Kelompok liberal yang
mendewa-dewakan demokrasi dan anti syariah Islam tentu kecewa, melihat fakta
negara-negera Eropa yang tingkat pemerkosaannya tinggi. Sesuatu yang seharusnya
menjadi tamparan bagi Yeni Wahid—salah satu pentolan kelompok liberal—yang dengan
bangga menyatakan angka perkosaan di Saudi lebih tinggi daripada Eropa yang
perempuannya banyak pakai bikini. Padahal menurut data statistik tentang angka
Pemerkosaan di 116 negara, 7 dari 10 negara dengan tingkat pemerkosaan
tertinggi justru terjadi negara-negara Eropa. Seperti dilansir nationmaster.com,
Prancis, Jerman, Rusia, dan Swedia adalah negara Eropa dengan tingkat perkosaan
tertinggi di dunia.
Harian The Guardian (10/1) menambahkan potret rusak
negara kampiun demokrasi Inggris. Berdasarkan sebuah studi dilaporkan hampir
satu dari lima wanita di Inggris dan Wales menjadi korban serangan seksual
sejak berusia 16 tahun. Studi ini juga menunjukkan ada sekitar 473 ribu orang
dewasa yang menjadi korban kejahatan seksual setiap tahun, termasuk di dalamnya
ada 60 ribu sampai 95 ribu korban perkosaan.
Kondisi yang sama
terjadi di negara demokratis lain di luar Amerika dan Eropa, seperti India.
Negara ini tergoncang dengan meninggalnya mahasiswi kedokteran India berusia 23
tahun yang menjadi korban dari serangan pemerkosaan brutal (16/12) oleh enam
orang laki-laki di dalam bis di New Delhi.
Pemerkosaan di negara
demokratis terbesar di dunia ini ini memang mencengangkan, mencapai tingkat
epedemik. Menurut Al-Jazeera, seorang
perempuan diperkosa setiap 20 menit di India, dan 24.000 kasus perkosaan telah
dilaporkan hanya untuk tahun lalu saja. Dilaporkan 80 persen wanita di Delhi
telah mengalami pelecehan seksual. Sementara The
Times of India melaporkan, perkosaan di India telah meningkat secara
mengejutkan sebanyak 792 persen selama 40 tahun terakhir.
Perlu kita catat,
angka pemerkosaan yang tinggi justru terjadi di negara-negara demokratis
sekuler yang justru tidak menerapkan syariah Islam. Kita tentu saja bukan ingin
menyatakan bahwa di negara-negara Arab tidak terjadi pemerkosaan, karena
negara-negara Arab juga bukanlah potret negara yang benar-benar menerapkan
syariah Islam.
Pada hari Jumat, 28
Desember 2012, mahasiswi kedokteran India berusia 23 tahun yang menjadi korban
dari serangan pemerkosaan brutal 16 Desember oleh enam orang laki-laki di dalam
bis di New Delhi, telah meninggal karena luka yang dideritanya. Kasusnya ini
telah memicu protes massal di seluruh India menentang kelalaian dan
ketidakpedulian pihak kepolisian dan pemerintah India dalam melindungi kaum
perempuan dari kekerasan seksual. Kasus perkosaan telah berada pada tingkat
epidemik, sebuah fenomena yang terjadi setiap hari dan menjadi kejahatan yang
tumbuh tercepat di India, negeri demokrasi terbesar di dunia. Banyak serangan
seksual tidak dilaporkan karena sejumlah besar perempuan telah kehilangan
kepercayaannya pada sistem India dalam melindungi martabat mereka, sebagai
konsekuensi dari besarnya skala persoalan, kultur impunitas (kekebalan) yang
diberikan polisi terhadap pelaku, berbagai kasus yang dibiarkan berlarut-larut
selama bertahun-tahun di pengadilan, dan tingkat kepastian hukum yang buruk. Menurut
Al-Jazeera, seorang perempuan diperkosa setiap 20 menit di India, dan 24,000
kasus perkosaan telah dilaporkan hanya untuk tahun lalu saja. Media juga
melaporkan bahwa 80% wanita di Delhi telah mengalami pelecehan seksual,
sementara “The Times of India” melaporkan bahwa perkosaan di India telah
meningkat secara mengejutkan sebanyak 792% selama 40 tahun terakhir.
International Rescue Committee mengungkapkan
pada Senin, 14 Januari 2013 lalu, bahwa modus pemerkosaan sedang digunakan
sebagai alat perang di Suriah, di mana ini menjadi alasan utama
keluarga-keluarga Suriah melarikan diri ke negara tetangga. Lembaga ini
menggambarkan kejahatan keji ini sebagai ‘sebuah
sarana signifikan dan paling mengganggu dari perang sipil Suriah’. Orang-orang yang diwawancarai mengatakan
bahwa kaum perempuan terancam penculikan, perkosaan, penyiksaan, dan
pembunuhan. Perempuan juga dikabarkan diserang di depan umum dan di rumah
mereka, bahkan beberapa diantara mereka diperkosa beramai-ramai di hadapan
anggota keluarganya.
Situasi malapetaka di
Suriah berupa pembunuhan, intimidasi, penggusuran dan penghancuran masjid dan
rumah-rumah tanpa sedikitpun memandang nilai-nilai moral atau kemanusiaan,
adalah tampak jelas terlihat oleh semua orang. Pembunuhan delapan anak dan lima
perempuan dalam serangan udara di kota ‘Moadamiya’ As-Syam pekan ini tidak akan
menjadi yang terakhir dari segala kejahatan ini. Sementara itu adalah kejahatan
modus perkosaan sistematis oleh anak buah Assad terhadap saudari-saudari kita
di Suriah, yang hadir dan berdampingan dengan laki-laki untuk menyatakan dengan
tegas penolakan mereka terhadap rezim Baath Kafir Assad yang menimpa mereka
dengan penderitaan selama lebih dari empat dekade, memerintah mereka dengan
tangan besi, dan memaksakan aturan sekuler yang kufur atas mereka. Mereka telah
menyatakan dengan sangat jelas, “Ini adalah untuk Allah, itu adalah untuk
Allah.” Karenanya, mereka menuntut penggulingan Al-Assad sistem kufur Baath dan
penegakkan Khilafah Islam. Sebagai konsekuensinya Bashar Al-Assad terus
bersikukuh dalam memerintahkan para premannya untuk melakukan kejahatan keji
yang sistematis untuk meneror saudara-saudara kita di Suriah dan mencegah
mereka dari resolusi untuk menegakkan aturan Allah, yang akan menyenangkan
makhluk dan Sang Pencipta.