terorganisir, bersama-sama pasukan Utsmani. Untuk itu dia segera mempersiapkan 10.000 pasukan dari Zawawah. (Harb AI-Tsalatsat Mi'ah Sanah, hlm. 377.) Pada saat yang sama, dia juga mempersiapkan sebuah kekuatan baru dan menempatkan salah seorang panglima dari masa pemerintahan ayahnya. Dia juga berusaha memperoleh dukungan dari penduduk lokal. Langkah yang ditempuhnya adalah dengan menikahi puteri Sultan Kuku bin Al-Qadhi. Pernikahan ini sangat membantu dirinya untuk meminta bantuan kekuatan kepada anak Al-Qadhi, dalam menghadapi kekuatan pemimpin kabilah lain yang bernama Abdul Aziz bin Abbas yang telah mendeklarasikan kemerdekaan di Maghrib. (Tarikh Al-jazair Al-Hadits, hlm. 45.) Dengan taktik itu, armada laut pasukan Utsmani bisa bolak-balik ke Kota Hajar Badis dan Thanjah. (Haqaiq AI-Akhbar 'An Duwal AI-Bihar, hlm. 1/319.)

Hasan bin Khairuddin mengangkat Buyahya Ar-Rayis sebagai panglima di Badis pada tahun 965 H/ 1556 M. Dia pun segera menghancurkan pantai-pantai Spanyol mulai dari Qarthajanah sampai Santa Penoste. Beberapa kapal perang di Badis berada di bawah komandonya. Dia kemudian menggelari dirinya sebagai Sayyid Madhiq Jabal Thariq. Dalam sebuah tulisan yang ditulis Fransisco De Ebaner disebutkan, bahwa Buyahya memiliki empat kapal perang. Kapal yang pertama berada di bawah komandonya. Di atas kapal tersebut terdapat 90 pasukan Utsmani bersenjata panah dan manjaniq. Kapal kedua dikomandani oleh Qurrah Mami dengan membawahi 80 puluh pasukan Utsmani yang dilengkapi senjata yang sama. Kapal ketiga dikomandani Murad Ar-Rayis dengan kekuatan pasukan 70 orang dan kapal keempat memiliki pasukan yang sama dengan kapal ketiga. Selain kapal-kapal di atas yang bergerak melalui perairan selat jabal Thariq, Buyahya juga memiliki kapal perang di Badis. Di tempat itu dibuat kapal-kapal lain. Aktivitas kapal di Badis memiliki hubungan dengan kapal-kapal Tuthwan, Al-'Araiys, dan Sala. di Thuthwan ada tiga kapal kecil, di Al-Araisy ada tiga kapal lainnya seukuran dengan kapal-kapal yang ada di Thuthwan, sedangkan di Sala ada dua kapal dengan bentuk yang lain. Hanya saja kapal-kapal yang terakhir ini tidak berada di bawah kendali Buyahya.

Hasan bin Khairuddin menyerukan agar kapal-kapal perang lslam bergerak cepat dan aktif menghancurkan pelabuhan-pelabuhan di Andalusia dan menguasai kapal-kapal India. Seruan ini telah membuat pedagang Sevilla mengajukan keluhan kepada Raja Spanyol. Mereka mengeluhkan kerusakan yang ditimbulkan kapal-kapal Badis dan kapal-kapal Islam yang lain dalam melawan kapal-kapal Spanyol di perairan jalur bisnis india. (Athwar AI-Alaqaat Al-Maghribiyyah AI-'Utsmaniyyah, hlm.219.) Di sana kapal-kapal para pedagang tidak bisa melintas tanpa melalui ijin Buyahya. Ketakutan pun segera menyebar di pantai-pantai Spanyol. Sampai-sampai, mereka tidak akan pernah bercocok-tanam kecuali dengan ekstra hati-hati. Mengingat seringkali pasukan Utsmani mengepung mereka di saat jam-jam kerja. Demikian pula dengan para nelayan, yang selalu berhubungan dengan pantai. (Tarikh AI-DauIah AI-Sa'diyyah, hlm. 90.)

Taktik Maula Abdullah

Dalam kebijakannya, Maula Abdullah mengikuti jejak ayahnya dengan mengadakan perlawanan dari setiap serangan dan meminta bantuan asing yang merupakan musuh-musuh Utsmani, seperti Spanyol dan Portugis; dengan cara memperbaharui perundingan dan menjaga interaksi damai dengan mereka. Perundingan kesepakatan dengan pasukan Nasrani ini, telah mendorongnya untuk memenuhi berbagai tuntutan yang diajukan negara-negara Eropa, seperti Perancis. Dia menerima duta besarnya, juga mengirimkan surat kepada Pangeran Anthonio De Borbon yang berisi kesediaan Maghrib untuk memenuhi semua tuntutan Perancis. Kemudian Pangeran Anthonio melakukan kesepakatan pada bulan Syawal 966 H/juli 1559 M dengan Maula Abdullah yang menyatakan diri, akan menyerahkan Mursi Kecil sebagai imbalan atas sumbangan senjata dan peralatan perang yang diberikan Perancis, serta pengiriman pasukan khusus Perancis yang akan menjadi pengawal dirinya; setelah dia kehilangan kepercayaan dari pasukan Utsmani yang berakhir dengan terbunuhnya ayah dia, Muhammad Syaikh.

Setelah Perancis melakukan kesepakatan Cato Cambersis pada tanggal 21 Jumadil Ula tahun 966 H/13 April 1559 M yang telah berhasil menghentikan perang Italia, dia kembali mencari taktik baru yang mungkin bisa dijadikan sebagai sandaran tatkala terjadi konflik baru dengan Spanyol. Khususnya setelah Philip ll memiliki pengaruh sangat besar di Eropa. Kesepakatan tersebut telah membantu memberikan pengaruh kepada Spanyol di ltalia dan wilayah-wilayah sekitar yang mengancam Perancis. Maka Perancis melakukan pendekatan dengan negeri-negeri Maghrib yang beragama Islam. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri, Perancis melihat bahwa di Maghrib terdapat satu sekutu yang mungkin bisa diandalkan, sebagaimana ia juga melihat bahwa Pelabuhan Istana Kecil bernilai strategis, karena jaraknya hanya beberapa kilomerter dari jabal Thariq (sebuah wilayah strategis yang sangat mungkin dijadikan tempat untuk menyerang Spanyol).

Mungkin inilah alasan yang membuat pemerintahan Utsmani tidak merespon positif kesepakatan tersebut, sebab pemerintahan Utsmani berkeinginan menjadikan Perancis sebagai mediator ke orang-orang Sa'di. Tujuan Perancis dan pemerintahan Utsmani adalah satu, walaupun berbeda dilihat dari segi akidah. Perancis hendak menyerang Spanyol dengan tujuan merealisasikan adidaya militernya, agar dia menjadi penguasa tunggal di Laut Tengah. Sedangkan pemerintahan Utsmani bertujuan untuk menolong kaum muslimin dari kejahatan Spanyol, kemudian mengambil kembali tanah-tanah Islam di Andalusia. Maka Hasan bin Khairuddin pada tahun 966 H/ 1559 M mengalihkan pandangannya dan segera bergerak bersama pasukannya ke wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Banu Abbas Abdul Aziz. Segera dia berhasil menguasai Masila dan bentengnya. Dia membangun sebuah bangunan pengintai di tempat tersebut, untuk mengokohkan eksistensi Utsmani yang dikawal 400 pasukan penjaga. Setelah itu Hasan bin Khairuddin kembali menuju wilayah Hamzah di ujung Barbarah. Di tempat itu, penguasa Bani Abbas melakukan penyerangan terhadap benteng Utsmani, hingga meletus pertempuran yang berakhir dengan kematian Abdul Aziz bin Abbas.
Ia kemudian digantikan Ahmad Maqran yang menjadi penguasa di wilayah-wilayah Kuku. Hasan bin Khairuddin mengakuinya. (Tarikh Al-Daulat Al-Sa'diyyah, hlm.87-88.)

Usaha-usaha untuk mengganggu perdagangan pedagang-pedagang Nasrani semakin gencar dilakukan, terutama di pesisir-pesisir Tunisia dan Aljazair, dengan cara mencegat kapal-kapal Nasrani yang melewatinya. Kekuatan-kekuatan militer darat dan armada laut juga dikirim dari pelabuhan itu untuk membantu Sultan di Timur. (Tarikh Al-Jazair AI-'Aam, hlm. 3/91.)

Armada Laut Utsmani Menyerang Pulau Jarhah di Tunisia

Armada Utsmani di bawah komando Babali Pasya melakukan serangan ke pulau jarbah pada bulan Ramadhan tahun 967 H/Mei 1560 M. Armada ini mampu merealisasikan tujuan-tujuannya dalam melawan tentara Spanyol (Juhud AI-Utsmaniyyin, hlm.384.) yang kebingungan menemukan cara untuk meminta bantuan pasukan Perancis. (Juhud AI-Utsmaniyyin, hlm.384.) Setelah itu, seharusnya Babali Pasya melakukan serangan-serangan dadakan ke Laut Tengah, sebelum dia kembali ke Istanbul. Namun Darghut Pasya yang sebelumnya telah mendapat tekanan demikian keras dari para pemberontak di negerinya, berhasil meyakinkan Babali Pasya untuk berangkat menuju Tripoli dalam rangka membantu dirinya mengikis para pemberontak di dekat Tajura'. Babali Pasya sampai ke Tripoli dan disambut laksana pahlawan yang menang perang. Sementara itu kapal-kapal Utsmani memasuki kota Tripoli, dihiasi dengan bendera dan umbul-umbul yang berhasil dirampas dari musuh-musuh, setelah panji-panji musuh itu dilipat di atas tiang-tiang kapal. Babali Pasya tinggal di Tripoli beberapa hari. Namun demikian singgahnya dia dalam hitungan hari itu telah cukup untuk membuat penduduk Tajura' menyerah. Setelah itu barulah dia bertolak menuju ibukota negerinya. (Libya Mundzu AI-Fath Al-'Arabi, Anwari Rusi, hlm. 190.)

Penangkapan Hasan Khairuddin

Hasan bin Khairuddin terus melakukan persiapan-persiapan untuk menggempur wilayah Maghrib. Maka dia mulai membentuk kekuatan yang terdiri dari pemuka-pemuka kabilah. Dia berniat untuk mewakilkan penjagaan Aljir kepada mereka, saat ia tidak ada di kota tersebut. Dia sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada pasukan lnkisyariyah.

Pasukan lnkisyariyah mencium adanya bahaya, segera menangkap Hasan bin Khairuddin dan para pembantunya pada musim panas tahun 969 H/ 1561 M. Mereka segera dikirimkan ke lstanbul dengan tangan terikat. Hasan bin Khairuddin dikawal sejumlah perwira. Mereka bertugas untuk memberikan penjelasan kepada Sultan, tentang sebab-sebab yang membuat mereka melakukan itu semua. Tuduhannya adalah bahwa Hasan bin Khairuddin berniat menyingkirkan pasukan khusus Turki (Wajaq) dengan cara mengangkat orang-orang lokal. Tujuannya untuk memerdekakan diri dari pemerintahan Sultan Utsmani. Namun Sultan segera mengirimkan Ahmad Pasya disertai kekuatan laut untuk memberi pelajaran pada kaum pemberontak, dan memadamkan kerusuhan di sana. Ahmad Pasya berhasil menangkap para pemimpin pemberontak dan kemudian mengirimnya ke Istanbul. (Tarikh AI-jazair Al-Hadits, hlm . 46.)

Kembalinya Hasan bin Khairuddin ke Aljazair

Sultan Utsmani Sulaiman Qanuni mengembalikan Hasan bin Khairuddin sebagai penguasa Aljazair untuk kedua kalinya pada akhir tahun 970 H / 1562 M., yang diiringi dengan sepuluh kapal perang dengan perbekalan militer bersenjata. (Tarikh AI-jazair AI-'Aam, hlm. 3/93.) Hasan bin Khairuddin sempat berbenah selama lima bulan setelah kembalinya dari lstanbul untuk bersiap-siap menyerang Wahran dan Marsi Besar. Dua kota ini adalah tempat di mana pasukan Spanyol masih bercokol di sana. (Harb AI-Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 379.)

Hasan bin Khairuddin berangkat dari kota Aljir (Algeria) pada tahun 971 H/ 1563 M menuju sebelah barat. Dia memimpin sebuah pasukan sangat besar berjumlah 15.000 personil para penembak dan seribu pasukan kuda yang dipimpin oleh Ahmad Maqran Az-Zawawi, serta 12.000 pasukan dari Zawawah dan Bani Abbas. Sedangkan perlengkapan logistik dibawa pasukan Utsmani ke kota Mustaghnim yang dijadikan sebagai pangkalan perang untuk operasi militer. Pada tanggal 13 April, Hasan bin Khairuddin dengan semua kekuatannya tiba di depan Kota Wahran, lalu melakukan pengepungan atas kota itu. Sedangkan pasukan Spanyol telah siap sedia melakukan perlawanan dari balik benteng pertahanan mereka. (Harb AI-Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 379.) Setelah datangnya berbagai bantuan yang beruntun dari pasukan Spanyol dan Perancis ke Wahran, sebagai respon terhadap permintaan penguasanya, maka Hasan bin Khairuddin terpaksa mengakhiri pengepungan itu sebelum bantuan-bantuan lain datang lebih banyak dari Malta yang merupakan pusat pengumpulan bantuan. (Athwar AI-Alaqaat AI-Maghribiyyah AI-'Utsmaniyyah, hlm. 213)

Demikianlah, Hasan bin Khairuddin tidak mampu merealisasikan maksudnya, karena Philip ll telah menyusun sebuah rencana ambisius dengan membangun armada militer Spanyol yang kuat, dan membangun pangkalan-pangkalan laut di pelabuhan Italia dan Catalonia. Sementara bantuan ke gudang makanan Spanyol datang dari pihak Kepausan. Dewan legislatif di Castilla berkumpul dalam sebuah pertemuan luar biasa untuk memutuskan memberi bantuan kepada Spanyol dalam bentuk harta benda, dalam rangka menghadapi pasukan Utsmani. Inilah yang membuat pemerintahan Spanyol menjadi kuat dan membuat pasukan Utsmani tidak mampu menaklukkan Wahran pada tahun 971 H/1563M.

Philip II mulai melakukan persiapan untuk menduduki Badis. Kemenangan yang dicapai di Wahran mendorongnya untuk melebarkan sayap. Maka pada tahun yang sama 971 H/ 1563 M, Philip ll mengirimkan armadanya ke Badis dan mendapat perlawanan sengit dari pasukan mujahidin. Perlawanan ini telah memaksa pasukan Spanyol menarik mundur pasukannya dari Badis. (Juhud Al-Utsmaniyyin, hlm. 389.) Perlu disebutkan di sini adalah, bahwa Pulau Badis adalah titik wilayah Maghrib yang paling dekat ke jabal Thariq. Bagi kaum mujahidin, Badis dianggap sebagai pelabuhan yang sangat penting. (Tarikh AI-Daulat AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 36.) Dari pelabuhan ini mereka bisa menyeberang menuju Andalusia, sebagaimana sangat mungkin bagi mereka untuk melakukan penyusupan ke Wilayah-wilayah Spanyol, dalam rangka memberikan bantuan kepada kaum muslimin di wilayah itu (yang saat itu menyebut diri mereka sebagai orang-orang asing di Andalusia).

Inilah yang mendorong pasukan Spanyol melakukan serangan ke Badis sejak beberapa waktu sebelumnya. Pada saat yang sama, Badis menjadi sumber ketakutan bagi Sultan Sa'di Al-Ghalib Billah. Sebab Sultan sangat khawatir, Badis menjadi titik tolak armada Utsmani menuju Maghrib. Maka dia pun melakukan kesepakatan dengan Spanyol dengan membiarkan pulau Badis menjadi milik Spanyol dan menjualnya kepada mereka, serta mengosongkannya dari kaum muslimin. Maka terputuslah armada Utsmani di tempat itu. (Tarikh AI-Daulat AI-Sa’diyyah, penulis tidak menyebut nama, hlm. 89.) Sebagai gantinya, mereka melakukan serangan pesisir barat, karena telah mengetahui adanya konspirasi. Dan mereka pun menarik diri dan kembali Aljir. (Tarikh Al-Maghrib, Muhammad bin 'Abud, hlm. 17.) Pada akhir tahun itu juga, Buyahya diturunkan dari kedudukannya dan pasukan Utsmani segera meninggalkan peperangan di bagian Barat Laut Tengah dan bergerak ke pulau Malta di bagian Timur. (Athwar Al-'Alaqaat AI-Maghribiyyah Al-'Utsmaniyyah, hlm, 190-191.)

Perebutan Pulau Malta

Sultan Utsmani Sulaiman Qanuni berkeinginan kuat untuk menaklukkan Malta yang merupakan benteng pertahanan terbesar pasukan Nasrani di tengah-tengah Laut Tengah, di mana sebelumnya pasukan kuda Kardinal Johannes pernah berada. Maka Sultan segera mengirim armadanya yang dipimpin langsung oleh Babali Pasya, sebagaimana dia meminta kepada Darghuts Rayis, penguasa Tripoli dan jarbah, juga Hasan bin Khairuddin dan pasukan lautnya, untuk segera bergabung dengan armada Utsmani dalam operasi perang di Malta, sebagai persiapan untuk merebut kembali benteng-benteng Islam yang lain. Maka berangkatlah Hasan Khairuddin dengan membawa 25 kapal yang memuat 3000 personil. Armada Islam sampai di Malta pada tanggal 18 Mei dan langsung melakukan pengepungan. Pengepungan berlangsung sangat ketat, yang memaksa pasukan Nasrani meminta bantuan pasukan dan armada untuk melawan mujahidin. Bantuan Nasrani tiba dipimpin oleh Wakil Raja Sicilia dengan membawa kekuatan 28 kapal perang dan jumlah personil yang sangat banyak. Berkecamuklah perang sengit antara dua pihak. Bantuan yang demikian banyak, membuat pasukan Islam harus menarik diri pada tanggal 18 Rabiul Awal 973 H/8 Desember 1565 M. (Harb Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 383.)

Hasan Khairuddin Barbarosa Menjadi Panglima Armada Utsmani

Sultan Sulaiman Qanuni pengganti Sultan Salim telah mengangkat Hasan bin Khairuddin sebagai panglima umum armada laut pasukan Utsmani. Khairuddin dinobatkan di Istanbul pada tahun 975 H/1567 M. (Harb Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 385.) Sedangkan yang menjadi penguasa Aljazair setelah Hasan bin Khairuddin adalah Muhammad bin Saleh Rayis sejak bulan Dzulhijjah 973 H/juni 1567 M. Pada tahun itu terjadi wabah penyakit dan kelaparan yang sangat hebat, disertai pembangkangan tentara Utsmani dan pemberontakan rakyat. Kondisi ini memaksa penguasa baru Muhammad bin Saleh Rayis mau tidak mau harus meluangkan waktunya untuk memberi pelayanan kepada rakyatnya yang terkena wabah dan memadamkan api pemberontakan. Dan yang sangat mengejutkan adalah, datangnya pemberontakan dari penguasa Tunisia yang banyak terpengaruh ide-ide kaum Hafashin. Namun pemberontakan ini mampu segera dipadamkan. Dia dipecat dari posisinya dan segera digantikan oleh Ramadhan Tasyulaq. Pada bulan Rabiul Awal tahun 975 H/1S67 M., Spanyol menyerang kota Aljir. Namun mereka harus lari terbirit-birit. Masa pemerintahan Muhammad bin Saleh Rayis tidak berlangsung lama, karena dia harus dipindahkan ke wilayah lain. (Tarikh AI-jazair AI-'Aam, hlm. 3 / 93-94.)

Qalj Ali Menjadi Penguasa Aljazair

Setelah kepindahan Muhammad bin Saleh Rayis, tampuk pemerintahan Aljazair diserahkan pada Qalj Ali pada tanggal 14 Shafar 976 H / 8 Agustus 1568 M. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat terampil mengatur pemerintahan, dan sekaligus sosok yang sangat kuat, ksatria, dan pemberani dalam peperangan. (Tarikh AI-Jazair AI-'Aam, hlm. 3/95.)

Qalj melakukan satu langkah yang sangat berbahaya, yakni melakukan operasi pengembalian pemerintahan Islam di Spanyol dan memerdekakan wilayah Afrika Utara dari cengkeraman orang-orang Nasrani. Maka dia pun memfokuskan perhatian kepada armada laut. Apa yang dia lakukan telah menimbulkan rasa takut yang demikian mendera bangsa Eropa. (Tarikh AI-Afriqiya AI-Syamaliyah, Charles Golian, hlm. 3 / 346.) Langkah yang juga tidak kalah berbahayanya adalah, penghapusan hak monopoli mutiara dari tangan Perancis di Qalah, karena mereka selalu menunda-nunda pembayaran pajak selama tiga tahun, serta tindakan mereka yang arogan bagaikan tindakan penguasa dan tuan-tuan. (Al-Maghrib AI-'Arabi AI-Kabiir, Syauqi Al-Jamal, hlm. 100.)

Tunisia Kembali Berada di Bawah Pemerintahan Aljazair

Qalj Ali bertekad untuk membersihkan basis-basis pasukan Spanyol di Tunisia sebelum memulai langkahnya di kepulauan Iberia. (Al-Maghrib AI-'Arabi AI-Kabir, jalal Yahya, hlm. 84.) Ini dia lakukan untuk mempertahankan Tripoli dan Aljazair. Sedangkan Spanyol, saat itu telah menjadikan Tunisia sebagai titik sentral dan titik-tolak penyerangan terhadap pasukan Utsmani di Tripoli dan Aljazair. (AI-Atrak AI-'Utsmaniyun fi SyamaIi Afriqa, 'Aziz Samih, hlm. 84.) Oleh sebab itu wajib diambil langkah-langkah pengamanannya....



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----





Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam