Isu Khilafah: Pisau Bermata Dua
Beggy Rizkiyansyah
Salah satu efek daBeggy
Rizkiyansyahri
pembakaran bendera berkalimat tauhid adalah isu khilafah itu sendiri yang terus
digoreng media.
Sebenarnya bukan isu
khilafah itu sendiri yang krusial ditangani pemerintah, tetapi isu seberapa
relevan konsep negara bangsa itu dalam serbuan globalisasi.
Pemerintah mungkin
saja memanfaatkan isu khilafah sebagai pretext, tetapi di sisi lain, orang pun
akan mulai mempertanyakan relevansi negara bangsa, terutama ketika konsep
negara bangsa mulai terlihat tak berdaya di hadapan globalisasi dan ekonomi
pasar yang menjamah dan menjarah ke mana-mana.
Tak perlu bertensi
tinggi untuk mengakui bahwa korporasi multinasional sudah sejak lama
mengangkangi yang namanya batas-batas negara bangsa. Kenichi Ohmae dalam The
End of Nation State sudah mengingatkan hal ini sejak lama.
Di Uni Eropa, negara
bangsa semakin dianggap tak relevan oleh warganya. Di Yunani meski warganya
sengsara oleh politik ekonomi Jerman sebagai dedengkot Uni Eropa, nyatanya
mereka tetap ingin menjadi bagian dari Uni Eropa namun menolak sistem ekonomi
yang sama dengan EU. Hal ini dibahas secara tajam oleh Joseph Stiglitz.
Seberapa relevan EU dengan mata uangnya?
Meski sekarang terjadi
pasang naik sayap kanan ultranasionalis, tetapi kalau mau ditelusuri, isu
ekonomi yang sebenarnya jadi persoalan.
Nah, saya mau
ketawa-ketawa lihat bagaimana reaksi pemerintah terhadap isu khilafah. Apa
susahnya menjawab secara cerdas wacana khilafah? Apalagi ada segudang akademisi
intelektual di belakang pemerintah, yang anehnya bukan memakai intelektualitas
mereka, tetapi mendadak para akademisi itu menjadi preman pasar. Mendukung main
gebuk, berangus.
Lha ini repot, wacana
seperti itu kalau dibungkam tak akan membuat orang menjauhi. Bisa jadi malah
semakin tertarik.
Tetapi memang
dilematis. Ketka pemerintah mencoba membantah isu khilafah dan menekankan
relevansi konsep negara bangsa, di saat yang sama mereka membuka air bah
liberalisasi ekonomi yang menghancurkan batas-batas negara bangsa.
Disinilah kita bisa
melihat adegan Ria Jenaka di depan mata kita. Tetapi ya memang lebih mudah
merespon dengan teriak-teriak "harga mati" meski sebenarnya yang
terjadi harga pasar, he, he.