Pemerintah Indonesia
kembali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Pada kebijakan ekonomi yang ke-10
ini, pemerintah membuka 100 persen investasi asing bagi 35 bidang usaha yang
selama ini masuk dalam kategori Daftar Negatif Investasi (DNI) atau tertutup
untuk investasi asing.
Usaha yang dibuka itu
mencakup bidang, antara lain jasa penunjang kesehatan, farmasi, pariwisata,
industri film, dan pengusahaan jalan tol. Menurut Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Darmin Nasution, perubahan kebijakan DNI merupakan yang terbesar dalam
10 tahun terakhir dan diharapkan dapat memberikan dampak yang besar bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga investasinya tidak turun.
Selain dengan dalih
pertumbuhan ekonomi, pencabutan DNI yang berakibat industri bisa dikuasai asing
tanpa ada batasan, diharapkan dapat meningkatkan kompetisi dan memberikan
dampak terhadap masyarakat. Di antaranya penurunan harga, misalnya, di bidang
industri bahan baku obat. Menurut Kepala BKPM Franky Sibarani, dengan dibuka
100 persen penanaman modal asing dalam industri bahan baku obat, maka harga
obat diharapkan menjadi lebih murah. Dia menambahkan sudah ada investor bidang
farmasi yang menyatakan minatnya, antara lain India, Korea, dan Cina.
Kebijakan ini mendapat
kritikan dari berbagai kalangan. Ekonom dari Universitas Sam Ratulangi Manado
Agus Tony Poputra, sebagaimana dikutip okezone.com (13/2/2016), menyatakan
paket kebijakan itu bisa menjauhkan dari kemandirian ekonomi, bahkan ke depan Indonesia
semakin terjajah secara ekonomi dan semakin banyak anak bangsa yang menjadi
budak asing di negeri sendiri.
Menurut Agus, ada
empat konsekuensi negatif dari investasi asing ini. Pertama, investasi asing
akan mengutamakan bahan baku impor terutama dari negara asalnya sehingga
terjadi aliran dana ke luar negeri dan nilai tambah domestik yang tidak besar.
Sebagai contoh, susahnya pemerintah membujuk Freeport untuk menggunakan produk
dalam negeri.
Kedua, bila investasi
asing memanfaatkan Indonesia sebagai pasar produknya, maka di masa mendatang
semakin banyak uang yang mengalir keluar dari Indonesia dalam bentuk dividen,
royalti, dan sebagainya, di luar bahan baku. Ini akan mempengaruhi likuiditas
perbankan serta cadangan devisa dalam negeri ke depan.
Ketiga, bila investasi
asing berorientasi ekspor, ini juga tidak terlalu memberikan dampak positif
yang besar terhadap likuiditas perbankan serta cadangan devisa dalam negeri.
Saat ini saja, hanya sebagian kecil hasil ekspor yang masuk ke dalam perbankan
domestik karena ditahan di luar negeri terutama di negara asal investor.
Keempat, investasi
asing umumnya banyak memberikan kompensasi bagi pekerja asing jauh lebih besar
dibanding pekerja lokal pada jabatan atau beban kerja yang setara. Akibatnya
tenaga kerja lokal menghadapi ketidakadilan kompensasi dan uang kompensasi itu akan
mengalir ke negara asal pekerja asing.
Sementara itu Ketua
Lajnah Maslahiyyah DPP HTI Arim Nasim menilai, kebijakan rezim jokowi dengan
paket ekonomi yang ke-10 ini kian menunjukkan bahwa rezim Jokowi itu
betul-betul rezim yang diperbudak oleh para kapitalis asing sehingga semua
kebijakannya hanya untuk memenuhi kepentingan para kapitalis dengan mengabaikan
kepentingan rakyat. ”Makin jelas dan gamblang, Jokowi ini menjadi kepanjangan
tangan asing," tandas Arim. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 169, Maret 2016
---