BAB LIMA
SUNAH-SUNAH FITRAH
Para ulama berbeda
pendapat tentang pengertian fitrah.
Al-Khaththabi berkata:
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa fitrah itu adalah sunah, yakni
sunah-sunah para Nabi.
Abu Hurairah,
az-Zuhriy dan Ahmad berkata: Fitrah itu adalah Islam.
Ibnu Abdilbarr
berkata: Fitrah itu adalah sesuatu yang dikenal/populer di kalangan salaf.
Ibnu Hajar berkata:
Fitrah itu adalah din (agama), beliau mengkaitkan pendapatnya pada sekelompok
ulama. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Abu Nuaim. Secara umum, kedua kelompok
ini berargumentasi dengan firman Allah Swt.:
“Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(TQS. ar-Rum [30]: 30)
Mereka berargumentasi
pula dengan hadits yang diriwayatkan Muslim dari Iyadh bin Himar al-Mujasyi’iy:
“Bahwasanya Rasulullah
Saw. bersabda pada suatu hari dalam khutbahnya: “Ketahuilah, sesungguhnya
Tuhanku memerintahkan aku untuk mengajarkan pada kalian yang tidak kalian
ketahui dari sesuatu yang Dia ajarkan kepadaku pada hari ini. Setiap harta yang
Aku berikan pada seorang hamba itu halal baginya, dan sesungguhnya Aku
menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus, dan sesungguhnya setan
telah mendatangi mereka, lalu mereka meremehkan agama mereka.”
Ibnu Athiyah
menyebutkan dalam tafsirnya bahwa sekelompok ulama menyatakan: sesungguhnya
maksud dari fitrah itu adalah al-millah.
Dengan tanpa
menyebutkan nama-nama mereka, nampak jelas bahwa para ulama tersebut
berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw. bersabda:
“Tidaklah seorang bayi
dilahirkan, kecuali dia berada di atas millah.”
Dan dalam riwayat
Muslim yang kedua disebutkan:
“Melainkan berada di
atas millah ini, hingga lisannya
menjelaskannya.”
Abu Syamah berkata:
Pangkal fitrah itu adalah karakter yang permulaan, sebagaimana Allah Swt.
firmankan:
“(Ya Tuhan) Pencipta
langit dan bumi.” (TQS. Yusuf [12]: 101)
Yakni, yang memulai
menciptakannya.
Orang yang mencermati
pendapat-pendapat ini akan melihatnya tidak bertentangan.
Karakter awal (
al-khilqah al-mubtadi'ah) merupakan pangkal
atau asal dari fitrah; sedangkan sunah,
din,
Islam
dan
millah, merupakan maksud atau
pengertian yang dikandung dalam hadits-hadits tersebut, seperti sabda
Rasulullah Saw.:
“Setiap bayi
dilahirkan di atas fitrah.”
Dan sabda Rasulullah
Saw.:
“Sepuluh perkara yang
menjadi bagian dari fitrah.”
Hal ini karena sunah,
din, Islam dan millah itu datang
bersesuaian dengan fitrah dan karakter bawaan manusia.
Bisa dikatakan bahwa
pengertian fitrah yang ada di dalam hadits-hadits tersebut adalah keimanan yang
fitri.
Yang dimaksud dengan sunan (sunah-sunah) [fitrah] adalah
sekumpulan perbuatan yang disetujui (disepakati) oleh seluruh syariat [termasuk
atas umat terdahulu]. Sunah-sunah [fitrah] ini berjumlah cukup banyak,
tetapi yang disebutkan hadits-hadits hanya sebelas sunah saja. Dari Aisyah ra.,
dia berkata; Rasulullah Saw. bersabda:
“Sepuluh perkara yang
termasuk fitrah: memotong kumis, memanjangkan janggut, siwak, istinsyaq (menghirup air dengan hidung
kemudian mengeluarkannya kembali), memotong kuku, mencuci barajim (bulatan yang ada di atas buku jari),
mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan beristinja setelah kencing dengan air.” Zakaria berkata: Mush’ab
berkata: Aku lupa yang kesepuluh, mungkin berkumur.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan an-Nasai)
Al-Barajim adalah buku-buku atau ruas-ruas
jari.
Dari Abu Hurairah ra.,
dari Rasulullah Saw., bahwasanya beliau Saw. bersabda:
“Fitrah itu ada lima:
berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut
bulu ketiak.” (HR. Muslim, Bukhari dan Ahmad)
Istihdad itu adalah halqul ‘anah (mencukur bulu kemaluan).
Sunah-sunah (as-sunan) yang disebutkan dalam hadits-hadits
tersebut ada sebelas. Kita telah membahas masalah istinja,
dan akan membahas masalah istinsyaq
(membersihkan hidung dengan cara menghirup air) dan berkumur dalam pembahasan
wudhu, sehingga yang akan dibahas dalam bab ini hanya delapan sunah saja,
yakni: siwak, memotong kumis, memanjangkan jenggot, mencabut bulu ketiak,
memotong kuku, mencuci buku atau ruas-ruas jari, mencukur bulu kemaluan, dan
khitan.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)