Kita meyakini
bahwasanya tiap manusia pasti memiliki sense of
justice, walaupun ada yang lantang menyuarakannya dan ada pula yang
hanya diam. Tapi ketika dia menyaksikan sesuatu yang baginya tidak adil,
minimal suara hatinya pasti akan berteriak walau mulutnya bungkam.
Karena itulah,
keadilan menjadi hal yang sangat penting dalam suatu negeri, tidak perlu
keimanan untuk mengatakan bahwa ketika suatu negeri sudah hilang keadilannya
maka hilang pula kepercayaan rakyat di negeri tersebut terhadap
pemerintahannya, sebab pemerintah itu tugas utamanya adalah menegakkan keadilan
di tengah-tengah rakyatnya.
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkomentar tentang keadilan ini, “Sesungguhnya manusia tidak
berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan
dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu, dituturkan, "Allah
menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong
negara dzalim, walaupun negara itu Mukmin.”
Artinya sangat jelas
sekali, bila negeri yang dihuni kaum Mukmin sekalipun, tapi dia tidak berbuat
adil, maka negeri itu pasti jauh dari pertolongan Allah, jauh dari keberkahan,
dan senantiasa akan diliputi masalah demi masalah yang membuatnya makin terpuruk.
Dan parahnya, inilah
yang kita alami akhir-akhir ini. Kasus penistaan agama yang terjadi pada tahun
2016 benar-benar menunjukkan hal itu. Keadilan seolah mati, kaum Muslim yang
menuntutnya pun malah dijadikan sebagai sasaran ketidakadilan itu sendiri.
Bagaimana tidak,
rakyat yang berkumpul hingga jutaan pada aksi 411 dan 212 untuk menunjukkan
bahwa jumlah kaum Muslim yang terusik dengan penistaan agama ini banyak, tetap
saja tidak mampu menggerakkan pihak-pihak berpengaruh. Sebaliknya, gerakan
akidah ini malah dicurigai sebagai bagian dari upaya makar dan menggoyang
negara.
Ulama-ulama kemudian
dikriminalisasi. Ada yang diusut yayasannya, dianggap bagian dari pencucian
uang, ada yang difitnah secara keji sudah melakukan hal yang sangat terlarang,
ada pula yang disudutkan dan diancam, ketidakadilan sudah menjadi makanan yang
biasa di negeri ini.
Maka wajar bila kita
melihat rakyat lalu kehilangan kepercayaan pada siapapun yang dianggap bagian
dari rezim yang melindungi penista agama ini. Pihak penguasa sistem bukan-Islam
demokrasi di negeri ini terlihat sekali keberpihakannya pada penista al-Qur’an,
begitu juga dengan lembaga hukum lain sampai ke kantor berita.
Bila pihak yang
berkuasa berlaku tak adil, lantas masyarakat harus terus berdakwah serta
mengadukan ketidakadilan kepada Allah Swt.
Di dalam Islam,
keadilan itu berarti menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, begitu yang Allah
sampaikan pada kita melalui firmannya dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisaa
[4]: 58-59)
Dengan penerapan hukum
Allah dan Rasul, Kitabullah dan Sunnah, keadilan baru dapat diterapkan secara
sempurna, sebab ia datang dari Allah yang paling tahu tentang manusia, dan
tentu saja paling adil pada keputusannya. Lantas, apakah kita masih berharap akan
keadilan versi manusia?
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 196
---
SMS/WA Berlangganan
Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759