Fakta
berbicara angka seks bebas dan aborsi di kalangan masyarakat dari hari ke hari
semakin meningkat. PP ini juga membuka pintu adanya liberalisasi seks atas nama
HAM. Perkosaan hanya merupakan dampak dari kerusakan sistem sosial dan tata
pergaulan yang kacau saat ini. Liberalisme telah melahirkan tuntutan berbagai
kebebasan. Sehingga untuk menyelesaikan masalah perkosaan ini bukan sekedar
menolong korban perkosaan.
Dari penelusuran
terhadap peristiwa perkosaan yang terjadi, bisa dikatakan bahwa pemicu
perkosaan bisa muncul dari dua belah pihak, baik dari sisi korban maupun datang
dari diri pelaku. Pemicu yang muncul dari korban bisa berupa: 1. Penampilan
korban, seperti cara berpakaian yang merangsang syahwat; mengenakan perhiasan
berlebih. 2. Perilaku korban yang mudah dekat, akrab, bahkan cenderung gampang
diajak pergi bersama dengan laki-laki sekalipun baru dikenalnya. Seperti
terjadi pada beberapa kasus perkosaan, ada korban yang baru mengenal pelaku
dari face book atau telpon salah sambung, kemudian dia merespon dan mau diajak
bertemu di suatu tempat dan terjadilah peristiwa perkosaan tersebut. Demikian
juga kasus perkosaan dalam angkot yang menghebohkan di awal September tahun
ini, ternyata salah satu pelaku dikenal korban, ketika pelaku menawarkan kepada
korban untuk diantar ke tempat tujuan korban langsung mengikuti padahal dia
sendirian. Pernyataan Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya, Kombes Sujarno menguatkan
hal ini, beliau mengatakan bahwa modus perkosaan yang banyak terjadi di Jakarta
yakni pelaku membujuk korban untuk jalan-jalan terlebih dahulu, kemudian diajak
menenggak miras, dan setelah perempuannya mabuk baru diperkosa. 3. Kondisi
korban relative sepi. Kebanyakan kasus perkosaan terjadi di malam hari, seperti
menimpa para wanita yang pulang malam baik pulang kuliah maupun pulang kerja.
Atau bisa juga terjadi di siang hari tapi korban berada di tempat yang sepi
atau sendirian di rumah, seperti yang seringkali terjadi pada kasus perkosaan
anak yang berlangsung ketika orang tuanya tidak ada di rumah atau anak sedang
bermain sendirian. 4. Terjadi pergaulan yang tidak mengindahkan aturan antara
korban dengan pelaku di tempat khusus, seperti tidur satu kamar antara korban
dengan pelaku( bisa saudara laki-laki, ayah tiri, bahkan ayah kandung); majikan
laki-laki bebas keluar masuk kamar pembantu perempuan atau sebaliknya;
berdua-duaan (khalwat) antara korban dengan pelaku. Sementara pemicu yang berasal
dari pelaku adalah: 1. Pelaku dalam kondisi mabuk akibat menenggak minuman
keras atau mengkonsumsi narkoba. 2. Pelaku terangsang karena melihat adegan
porno baik dari film, iklan, atau tampilan perempuan lain yang merangsang. 3.
Pelaku dalam keadaan muncul gejolak syahwatnya tapi tidak bisa memenuhi pada
isterinya. Seperti kebanyakan perkosaan yang dilakukan oleh pelaku yang
istrerinya telah meninggal, isteri sakit atau sedang melahirkan, isteri pergi
jauh menjadi TKW, tidak sedikit juga yang isterinya ada di sampingnya tapi
menolak melayani hasrat seksual suami. Akhirnya suami melampiaskan gejolak
seksualnya pada perempuan manapun yang memungkinkan seperti pada pembantu, anak
tiri/anak kandung, tetangga, atau perempuan yang lain.
Kita semua
berkewajiban untuk menghilangkan akar masalah kejahatan yang terus merajalela
di masyarakat ternmasuk perkosaan, yakni sistem kapitalis. Jika ingin
menyelamatkan dan mensejahterakan masyarakat maka harus mengganti sistem yang
rusak tersebut. Sistem penggatinya hanyalah aturan Islam dalam naungan
Khilafah. Dan supaya sistem Islam segera terwujud, maka kita semua harus
bersungguh-sungguh untuk memperjuangkannya.
Di Tanah Air kekerasan
seksual terhadap anak dan perempuan menjadi persoalan yang belum kunjung
tuntas. Alih-alih tuntas, justru kuantitas dan kualitas kekerasan ini mengalami
peningkatan. Ada asap pastinya ada api. Jika direnungkan, maraknya pencabulan dan
perkosaan berujung pada sekulerisme dan kebebasan. Sekulerisme meminggirkan
keimanan dan ketakwaan. Jadilah, masyarakat sekarang ibarat mobil remnya blong.
Sementara paham dan praktek kebebasan ibarat gas yang mendorong, memacu dan
membuka peluang terjadinya pencabulan dan perkosaan.
Menurut Catatan Akhir
Tahun 2015 Komnas Perempuan, bentuk kekerasan seksual tertinggi pada ranah
personal adalah perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus, pencabulan 18% atau
601 kasus dan pelecehan seksual 5 % atau 166 kasus.
Selama 12 tahun
(2001-2012) pencatatan kasus oleh Komnas Perempuan, ditemukan setidaknya 35
perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Menurut
catatan Komnas Perempuan, dalam 15 tahun terakhir setiap dua jam sekali satu
orang perempuan mengalami kasus perkosaan.
Banyak faktor yang
membuat angka kejahatan seksual meningkat di Tanah Air. Di antara pemicunya
adalah membludaknya konten pornografi. Meski Pemerintah telah memberlakukan UU
ITE, termasuk memblokir konten pornografi, keefektifan dan keseriusannya masih
dipertanyakan. Hingga 2016 Indonesia masih dibanjiri konten pornografi,
khususnya lewat dunia maya. Medsos menjadi sarana penyebaran pornografi yang
sulit dibendung. Pornografi diakui telah banyak memicu tindakan kejahatan
seksual, termasuk perkosaan, seperti kasus di Rejang Lebong, Bengkulu.
Sebagai upaya
preventif sekaligus kuratif, Islam pun mengancam setiap pelaku kejahatan dengan
ancaman keras. Pelaku pemerkosaan dapat terancam sanksi cambuk seratus kali
bila terkategori belum menikah (ghayru muhshan).
Bila telah menikah (muhshan), pelaku
zina dan perkosaan dijatuhi sanksi rajam hingga mati.
Pelaksanaan hukum
Islam secara menyeluruh dalam setiap sisi kehidupan adalah pilar komprehensip
mencegah tindak kriminalitas. Dalam persoalan tindak perkosaan atau perzinahan,
Islam menutup rapat peluang tersebut dengan kewajiban menutup aurat –baik untuk
laki-laki maupun perempuan–, melarang wanita muslimah untuk berdandan
berlebih-lebihan (tabarruj), menahan pandangan mata (ghadwul bashar, Al Qur’an
Surat An Nur 31), larangan ber-khalwat dan ikhtilath. Khalwat artinya mojok,
atau berdua-duaan antara seorang laki-laki dengan perempuan. Ikhtilat berarti
campur baur antara laki-laki dengan perempuan.