Kekerasan terhadap
anak terjadi juga di lingkungan masyarakat terdekatnya dan sekolah. Fahri
(3.5 th) dibunuh lantas disemen tetangganya di Surabaya. Di Medan, SN (4 th),
diculik dan kemudian ditemukan telah mati dibunuh. Pelaku ternyata juga tetangganya
sendiri. Keduanya menjadi korban dendam yang dipendam pelaku terhadap
orangtuanya. F (5 th), disodomi 2 tetangganya, salah satunya seorang polisi. Di
sekolah, ada kasus MA(15 th) yang dicabuli gurunya sendiri. Kasus terakhir
adalah pemerkosaan terhadap anak kelas 6 SD oleh temannya dan seorang sopir
angkot di Jakarta.
Semua kasus tersebut
adalah yang terungkap di media massa.
Disfungsi keluarga
juga hanya akibat. Penerapan sistem kapitalis produk sekularisme telah memerangkap para ibu dalam
dunia kerja. Entah karena membantu suami yang tidak cukup nafkahnya, atau
terbujuk godaan untuk memiliki barang-barang mewah yang dipropagandakan sebagai
sebuah kebutuhan. Maka ibu menyerahkan pengasuhan pada orang lain atau
mengabaikan anak. Dari sini terjadi kekerasan terhadap anak oleh pengasuh,
seperti beberapa waktu lalu bayi 5 bulan dibekap sampai tewas oleh pembantunya
sendiri, atau pelecehan seksual oleh tetangga, atau pemerkosaan oleh ayah.
Pemerkosa dicambuk 100
kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh.
Pembunuh anak akan diqishas, yakni balas bunuh, atau membayar diyat sebanyak
100 ekor unta yang bila dikonversi saat ini senilai kurang lebih 2 milyar rupiah.
Termasuk juga melukai
kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai 1/3 dari 100 ekor unta, selain
hukuman zina (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238). Dengan hukuman seperti
ini, orang-orang yang akan melakukan penganiayaan terhadap anak akan berpikir
beribu kali sebelum melakukan tindakan.
Miris sekaligus
ironis. Negeri kita – yang katanya religius – dalam kenyataannya sudah menjelma
menjadi republik zina (seks bebas). Terlalu banyak fakta yang menunjukkan
kebobrokan moral dari bangsa ini. Tak perlu mengambil contoh di kota kota besar
seperti Jakarta atau Bandung. Di kota kecil seperti Pangkalan Bun sendiri,
perilaku seks bebas khususnya di kalangan generasi muda sudah semakin
memprihatinkan. Meski belum ada angka pasti, melalui pemberitaan media massa
kita sering disuguhi pemberitaan sejumlah kasus perzinahan baik atas dasar suka
sama suka, dengan pemaksaan atau karena motif komersil (PSK). Contoh terbaru,
akhir Januari lalu seorang siswi kelas 2 SMP yang menjadi korban pemerkosaan
oleh lima pemuda karena pengaruh minuman keras ternyata sebelumnya sudah pernah
berhubungan badan dengan kekasihnya yang masih berstatus pelajar kelas 2 di SMK
yang ada di Kota Pangkalan Bun. Itu yang berhasil terekspose media. Sedangkan
yang tidak terungkap ke media jauh lebih besar seperti fenomena gunung es.
Para perempuan dan
anak-anak Syam mengalami dua tragedi penderitaan di kamp-kamp pengungsian:
tragedi kemiskinan, penghinaan, pelecehan, dan diserang penyakit dan
laporan-laporan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kelahiran
prematur akibat kekurangan gizi dan stres psikologis dan rasa takut yang
menghantui karena terpaksa keluar dan menyelamatkan diri dari negaranya
sendiri. Dan rezim-rezim jahat di negeri-negeri Muslim, bukannya menggerakkan
tentara mereka—bahkan sebagian saja dari jumlah tentara yang mereka miliki–
untuk melenyapkan penguasa yang bengis, mengakhiri pertumpahan darah dan
pemerkosaan terhadap perempuan Syam, dan mengakhiri penderitaan kaum muslimin
di sana, mereka malah berpartisipasi dalam konspirasi dan bahkan mengeluhkan dampak
negatif dari keberadaan para pengungsi Suriah terhadap kondisi perekonomian
negara mereka.
Saat ini di AS, setiap
harinya ada 3 perempuan meninggal di tangan suami, pasangan, atau mantan
pasangan mereka, 1 dari 5 perempuan telah menjadi korban pemerkosaan atau
percobaan pemerkosaan, dan 1 dari 4 anak perempuan dicabuli sebelum usia 18
tahun. Negara-negara liberal kapitalis lainnya bergulat dengan tingkat
permasalahan yang sama. India misalnya, telah menjadi salah satu negara yang
populer dengan angka pemerkosaan yang tinggi di dunia. Sementara negara-negara
barat di Eropa menunjukkan bahwa 1 dari 4 perempuan mereka telah mengalami
kekerasan dalam rumah tangga. Di Inggris, Home Office mengungkapkan data
statistik yang mencengangkan pada bulan Januari 2013 lalu bahwa setidaknya
seorang perempuan diperkosa setiap 6 menit sekali di UK. Inilah ideologi
liberal kapitalisme -yang sangat disayangkan- justru diterapkan di hampir
seluruh negara-negara dan masyarakat di dunia saat ini.
ketika kaum Muslim
Myanmar tengah menghadapi penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan,
Sheikh Hasina justru memerintahkan angkatan bersenjatanya untuk menutup
perbatasan, dan memulangkan kembali kaum Muslim yang datang meminta tolong
dengan cara paksa dan kekerasan. Sama saja, baik penindasan dan kekejaman di
Kashmir, Gujarat, Myanmar atau bahkan di perbatasan kita, maka Sheikh Hasina
dan rekannya Khaleda Zia yang berkuasa, keduanya gagal dalam melindungi kaum
Muslim. Keduanya tidak pernah mengizinkan angkatan bersenjata untuk
menyelamatkan kaum Muslim dari pembunuhan, penyiksaan dan penjarahan. Namun
tanpa malu-malu, keduanya justru mengizinkan Amerika Serikat di bawah kedok PBB
menggunakan angkatan bersenjata kita untuk mengamankan kepentingan strategis
negara sekularisme Amerika Serikat, pada saat kaum Muslim dibantai.