Mengatasnamakan
kerukunan dan persatuan bangsa, Kementerian Agama Republik Indonesia
mengeluarkan seruan mengenai ketentuan ceramah agama di rumah-rumah ibadah.
Beberapa seruannya yaitu materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur
SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik,
mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.
Lalu, yang disampaikan
tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan,
keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung
provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan
destruktif. Selain itu, materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye
politik praktis dan/atau promosi bisnis.
Seruan tersebut
merupakan tiga dari sembilan seruan yang ditulis dan ditandatangani Menteri
Agama Lukman Hakim.
Menanggapi seruan
tersebut, Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rokhmat S. Labib mengatakan bahwa
yang menjadi parameter seruan agama terutama Islam adalah hukum Islam itu
sendiri. ”Mestinya hukum yang dibuat manusia itu disesuaikan dengan hukum dari
Allah SWT, bukan malah kemudian anjuran yang membatasi,” ungkapnya saat
dihubungi Media Umat.
Labib menjelaskan,
perkara seperti ceramah di rumah ibadah teruntuk umat Muslim seperti khutbah
Jum’at adalah bagian dari ibadah. "Yang pertama harus dipahami bahwa
khutbah itu adalah bagian dari ibadah dalam Islam, jadi tanpa khutbah, shalat
Jum’at tidak sah,” jelasnya.
Karena itu khutbah ini
bagian dari Islam, lanjutnya, semestinya pengaturan khutbah itu dikembalikan ke
dalam Islam itu sendiri, bukan kepada pengaturan siapapun, termasuk menteri
agama. Andai ada pengaturan maka pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan
dengan Islam.
”Sebenarnya dalam
khutbah sudah jelas yang harus disampaikan adalah wasiat takwa kepada Allah
SWT. Apa itu? Wasiat takwa adalah menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi
semua yang dilarang Allah, atas dasar keimanan dan keinginan untuk mendapatkan
ridha Allah SWT," ungkap Labib.
Maka semestinya
khutbah Jum'at itu harus menyampaikan perintah-perintah Allah, dan ketika
berbicara perintah Allah itu tidak ada batasan. ”Jangan sampai ada anjuran seperti ini "silahkan
lakukan perintah Allah kecuali yang bertentangan dengan hukum manusia”.
Kalau begitu di mana dong ketakwaannya?”
kata Labib.
Labib juga
menambahkan, khutbah adalah nasihat kepada kaum Muslim, terutama terhadap
penguasa Muslim. Oleh karena itu, khutbah itu tidak boleh dibatasi hanya yang
dianggap baik-baik saja.
"Maksudnya, tidak
boleh dibatasi dengan apa-apa yang bertentangan dengan penguasa, justru
penguasa inilah yang juga harus dinasihati untuk menerapkan hukum Allah, bukan
malah membiarkan dan membenarkan penguasa yang bertentangan dengan hukum
Islam,” tegasnya.
Maka
jelas anjuran [menteri agama] seperti itu, menurut Labib, malah akan menjadi
masalah. "Ya ini kan sebenarnya gara-gara ada anggapan bahwa rumah ibadah
itu menjadi tempat menyebarkan ujaran kebencian untuk kelompok lain, digunakan
untuk menyebarkan inteloransi. Ini kan sama seperti
menuduh bahwa rumah ibadah dan khatib menjadi sumber masalah,” katanya. []fatihs
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 196
---
SMS/WA Berlangganan
Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759