Pernyataan Kapolri
Jenderal Tito Karnavian dalam sebuah video tentang perintah agar jajaran Polri
mendukung penuh NU dan Muhammadiyah, menimbulkan kritik. Masalahnya dalam video
tersebut bisa muncul kesan seolah-olah Kapolri mengabaikan peran ormas-ormas
Islam lain, selain NU dan Muhammadiyah. Tidak hanya itu, ormas Islam selain NU
dan Muhammadiyah dianggap akan merontokkan negara ini. Bisa jadi, bukan itu
maksud yang sesungguhnya, yang ingin disampaikan Kapolri, namun pernyataan
dalam video tersebut telah menimbulkan kegaduhan.
Terdapat banyak
ulama-ulama besar yang berjuang melawan penjajahan. Tidak semua dari NU dan
Muhammadiyah. Ada HOS Cokroaminoto tokoh pejuang dari Syarikat Islam (SI), yang
sebelumnya bernama Syarikat Dagang Islam (SDI). Tidak bisa dilupakan peran
Muhammad Natsir, yang merupakan kader Persis, murid utama A Hassan dari
Bandung, lewat Mosi integral Natsir, demi menjaga keutuhan negeri ini.
Di luar Jawa, seperti
dalam catatan Teuku Zulkarnaen (MUI Pusat) terdapat tokoh-tokoh Islam yang
angkat senjata melawan penjajahan. Di Medan, dari Al-Washliyah muncul para
ulama yang angkat senjata melawan penjajah Belanda seperti Riva'i Abdul Manaf
(pengarang lagu "Panggilan Jihad“), Bahrum Jamil, Bahrum Sholih dan
lainnya.
Dari Ittihadiyah
(Medan) ada Syeikh Muhammad Dahlan, Syeikh Zainal Arifin Abbas, penulis besar
asal Medan, yang juga ulama pejuang yang angkat senjata melawan penjajah,
Syeikh Sayuti Nur. Di Aceh berdiri Persatuan Ulama Aceh yang menuliskan fatwa
jihad melawan penjajah kafir Belanda. Di Sumatera Barat berdiri Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Di Lombok ada Nahdhatul Wathon, yang didirikan oleh
Tuan Guru Zainudddin.
Ada politik adu-domba
dan pecah-belah terhadap kalangan ormas Islam di dalam strategi yang
direkomendasikan Rand Corporation dalam dokumen berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, And
Strategies yang ditulis Cheryl Benard. Untuk membendung kebangkitan
gerakan Islam, lembaga think-tank Amerika ini, membuat langkah-langkah detil.
Antara lain,
memecah-belah umat Islam dengan mengklasifikasi menjadi: fundamentalis,
tradisionalis, modernis, dan sekuleris. Setelah itu melakukan politik
adu-domba. Untuk fundamentalis, hadapi dan lawan. Sementara tradisionalis,
dukung untuk melawan fundamentalis. Adapun modernis, dukung. Dan kita melihat
dan merasakan, upaya-upaya menjalankan strategi Rand Corporation ini semakin
menguat belakangan ini.
Kita mengingatkan
upaya memecah-belah ini tidak akan berhasil dilakukan karena ada pertolongan
Allah. Apalagi kalau dimaksudkan untuk membendung keinginan umat Islam bersatu
menerapkan syariah Islam. Menerapkan syariah Islam, sesungguhnya merupakan
kewajiban dari Allah SWT yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Kewajiban ini tidak bisa dipadamkan oleh siapapun. Ini pulalah yang
dicita-citakan oleh para ulama negeri ini saat bicara tentang konsep
pemerintahan. Menjadikan negeri ini diatur berdasarkan syariah Islam. Meskipun
tentu saja terdapat dinamika politik dalam perjalanannya.
Keinginan mendirikan
negara yang didasarkan pada syariat Islam, tampak dalam pidato Ketua PB
Moehammadiyyah. Ki Bagoes menyampaikan pidatonya pada persidangan BPUPKI kedua,
31 Mei 1945. Berikut beberapa petikan dari pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo: ”Tuan-Tuan dan sidang yang terhormat! Dalam negara
kita, niscaya Tuan-Tuan menginginkan berdirinya satu pemerintahan yang adil dan
bijaksana, berdasarkan budi pekerti yang luhur, bersendi permusyawaratan dan
putusan rapat, serta luas berlebar dada tidak memaksa tentang agama. Kalau
benar demikian, dirikanlah pemerintahan itu atas agama Islam, karena ajaran
Islam mengandung kesampaiannya sifat-sifat itu.”
Hal ini juga tampak
dari pandangan KH Wahid Hasyim , terhadap pidato Soekarno di Amuntai
(27/1/1953), presiden RI pertama ini menyatakan kalau Islam digunakan untuk
memerintah negara banyak daerah akan Iepas. Pernyataan Soekarno ini segera
ditanggapi oleh salah seorang tokoh terkemuka Islam dari Nahdlatul Ulama KH
Wahid Hasyim dengan menulis: "Pernyataan
bahwa pemerintahan Islam tidak akan dapat memelihara persatuan bangsa dan akan
menjauhkan Irian, menurut pandangan hukum Islam, adalah perbuatan mungkar yang
tidak dibenarkan syariat Islam. Dan wajib bagi tiap-tiap orang Muslimin
menyatakan ingkar atau tidak setuju.”
Allahu Akbar!
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 213