Negeri ini seolah
menjadi negeri segudang bencana; baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan.
Bencana alam ada yang bersifat alamiah karena faktor alam (seperti gempa,
tsunami, dll), tetapi juga ada yang karena faktor manusia (seperti banjir,
kerusakan lingkungan, pencemaran karena limbah industri, dll). Adapun bencana
kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan serta terjadinya banyak kasus
kriminal (seperti korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan,
maraknya aborsi, penyalahgunaan narkoba, dll) adalah murni lebih disebabkan
karena ulah manusia. Itu belum termasuk kezaliman para penguasa yang dengan
semena-mena menerapkan berbagai UU yang justru menyengsarakan rakyat seperti UU
Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll. UU tersebut pada
kenyataannya lebih untuk memenuhi nafsu segelintir para pemilik modal ketimbang
berpihak pada kepentingan rakyat.
angka kriminal terus
meningkat. Realitas ini tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara
yang menganut peradilan sekular. Amerika Serikat, negara yang sering dianggap
sebagai kiblat peradaban sekular, adalah contohnya. Menurut data, di AS aksi pembunuhan
terjadi setiap 22 menit, pemerkosaan terjadi setiap 5 menit, perampokan
berlangsung setiap 49 detik, dan pencurian terjadi setiap 10 detik. Menurut
penelitian terbaru yang dilakukan Prof. Morgan Reynold dari A & M
University Texas, diperoleh data bahwa dari 500.000 pencurian yang terjadi
setiap bulannya, ternyata hanya 6.000 pencuri yang tertangkap (Invansi Politik
dan Budaya, Salim Fredericks, hal. 254).
Kota Tasikmalaya telah
menjelma sebagai salah satu kota besar di wilayah Priangan Timur. Masalah yang
dihadapi kota seluas 171,56 km2 itu pun kian kompleks. Setiap tahun angka
kriminalitas di kota santri pun terbilang tinggi. Berdasarkan data Polresta Tasikmalaya,
kasus kejahatan yang terjadi selama tiga tahun terakhir di kota penghasil
bordir itu tergolong tinggi.
Pada tahun 2006, kasus
kejahatan yang terjadi di wilayah itu mencapai 565 kasus. Tahun itu, tercatat
enam kasus pemerkosaan. Tahun 2007, angka kriminalitas di wilayah hukum
Polresta Tasikmalaya meningkat menjadi 691 kasus. Setahun kemudian, kasus
kejahatan tercatat sebanyak 568 kasus. ”Untuk ukuran kota di Priangan Timur
angka kriminalitas tergolong tinggi,” ungkap Kapolresta Tasikmalaya, AKBP Aries
Syarief Hidayat.
Grup pengamat hak
asasi telah lama menyaksikan Moskow melakukan tindak pemerkosaan, penyiksaan,
eksekusi tanpa pengadilan oleh tentara-tentara Rusia. Hal itu terjadi setia
hari di Chechnya.
Ketika menyerang hukum
Islam, para pemimpin Rezim Barat juga seakan melupakan tingginya tingkat
pelecehan seksual, kekerasan, dan pemerkosaan terhadap wanita hingga mencapai
angka yang sangat ‘mengecewakan’, padahal terjadi di dalam negeri mereka
sendiri lengkap dengan perangkat liberalisme sekular. Di Inggris. 1 dari 4
wanita menghadapi kekerasan rumah tangga dan 1 dari 20 telah diperkosa. Di
Amerika, seorang wanita diserang setiap dua setengah menit.
Tidak hanya di sisi
ekonomi, sistem Kapitalisme telah menimbulkan kerusakan sosial yang sangat
parah di Barat. Ini yang tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat dunia
karena dibungkus dengan amat manis. AS menjadi negara dengan angka kriminalitas
nomor satu di dunia. Departemen Kehakiman AS melaporkan bahwa antara 1964-1994
telah terjadi 25 juta kasus kriminal. Laporan FBI menyatakan, pada tahun 2001
di AS terjadi 6,6 juta kejahatan; 1,3 juta (20 persen) di antaranya berupa
kejahatan rasial (karena perbedaan warna kulit). Menurut Departemen Kehakiman
AS, pada tahun 2002, jumlah narapidana mencapai 6,6 juta orang. Asosiated Press
(AP) melaporkan, di AS terjadi pembunuhan setiap 22 menit, pemerkosaan setiap 5
menit, dan pencurian setiap 49 detik. Karena itu, berdasarkan survei AP, 52
persen laki-laki dan 68 persen wanita di AS merasa khawatir akan menjadi korban
kejahatan. Artinya, separuh lebih dari masyarakat AS hidup dengan dibayangi
ketakutan akan ancaman kejahatan. Ini adalah kehidupan yang sangat tidak
mengenakkan. Seperti itulah cermin kehidupan di AS, “Tanah Kebebasan”.
Bisa jadi ada yang
beralasan, apa salahnya wanita mempertontonkan keindahan tubuhnya. Harus
diingat, wanita pula yang akan menjadi korban jika pameran aurat itu
dibebaskan. Dalam berbagai kasus pemerkosaan akibat pornografi, wanitalah yang
menjadi korbannya. Di Amerika, misalnya, pada 1995 terjadi kasus pemerkosaan
sebanyak 683.280. Setiap 1 dari 3 wanita pasti mengalami kekerasan seksual
seumur hidupnya. Setiap 1 dari 4 mahasiswi perguruan tinggi pasti pernah
diperkosa/mengalami percobaan perkosaan (Sumber: United
States Department of Justice-Violence Against Women Office).
Pemerkosaan bisa
menimbulkan dampak-dampak emosional, mental, dan psikologis bagi korban dan
keluarganya. Sensus di AS menunjukkan bahwa 1,3 juta perempuan sedang mengidap
suatu penyakit akibat pemerkosaan yang dikenal dengan rape related post traumatic disorder (RR-PTSD); 3,8 juta
perempuan pernah mengidap RR-PTSD; diperkirakan
211.000 perempuan akan mengidap RR-PTSD setiap
tahunnya.
Patut ditegaskan,
pornografi bukan hanya berbahaya bagi anak-anak. Berbagai tindak kejahatan yang
diakibatkan pornografi, seperti seks bebas, pemerkosaan, dan sebagainya
kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa.