Imam Melaksanakan Shalat Secara
Ringan
Imam dianjurkan untuk
meringankan shalat jamaah dalam rangka memelihara kondisi jamaah shalatnya,
karena di antara mereka (bisa saja) terdapat orang yang sakit dan lemah, orang
yang sudah tua renta dan anak kecil, serta orang yang memiliki hajat keperluan,
karenanya imam melaksanakan shalat secara ringan yang tidak mempersulit para
jama’ah shalatnya. Pendapat saya ini tidak bermaksud bahwa sang imam melakukan
shalat dengan cepat seperti gagak mematuk dan tidak menyempurnakannya
sebagaimana mestinya. Termasuk meringankan shalat misalnya, adalah dalam ruku’
dan sujudnya imam tidak membaca lebih dari tiga tasbih, dan jika imam merasa
bahwa di antara makmumnya ada sesuatu yang menuntutnya untuk mempercepat
shalatnya, dia dianjurkan untuk menyederhanakan dan meringankan shalatnya,
seperti mendengar tangisan anak kecil yang bisa menyusahkan hati ibunya yang
sedang shalat di belakang. Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra. ia berkata: seorang
lelaki berkata:
“Wahai Rasulullah,
hampir tidak bisa menyempurnakan shalat yang begitu panjang diimami oleh si
fulan, maka aku belum pernah melihat Nabi Saw. memberikan nasihat dengan sangat
marah selain pada hari itu. Beliau Saw. bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di
antara kalian ini membuat orang menjadi jera, maka barangsiapa yang shalat
mengimami manusia hendaklah dia meringankannya, karena di antara mereka ada
orang sakit, orang lemah, dan orang yang berhajat.” (HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad, an-Nasai dan Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik
ra., ia berkata:
“Aku tidak pernah
shalat di belakang seorang imam pun yang lebih ringan dan lebih sempurna
daripada Nabi Saw. Jika beliau mendengar tangisan anak kecil maka beliau
meringankan shalatnya, karena khawatir sang ibu terlalaikan hatinya (karena
tangisan anaknya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Anas bin Malik
ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya aku
memulai shalat dan aku ingin memanjangkannya. Tetapi kemudian aku mendengar
tangisan anak kecil, maka aku menyederhanakan shalatku itu karena aku tahu
bagaimana beratnya perasaan sang ibu mendengar tangisan anaknya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dari Anas ra.:
“Bahwa Rasulullah Saw.
adalah orang yang paling ringan shalatnya (yakni tidak memanjangkan bacaan)
dalam kesempurnaan (yakni menyempurnakan seluruh rukun, wajib dan sunat
shalat).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Ahmad dan Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasul
Saw. bersabda:
“Jika salah seorang
dari kalian mengimami manusia maka hendaklah ia meringankannya, karena di
antara mereka ada anak kecil, orang tua, orang lemah dan orang sakit. Jika ia
shalat seorang diri, maka bershalatlah (dengan lama waktu) sekehendaknya.” (HR.
Muslim, Bukhari, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai)
Selain itu, telah
ditetapkan kepada imam untuk sedikit memperpanjang raka’at pertama, agar yang
makmum yang masbuq (tertinggal)
mendapatkan rakaat itu ketika imam dalam keadaan ruku’. dan imam hendaknya
sedikit melamakan ruku’nya apabila ia merasa ada orang yang baru masuk masjid,
agar si makmum mendapatkan rakaat pertama, walaupun tetap dengan tidak
menyulitkan para makmum lain yang sedang shalat di belakangnya. Dari Abu
Qatadah ra.:
“Bahwa Nabi Saw. dalam
dua rakaat pertama shalat dhuhur suka membaca Ummul
Kitab dan dua surat, dan dalam dua rakaat terakhir beliau membaca Ummul Kitab dan memperdengarkan sebuah ayat.
Beliau Saw. suka memperpanjang rakaat pertama yang tidak beliau lakukan dalam
rakaat yang kedua, begitu pula dalam shalat ashar serta shalat subuh.” (HR.
Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Abu Dawud meriwayatkan
hadits ini, di dalamnya ada tambahan:
“Sehingga kami mengira
bahwa dengan hal itu beliau ingin agar manusia mendapatkan rakaat pertama.”
Hadits ini telah kami
sebutkan dalam pembahasan “bacaan tambahan dari al-Qur’an atas al-fatihah dalam
shalat”, pada bab “sifat shalat”.
Sumber: Tuntunan
Sholat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)