Kedua: Puasa Orang yang Membunuh
Secara Keliru
Barangsiapa membunuh
jiwa yang merdeka secara keliru maka wajib baginya memerdekakan hamba dan
membayar diyat kepada keluarga si terbunuh. Si pembunuh tidak menyerahkan diyat
itu dari hartanya, tetapi sang aqilah (pemimpin kaum) yang menyerahkan diyat itu
dari harta mereka. Namun, karena hamba (budak) itu sekarang tidak ada lagi,
maka konsekuensinya adalah bahwa atas orang yang membunuh satu jiwa merdeka
secara keliru terkena kewajiban puasa dua bulan berturut-turut. Dan sang aqilah
(pemimpin kaum) terkena kewajiban untuk membayar diyat kepada keluarga si
terbunuh.
Adapun puasa dua
bulan, ini harus dilakukan secara berturut-turut tanpa terputus, kecuali karena
udzur sakit, udzur haid atau nifas (jika si pembunuhnya perempuan). At-Thabari
telah meriwayatkan dalam kitab tafsirnya beberapa pernyataan yang berasal dari
Said bin Musayyab, dan dari Hasan, Atha, Amr bin Dinar, dan dari ‘Amir
as-Sya’bi, bahwa orang yang berpuasa dua bulan berturut-turut kemudian berbuka
karena udzur seperti sakit, maka dia harus menyempurnakan sisanya dan
menghitung jumlah hari puasa yang telah dilakukan sebelumnya. Ini merupakan
pendapat yang shahih.
Dalam kitab al-Muwaththa [1/254] disebutkan: Yahya
berkata: aku mendengar Malik berkata: “penjelasan terbaik yang pernah aku
dengar tentang orang yang diwajibkan berpuasa dua bulan berturut-turut karena
membunuh secara keliru, atau karena kasus zhihar, lalu dia terkena sakit yang
memaksanya memutus rangkaian puasanya. Maka jika telah sembuh dari sakitnya dan
mampu untuk berpuasa, maka dia tidak boleh mengundurkan lagi puasanya, dia
tinggal meneruskan puasa yang telah dilakukannya sebelumnya. Begitu pula
perempuan yang diwajibkan berpuasa karena membunuh secara keliru, lalu dia haid
di antara rangkaian puasanya, jika dia telah suci maka dia tidak boleh
mengundurkan lagi puasanya. Dia tinggal meneruskan puasa yang telah
dilakukannya sebelumnya. Seseorang yang diwajibkan berpuasa dua bulan
berturut-turut tidak boleh berbuka, kecuali karena salah satu alasan: sakit
atau haid, sehingga jika dia melakukan perjalanan (safar) dia tidak boleh
berbuka membatalkan puasanya.” Ini merupakan penjelasan yang shahih.
Dalil bahwa kaffarat
puasa dari orang yang membunuh secara keliru (tidak sengaja) adalah berpuasa
selama dua bulan berturut-turut adalah firman Allah Swt.:
“Dan tidak layak bagi
seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah
(tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman, serta membayar
diyat, yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir)
yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya,
maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan taubat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (TQS. an-Nisa [4]: 92)
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Tuntunan Puasa
Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul
Izzah