Begitu semangatnya
pemerintah saat ini untuk mengkriminalkan ulama dan membubarkan ormas Islam
seperti HTI, tentu menimbulkan pertanyaan. Mengingat, masih banyak urusan
urusan rakyat yang penting yang justru terabaikan. Beban ekonomi rakyat yang
semakin berat, harga-harga yang semakin meningkat, krisis sumber pendanaan
negara, utang yang semakin bertambah, belum lagi kriminalitas yang semakin
parah. Anak-anak muda semakin brutal dengan geng motornya, ditambah pemakai
narkoba di kalangan remaja yang semakin mengkhawatirkan.
Kita patut curiga apa
yang terjadi sekarang adalah penyesatan politik (tadhlilul
siyasi). Pertama, mengalihkan
perhatian masyarakat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin
menyulitkan mereka seperti kenaikan tarif listrik dan kelangkaan premium.
Masyarakat pun disibukkan dengan urusan urusan 'ideoiogi'. Rezim ini tampaknya
lupa, pengalihan perhatian sifatnya hanyalah sementara, masyarakat pun tidak
bodoh. Apalagi kalau beban ekonomi mereka semakin parah.
Kedua, mengalihkan dari persoalan yang
sesungguhnya dihadapi oleh bangsa ini. Seolah-olah yang menjadi biang kerok
berbagai persoalan sekarang adalah Islam. Seolah-olah bangsa ini diambang
kehancuran karena adanya kelompok yang mereka tuding militan, ekstrimis,
radikal, yang ingin memperjuangkan syariah Islam dan khilafah. Padahal, sangat
nyata yang menghancurkan negeri ini justru ideologi kapitalisme yang diadopsi
dan diterapkan di negara ini oleh rezim penguasa. Bagaimana mungkin kesalahan
ditimpakan kepada Islam yang belum diterapkan?
Untuk menutupi kedok,
merekapun berlindung pada narasi ’Pancasila', padahal kenyataan yang diterapkan
sekarang adalah kapitalisme liberal yang mengatasnamakan Pancasila. Lihatlah
seluruh produk UU kita dalam bidang ekonomi maupun politik, nyaris semua dijiwai
pandangan liberal. Mulai dari UU Migas, UU Kelistrikan, UU Sumber Daya Alam.
Kebijakan negara pun jelas sangat liberal seperti menghilangkan subsidi,
privatisasi BUMN, utang luar negeri. Kebijakan inilah yang merusak negara dan
menyengsarakan rakyat.
Ketiga, hiruk-pikuk sekarang, sangat mungkin
untuk menutupi kejahatan-kejahatan para elite
politik yang kerap kali mengklaim dirinya paling pancasilais sambil menuding
lawan politiknya anti Pancasila. Bukankah mereka yang mengklaim pancasilais itu
terlibat berbagai kasus korupsi besar seperti BLBI dan Bank Century? Mereka pun
terlibat dalam penjualan aset-aset negara. Tidak hanya itu, para politisi
liberal dan aktivis LSM liberal yang ngotot
membubarkan ormas Islam, memiliki rekam jejak sebagai pendukung disintegrasi
Timor Timur atas nama kebebasan berpendapat.
Sementara itu, kiaim
“Saya Pancasila" seraya menuding pihak lain anti Pancasila, sesungguhnya
mengulangi kejahatan penguasa represif sebelumnya. Pancasila oleh rezim
berkuasa, menjadi palu politik menggebuk lawan politiknya, atau yang mengancam
kepentingan keserakahan elite politik. Termasuk untuk menggembirakan tuan-tuan
politik mereka dari negara-negara imperialis. Menunjukkan pelayanan mereka yang
totalitas demi menjaga eksistensi kepentingan penjajahan kapitalisme di negeri
ini.
Perlu kita tegaskan,
penyesatan politik ini tidak akan ampuh. Barang busuk tetaplah busuk.
Penyesatan ini akan gagal menutupi kebusukan sistem kapitalisme-liberal yang
diterapkan sekarang. Termasuk tidak bisa menyembunyikan kejahatan-kejahatan
politik, para elite politik penguasa.
Karena selama Indonesia masih menerapkan kapitalisme liberal, rezim yang
berkuasa pasti gagal melayani rakyat dengan baik, gagal menyejahterakan rakyat.
Sebaliknya, penerapan
kapitalisme telah memberikan jalan bagi para koruptor
untuk merampok uang rakyat, membuka pintu yang seluas-luasnya bagi
negara-negara imperialis untuk merampok kekayaan alam negeri ini.
Karena itu kita
kembali mengingatkan, kalau kriminalisasi terhadap ajaran Islam, ulama, dan
ormas Islam ini tidak dihentikan, jangan salahkan kalau umat Islam akan
menganggap rezim sekarang sebagai penindas yang anti Islam. Bagaimana tidak,
rezim liberal saat ini telah menganggap ajaran Islam yang mulia, seperti
syariah Islam dan khilafah, sebagai ancaman negara. Sementara sistem Barat yang
busuk seperti kapitalisme, liberalisme, demokrasi dan pluralisme dianggap
sebagai sistem terbaik yang harus dijaga bahkan disebut harga mati.
Tidaklah mengherankan
segala sesuatu yang terkait dengan Islam kemudian dipersepsikan sebagai
ancaman. Melawan penistaan agama dan menyerukan penerapan syariah dianggap anti
kebhinnekaan, pemecah-belah negara, dan anti NKRI.
Padahal
adalah wajar, umat Islam yang menjadi bagian penting dari negeri ini yang tentu
tidak ingin negeri ini hancur. Yang dilakukan umat Islam adalah ingin
memberikan solusi bagi negeri ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap
negeri ini. Dan solusi mereka adalah syariah Islam yang rahmatan lil alamin secara totalitas. Lantas, kenapa harus dimusuhi? []farid wadjdi
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 199
---
SMS/WA Berlangganan
Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759