Sebagian stasiun
penyiaran mengumandangkan adzan untuk shalat fardhu lima waktu, dan
memperdengarkannya kepada orang-orang dari radio atau televisi. Dengan adzan
seperti ini, penduduk desa atau komunitas lainnya, tidak boleh mencukupkan diri
dengannya lalu mereka tidak mengumandangkan adzan di masjid-masjid mereka.
Adzan dari radio atau televisi tidak bisa mengganti adzan yang harus mereka
kumandangkan di masjid,
sehingga penduduk daerah-daerah tetap diharuskan untuk mengumandangkan adzan
oleh mereka sendiri, karena adzan hukumnya tetap fardhu kifayah, yang harus
dilaksanakan oleh mereka sendiri. Ini hal pertama.
Orang-orang merekam
adzan sebagian muadzin, maka rekaman seperti ini tidak boleh diputar pada
pengeras suara masjid untuk diperdengarkan kepada orang-orang sebagai pengganti
adzan yang seharusnya dikumandangkan oleh muadzin. Sebab, mengumandangkan adzan
itu fardhu kifayah, yang harus dilaksanakan oleh penduduk daerah, sehingga
mereka tetap terkena kewajiban untuk melaksanakan kewajiban ini.
Menyebarkan rekaman
dan memperdengarkan adzan yang direkam ini kepada orang-orang, hal ini tidak
menggugurkan kewajiban dari penduduk daerah untuk mengumandangkan adzan. Dan
masjid yang mengumandangkan rekaman adzan ini tidak bisa dianggap sebagai salah
satu pihak yang telah melaksanakan kewajiban mengumandangkan adzan tersebut.
Dan daerah yang di
dalamnya tidak ada kecuali hanya satu masjid, maka menurut syara, diharuskan untuk mengumandangkan adzan
di udara oleh seorang muadzin secara langsung, sehingga dia atau orang
selainnya tidak boleh merekam adzan mereka kemudian memutar rekamannya dan
dikumandangkan lewat pengeras suara di masjid ketika tiba waktu shalat lima
waktu. Tindakan itu tidak menggugurkan kewajiban mengumandangkan adzan dari
mereka.
Sementara itu, di kota
atau desa yang cukup besar, yang di dalamnya terdapat beberapa masjid, maka
adzan yang dikumandangkan seorang muadzin di sebuah masjid dianggap sebagai
pelaksanaan fardhu dari penduduk kota atau desa tersebut. Dalam kondisi seperti
ini, seandainya masjid-masjid yang lain mengumandangkan adzan yang direkam maka
tidak menjadi masalah, dan aktivitas tersebut -dalam kondisi ini- dipandang
sekedar memberitahukan orang-orang tentang masuknya waktu shalat, dan perbuatan
tersebut tidak dipandang sebagai pelaksanaan kewajiban mengumandangkan adzan,
sehingga pelakunya tidak memperoleh pahala mengumandangkan adzan yang pahalanya
akan diperoleh muadzin yang mengumandangkan adzan oleh dirinya sendiri. Ini
perkara yang kedua.
Hampir sama dengan
kondisi yang kedua adalah masjid-masjid di satu kota disatukan dengan jaringan
stasiun penyiaran, yang bertugas mengumandangkan adzan dari muadzin yang ada di
salah satu masjid tersebut. Lalu penduduk satu kota mendengar suara satu orang
muadzin itu dari alat penerima di masjid-masjid seluruhnya, maka kondisi ini
dibolehkan, dengan syarat, adzan itu dikumandangkan langsung oleh si muadzin,
bukan berasal dari rekaman kaset. Jika hal ini terjadi melalui rekaman kaset,
maka tidak cukup memenuhi kefardhuan, sehingga seluruh penduduk kota tersebut
bisa berdosa.
Yang harus
diperhatikan -dalam kondisi ini dan dalam kondisi kedua tadi- adalah hendaknya
adzan dikumandangkan di satu daerah oleh minimal satu orang muadzin. Tidak jadi
masalah bagi penduduk daerah itu apabila mereka menggunakan rekaman adzan di
masjid-masjid lain setelahnya. Jadi, apabila tidak ada adzan di satu daerah itu
yang dikumandangkan oleh seorang muadzin pun, kondisi ini tidak boleh terjadi.
Seluruh penduduk daerah tersebut menjadi berdosa. Ini yang ketiga.
Dua desa yang terletak
di satu wilayah yang tidak terlalu luas, di mana keduanya tidak dipisahkan
selain oleh jarak dua atau tiga mil saja misalnya, di mana jika di masjid salah
satu dari dua desa itu dikumandangkan adzan, penduduk desa yang lain mendengar
adzan ini, maka adzan tersebut telah menggugurkan kewajiban dari penduduk desa
yang pertama, tetapi tidak menggugurkan kewajiban dari penduduk desa yang lain.
Karena itu, wajib bagi penduduk desa yang lain untuk mengumandangkan adzan di
desa mereka juga, yakni menjadi satu kewajiban bagi setiap desa dari dua desa
itu untuk melaksanakan kewajiban mengumandangkan adzan; sama saja baik adzan
salah satu dari keduanya itu sampai terdengar di desa yang lain atau tidak. Ini
yang terakhir.
Bacaan: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)