4. Bagi orang yang bangun subuh dalam keadaan
junub, boleh melanjutkan puasanya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari
Aisyah dan Ummu Salamah (dua isteri Nabi Saw.), bahwasanya keduanya berkata:
“Rasulullah Saw.
bangun shubuh dalam keadaan junub yang disebabkan persetubuhan, bukan mimpi, di
bulan Ramadhan, kemudian beliau Saw. (tetap) berpuasa.” (HR. Muslim, Bukhari
dan Ahmad)
Inilah pendapat
mayoritas, bahkan statusnya hampir mendekati ijma’ (kesepakatan) para fuqaha.
Adapun riwayat “Abu
Hurairah memfatwakan orang yang bangun waktu fajar dalam keadaan junub itu
tidak sah puasanya,” sesungguhnya Abu Hurairah sendiri telah menarik (meralat)
fatwanya ini. Perihal fatwa dan ralat yang dilakukan Abu Hurairah telah
disinggung oleh Muslim dalam kitab Shahihnya
dalam satu hadits yang diriwayatkan dari jalur Abdul Malik bin Abu Bakar bin
Abdurrahman dari Abu Bakar. Selain itu Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan
bahwa Abu Hurairah telah menarik kembali fatwanya dan tidak mengamalkannya. Ini
terkait junub yang disebabkan oleh persetubuhan.
Perihal bolehnya puasa
bagi orang yang bangun pagi dalam keadaan junub yang disebabkan oleh mimpi,
maka ini tidak diperselisihkan lagi oleh seorangpun. Saya tidak akan berpanjang
lebar dalam persoalan ini, karena tempat pembahasannya ada dalam bab puasa,
bukan dalam bab thaharah.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)