2. Orang haid boleh bergaul, bercampur-baur
dengan orang-orang, berbincang dengan mereka, makan, minum, tidur dan
aktivitas-aktivitas keseharian lainnya, kecuali beberapa hal yang dilarang oleh
syara. Dalil-dalilnya adalah sebagai
berikut:
a. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas tentang
sebab turunnya ayat: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang wanita haid”, yang
sebelumnya telah kami cantumkan di atas menyebutkan:
“Sesungguhnya orang
Yahudi, apabila isteri mereka haid, maka mereka tidak makan dan berkumpul
dengannya di rumah.”
Yakni, mereka tidak
makan bersama wanita haid dan tidak bergaul dengannya. Lalu turunlah ayat ini,
kemudian Rasulullah Saw. menjelaskan ayat ini dengan sabdanya: “Lakukanlah.”
“Lakukanlah apapun,
kecuali bersetubuh.”
Yakni, lakukanlah apa
yang tidak dilakukan oleh orang Yahudi, yang sebagiannya telah disebutkan di
bagian awal hadits ini, atau lebih dari itu kecuali bersetubuh.
b. Dari Aisyah ra., dia berkata:
“Aku pernah minum dan
waktu itu aku sedang haid. Kemudian aku memberikan (gelas minum)ku kepada Nabi
Saw. Beliau Saw. meletakkan mulutnya di bekas mulutku, lalu beliau Saw. minum,
dan aku makan daging yang masih menempel pada tulang. Waktu itu aku sedang
haid, lalu aku memberikannya kepada Nabi Saw., kemudian beliau Saw. meletakkan
mulutnya di bekas mulutku.” (HR. Muslim dan Ahmad)
c. Dari Abdullah bin Saad, dia berkata:
“Aku bertanya kepada
Rasulullah Saw. tentang makan bersama wanita haid. Beliau Saw. berkata:
“Makanlah bersamanya.” (HR. Ahmad)
At-Tirmidzi
meriwayatkan hadits ini juga, dan berkata: status hadits ini hasan gharib.
Hadits ini menunjukkan bolehnya makan bersama wanita haid.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)