Hukum-Hukum Wanita Haid
Terhadap wanita haid
berlaku seluruh hukum orang junub yang sebelumnya telah kami jelaskan. Yang
berbeda hanyalah dalam masalah shaum
(berpuasa), persetubuhan, dan talak.
Ketika orang junub
memasuki waktu pagi dalam keadaan berpuasa, maka dia bisa melanjutkan puasanya,
sedangkan wanita haid tidak melanjutkan puasanya.
Orang yang junub, baik
lelaki ataupun wanita boleh bersetubuh, sedangkan wanita yang haid tidak boleh
bersetubuh.
Wanita yang junub
halal diceraikan, sedangkan wanita haid tidak halal diceraikan.
Kami sebutkan beberapa
hukum wanita haid secara lebih rinci sebagai berikut:
1. Tidak boleh berdiam diri di masjid, yang
dibolehkan hanya lewat saja. Dalil ketidakbolehan berdiam diri di masjid adalah
hadits yang diriwayatkan Aisyah ra. yang berkata:
“Rasulullah Saw.
datang, sedangkan di hadapan rumah-rumah para sahabat adalah jalan di dalam
masjid. Maka beliau Saw. berkata: “Pindahkanlah pintu-pintu rumah ini dari
masjid.” Kemudian Rasulullah Saw. masuk tetapi orang-orang itu tidak melakukan
sesuatupun dengan harapan turun rukhshah
(keringanan) terkait mereka. Lalu Rasulullah Saw. keluar lagi menemui mereka
dan berkata: “Pindahkanlah pintu-pintu rumah ini dari masjid. Sesungguhnya aku
tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.” (HR. Abu Dawud dan
Ibnu Khuzaimah)
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu al-Qaththan. Hadits ini
sudah kami cantumkan dalam pembahasan (hukum-hukum junub).
Mengenai dalil
bolehnya orang haid melewati masjid adalah hadits yang diriwayatkan dari
Maimunah ra. bahwasanya dia berkata:
“Rasulullah Saw.
pernah menemui salah seorang dari kami padahal dia (sang isteri) sedang haid,
lalu beliau Saw. meletakkan kepalanya di atas pangkuannya. Beliau Saw. kemudian
membaca al-Qur’an padahal dia (sang isteri) sedang haid. Kemudian salah seorang
dari kami berdiri membawakan tikar kecilnya dan meletakkannya di dalam masjid,
padahal dia sedang haid.” (HR. Ahmad dan an-Nasai)
Dan hadits yang
diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwasanya dia berkata:
“Rasulullah Saw.
berkata kepadaku: “Bawakanlah khumrah
ini dari masjid.” Aisyah berkata: Aku berkata: Aku sedang haid. Maka Nabi Saw.
berkata: “Sesungguhnya darah haidmu itu tidak berada pada tanganmu.” (HR.
Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud)
Khumrah itu adalah sajadah atau hamparan yang
dijadikan tempat sujud.
Kesimpulan yang
diambil dari dua hadits ini sangat jelas.
Orang yang berpendapat
seperti pendapat kami ini adalah Zaid bin Tsabit, Malik, as-Syafi’i, Ahmad dan ahlud dzahir.
Sufyan, Abu Hanifah,
dan Malik dalam satu riwayat darinya berpendapat wanita haid itu tidak boleh
melewati masjid. Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah Saw.:
“Aku tidak
menghalalkan masjid bagi orang haid dan junub.”
Maka kami bantah
pendapat mereka, bahwa hadits ini masih bersifat umum, sedangkan hadits
Maimunah dan Aisyah mengecualikan tindakan berlalu di dalam masjid dari
keumuman larangan tersebut. Perkara ini sangat jelas, sedemikian jelasnya
sehingga tidak perlu dijelaskan lagi.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)