Komunisme merupakan
ideologi sosial, politik, dan ekonomi yang saat ini menjadi landasan sejumlah
negara di dunia seperti Republik Rakyat Cina, Kuba, Vietnam, Korea Utara, dan
Rusia (dulu Uni Soviet).
Secara teoritis,
komunisme ialah paham anti-kapitalisme yang memperjuangkan kesejahteraan
ekonomi. Ideologi ini menentang kepemilikan akumulasi modal oleh individu yang
memunculkan sistem kelas, yakni kelas borjuis sebagai kaum pemilik modal serta
kekuasaan, dan kelas proletar sebagai kaum pekerja.
Adanya kelas-kelas
tersebut, menurut kaum komunis, memunculkan kesenjangan kelas dan ketidakadilan
bagi kaum proletar. Mereka berpandangan, kekayaan atau modal sejatinya milik
rakyat dan oleh karenanya seluruh alat produksi harus dikuasai negara demi kemakmuran
rakyat secara merata (komunal).
Pasca runtuhnya Uni
Sovyet tahun 1990-an, komunisme dianggap bukan lagi ancaman global. Perang
Dingin dianggap usai. Perang baru di mulai, dengan War on Terrorism, yang
katanya adalah peperangan melawan “teroris”, pada kenyataannya yanng diperanngi
adalah Islam dan umat Islam yang memegang teguh seluruh ajaran agamanya.
Seperempat abad berlalu, kini Cina, negara komunis yang bercampur kapitalisme,
mulai menggeliat menjadi penantang baru bagi hegemoni Amerika Serikat. Walau
muncul dengan bungkus state-capitalism,
paham komunisme sangatlah lekat dengan negara tirai bambu ini.
Komunisme Cina
dibangun dengan modifikasi dari induknya. Mengandalkan kekuatan petani di
pedesaan dan kalangan buruh di perkotaan. Cina berhasil memadupadankan
proletarianisme komunis dengan praktek ekonomi dan teknologi ala Barat.
Walau demikian, partai
komunis menjadi partai penguasa yang mengontrol secara ketat kehidupan politik
warganya. Pemberangusan lawan politik menjadi ciri utama, sebagaimana yang
diIakukan terhadap upaya pembebasan Tibet atau penindasan terhadap umat Islam
di Uighur.
Cina menjadi penantang
Barat secara ekonomi. Dengan terang-terangan Cina berulang menyatakan
ketidaksependapatannya dengan regulasi ekonomi global yang ditopang oleh IMF,
World Bank dan WTO. Bahkan Cina menggalang kekuatan baru dengan negara lain,
seperti membentuk BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Secara
praktis, Cina juga getol melakukan hubungan dagang dan investasi di
negara-negara Afrika, Amerika Latin, dan Asia.
Di Laut Cina Selatan,
Cina dengan sengaja melakukan klaim teritorial, sehingga menimbulkan ketegangan
dan sengketa dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Persinggungan-persinggungan kerap terjadi dengan negara-negara di kawasan
tersebut, terutama yang sebelumnya telah memiliki hubungan keamanan yang erat
dengan Amerika Serikat seperti Thailand dan Filipina. Hal ini mendorong Amerika
Serikat meningkatkan patroli keamanan lautnya di kawasan tersebut. Langkah Cina
ini ditengarai karena Cina berambisi menjadi negara terkuat pada tahun 2020-an,
sehingga membutuhkan arena untuk menguji kekuatan militer dan alutsistanya yang
kian hari kian menguat.
Walau belum
menunjukkan ambisi politik secara langsung untuk melakukan ekspor paham
komunismenya ke negara-negara lain, sebagaimana halnya dulu yang dilakukan oleh
Uni Sovyet dengan Pan Komunismenya, namun menguatnya kekuatan Cina mesti
diwaspadai karena bagaimanapun komunisme adalah sebuah ideologi tertutup yang
memiliki karakteristik disebarluaskan sebagaimana kapitalisme-liberalisme.
Terlebih pemerintah
Indonesia saat ini sedemikian terlihat menguatkan hubungan dengan Cina, bahkan
dengan alasan yang rasionalisasinya perlu dipertanyakan. Meski beralasan
politik bebas aktif, perimbangan kekuatan, namun kemandirian penduduk negeri
yang tidak bergantung kepada kekuatan manapun menjadi hal yang mutlak, apalagi
Indonesia adalah negeri mayoritas Muslim yang sudah semestinya menjadikan Islam
sebagai dasar untuk membangun kemandirian kekuatannya. []
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---