TAKTIK
PERANG HASAN KHAIRUDDIN DALAM PENGEPUNGAN SPANYOL
HASAN BIN KHAIRUDDIN berusaha mempergunakan
kesempatan kemenangan atas Mustaghanim untuk membersihkan markas Spanyol di
Wahran. Kemudian dia bersiap-siap di kota Aljir untuk menghimpun kekuatan baru
yang militan dan terorganisir, bersama-sama pasukan Utsmani. Untuk itu dia
segera mempersiapkan 10.000 pasukan dari Zawawah. (Harb AI-Tsalatsat Mi'ah
Sanah, hlm. 377.) Pada saat yang sama, dia juga mempersiapkan sebuah kekuatan
baru dan menempatkan salah seorang panglima dari masa pemerintahan ayahnya. Dia
juga berusaha memperoleh dukungan dari penduduk lokal. Langkah yang ditempuhnya
adalah dengan menikahi puteri Sultan Kuku bin Al-Qadhi. Pernikahan ini sangat
membantu dirinya untuk meminta bantuan kekuatan kepada anak Al-Qadhi, dalam
menghadapi kekuatan pemimpin kabilah lain yang bernama Abdul Aziz bin Abbas
yang telah mendeklarasikan kemerdekaan di Maghrib. (Tarikh Al-jazair Al-Hadits,
hlm. 45.) Dengan taktik itu, armada laut pasukan Utsmani bisa bolak-balik ke
Kota Hajar Badis dan Thanjah. (Haqaiq AI-Akhbar 'An Duwal AI-Bihar, hlm. 1/319.)
Hasan bin Khairuddin mengangkat Buyahya
Ar-Rayis sebagai panglima di Badis pada tahun 965 H/ 1556 M. Dia pun segera
menghancurkan pantai-pantai Spanyol mulai dari Qarthajanah sampai Santa
Penoste. Beberapa kapal perang di Badis berada di bawah komandonya. Dia
kemudian menggelari dirinya sebagai Sayyid Madhiq Jabal Thariq. Dalam sebuah
tulisan yang ditulis Fransisco De Ebaner disebutkan, bahwa Buyahya memiliki
empat kapal perang. Kapal yang pertama berada di bawah komandonya. Di atas
kapal tersebut terdapat 90 pasukan Utsmani bersenjata panah dan manjaniq. Kapal
kedua dikomandani oleh Qurrah Mami dengan membawahi 80 puluh pasukan Utsmani
yang dilengkapi senjata yang sama. Kapal ketiga dikomandani Murad Ar-Rayis
dengan kekuatan pasukan 70 orang dan kapal keempat memiliki pasukan yang sama
dengan kapal ketiga. Selain kapal-kapal di atas yang bergerak melalui perairan
selat jabal Thariq, Buyahya juga memiliki kapal perang di Badis. Di tempat itu
dibuat kapal-kapal lain. Aktivitas kapal di Badis memiliki hubungan dengan
kapal-kapal Tuthwan, Al-'Araiys, dan Sala. di Thuthwan ada tiga kapal kecil, di
Al-Araisy ada tiga kapal lainnya seukuran dengan kapal-kapal yang ada di
Thuthwan, sedangkan di Sala ada dua kapal dengan bentuk yang lain. Hanya saja
kapal-kapal yang terakhir ini tidak berada di bawah kendali Buyahya.
Hasan bin Khairuddin menyerukan agar
kapal-kapal perang lslam bergerak cepat dan aktif menghancurkan
pelabuhan-pelabuhan di Andalusia dan menguasai kapal-kapal India. Seruan ini
telah membuat pedagang Sevilla mengajukan keluhan kepada Raja Spanyol. Mereka
mengeluhkan kerusakan yang ditimbulkan kapal-kapal Badis dan kapal-kapal Islam
yang lain dalam melawan kapal-kapal Spanyol di perairan jalur bisnis india. (Athwar
AI-Alaqaat Al-Maghribiyyah AI-'Utsmaniyyah, hlm.219.) Di sana kapal-kapal para
pedagang tidak bisa melintas tanpa melalui ijin Buyahya. Ketakutan pun segera
menyebar di pantai-pantai Spanyol. Sampai-sampai, mereka tidak akan pernah
bercocok-tanam kecuali dengan ekstra hati-hati. Mengingat seringkali pasukan
Utsmani mengepung mereka di saat jam-jam kerja. Demikian pula dengan para
nelayan, yang selalu berhubungan dengan pantai. (Tarikh AI-DauIah AI-Sa'diyyah,
hlm. 90.)
Taktik
Maula Abdullah
Dalam kebijakannya, Maula Abdullah mengikuti
jejak ayahnya dengan mengadakan perlawanan dari setiap serangan dan meminta
bantuan asing yang merupakan musuh-musuh Utsmani, seperti Spanyol dan Portugis;
dengan cara memperbaharui perundingan dan menjaga interaksi damai dengan
mereka. Perundingan kesepakatan dengan pasukan Nasrani ini, telah mendorongnya
untuk memenuhi berbagai tuntutan yang diajukan negara-negara Eropa, seperti
Perancis. Dia menerima duta besarnya, juga mengirimkan surat kepada Pangeran
Anthonio De Borbon yang berisi kesediaan Maghrib untuk memenuhi semua tuntutan
Perancis. Kemudian Pangeran Anthonio melakukan kesepakatan pada bulan Syawal
966 H/juli 1559 M dengan Maula Abdullah yang menyatakan diri, akan menyerahkan
Mursi Kecil sebagai imbalan atas sumbangan senjata dan peralatan perang yang
diberikan Perancis, serta pengiriman pasukan khusus Perancis yang akan menjadi
pengawal dirinya; setelah dia kehilangan kepercayaan dari pasukan Utsmani yang
berakhir dengan terbunuhnya ayah dia, Muhammad Syaikh.
Setelah Perancis melakukan kesepakatan Cato
Cambersis pada tanggal 21 Jumadil Ula tahun 966 H/13 April 1559 M yang telah
berhasil menghentikan perang Italia, dia kembali mencari taktik baru yang
mungkin bisa dijadikan sebagai sandaran tatkala terjadi konflik baru dengan
Spanyol. Khususnya setelah Philip ll memiliki pengaruh sangat besar di Eropa.
Kesepakatan tersebut telah membantu memberikan pengaruh kepada Spanyol di
ltalia dan wilayah-wilayah sekitar yang mengancam Perancis. Maka Perancis
melakukan pendekatan dengan negeri-negeri Maghrib yang beragama Islam. Satu hal
yang tidak bisa dipungkiri, Perancis melihat bahwa di Maghrib terdapat satu
sekutu yang mungkin bisa diandalkan, sebagaimana ia juga melihat bahwa
Pelabuhan Istana Kecil bernilai strategis, karena jaraknya hanya beberapa
kilomerter dari jabal Thariq (sebuah wilayah strategis yang sangat mungkin
dijadikan tempat untuk menyerang Spanyol).
Mungkin inilah alasan yang membuat
pemerintahan Utsmani tidak merespon positif kesepakatan tersebut, sebab
pemerintahan Utsmani berkeinginan menjadikan Perancis sebagai mediator ke
orang-orang Sa'di. Tujuan Perancis dan pemerintahan Utsmani adalah satu, walaupun
berbeda dilihat dari segi akidah. Perancis hendak menyerang Spanyol dengan
tujuan merealisasikan adidaya militernya, agar dia menjadi penguasa tunggal di
Laut Tengah. Sedangkan pemerintahan Utsmani bertujuan untuk menolong kaum
muslimin dari kejahatan Spanyol, kemudian mengambil kembali tanah-tanah Islam
di Andalusia. Maka Hasan bin Khairuddin pada tahun 966 H/ 1559 M mengalihkan
pandangannya dan segera bergerak bersama pasukannya ke wilayah-wilayah yang
berada di bawah kekuasaan Banu Abbas Abdul Aziz. Segera dia berhasil menguasai
Masila dan bentengnya. Dia membangun sebuah bangunan pengintai di tempat
tersebut, untuk mengokohkan eksistensi Utsmani yang dikawal 400 pasukan
penjaga. Setelah itu Hasan bin Khairuddin kembali menuju wilayah Hamzah di ujung
Barbarah. Di tempat itu, penguasa Bani Abbas melakukan penyerangan terhadap
benteng Utsmani, hingga meletus pertempuran yang berakhir dengan kematian Abdul
Aziz bin Abbas.
Ia kemudian digantikan Ahmad Maqran yang
menjadi penguasa di wilayah-wilayah Kuku. Hasan bin Khairuddin mengakuinya. (Tarikh
Al-Daulat Al-Sa'diyyah, hlm.87-88.)
Usaha-usaha untuk mengganggu perdagangan
pedagang-pedagang Nasrani semakin gencar dilakukan, terutama di pesisir-pesisir
Tunisia dan Aljazair, dengan cara mencegat kapal-kapal Nasrani yang
melewatinya. Kekuatan-kekuatan militer darat dan armada laut juga dikirim dari
pelabuhan itu untuk membantu Sultan di Timur. (Tarikh Al-Jazair AI-'Aam, hlm.
3/91.)
Armada
Laut Utsmani Menyerang Pulau Jarhah di Tunisia
Armada Utsmani di bawah komando Babali Pasya
melakukan serangan ke pulau jarbah pada bulan Ramadhan tahun 967 H/Mei 1560 M.
Armada ini mampu merealisasikan tujuan-tujuannya dalam melawan tentara Spanyol
(Juhud AI-Utsmaniyyin, hlm.384.) yang kebingungan menemukan cara untuk meminta
bantuan pasukan Perancis. (Juhud AI-Utsmaniyyin, hlm.384.) Setelah itu,
seharusnya Babali Pasya melakukan serangan-serangan dadakan ke Laut Tengah,
sebelum dia kembali ke Istanbul. Namun Darghut Pasya yang sebelumnya telah
mendapat tekanan demikian keras dari para pemberontak di negerinya, berhasil
meyakinkan Babali Pasya untuk berangkat menuju Tripoli dalam rangka membantu
dirinya mengikis para pemberontak di dekat Tajura'. Babali Pasya sampai ke
Tripoli dan disambut laksana pahlawan yang menang perang. Sementara itu
kapal-kapal Utsmani memasuki kota Tripoli, dihiasi dengan bendera dan
umbul-umbul yang berhasil dirampas dari musuh-musuh, setelah panji-panji musuh
itu dilipat di atas tiang-tiang kapal. Babali Pasya tinggal di Tripoli beberapa
hari. Namun demikian singgahnya dia dalam hitungan hari itu telah cukup untuk
membuat penduduk Tajura' menyerah. Setelah itu barulah dia bertolak menuju
ibukota negerinya. (Libya Mundzu AI-Fath Al-'Arabi, Anwari Rusi, hlm. 190.)
Penangkapan
Hasan Khairuddin
Hasan bin Khairuddin terus melakukan
persiapan-persiapan untuk menggempur wilayah Maghrib. Maka dia mulai membentuk
kekuatan yang terdiri dari pemuka-pemuka kabilah. Dia berniat untuk mewakilkan
penjagaan Aljir kepada mereka, saat ia tidak ada di kota tersebut. Dia sendiri
tidak menaruh kepercayaan kepada pasukan lnkisyariyah.
Pasukan lnkisyariyah mencium adanya bahaya,
segera menangkap Hasan bin Khairuddin dan para pembantunya pada musim panas
tahun 969 H/ 1561 M. Mereka segera dikirimkan ke lstanbul dengan tangan
terikat. Hasan bin Khairuddin dikawal sejumlah perwira. Mereka bertugas untuk
memberikan penjelasan kepada Sultan, tentang sebab-sebab yang membuat mereka
melakukan itu semua. Tuduhannya adalah bahwa Hasan bin Khairuddin berniat
menyingkirkan pasukan khusus Turki (Wajaq) dengan cara mengangkat orang-orang
lokal. Tujuannya untuk memerdekakan diri dari pemerintahan Sultan Utsmani.
Namun Sultan segera mengirimkan Ahmad Pasya disertai kekuatan laut untuk
memberi pelajaran pada kaum pemberontak, dan memadamkan kerusuhan di sana.
Ahmad Pasya berhasil menangkap para pemimpin pemberontak dan kemudian
mengirimnya ke Istanbul. (Tarikh AI-jazair Al-Hadits, hlm . 46.)
Kembalinya
Hasan bin Khairuddin ke Aljazair
Sultan Utsmani Sulaiman Qanuni mengembalikan
Hasan bin Khairuddin sebagai penguasa Aljazair untuk kedua kalinya pada akhir
tahun 970 H / 1562 M., yang diiringi dengan sepuluh kapal perang dengan
perbekalan militer bersenjata. (Tarikh AI-jazair AI-'Aam, hlm. 3/93.) Hasan bin
Khairuddin sempat berbenah selama lima bulan setelah kembalinya dari lstanbul
untuk bersiap-siap menyerang Wahran dan Marsi Besar. Dua kota ini adalah tempat
di mana pasukan Spanyol masih bercokol di sana. (Harb AI-Tsalatsah Mi'ah Sanah,
hlm. 379.)
Hasan bin Khairuddin berangkat dari kota
Aljir (Algeria) pada tahun 971 H/ 1563 M menuju sebelah barat. Dia memimpin
sebuah pasukan sangat besar berjumlah 15.000 personil para penembak dan seribu
pasukan kuda yang dipimpin oleh Ahmad Maqran Az-Zawawi, serta 12.000 pasukan
dari Zawawah dan Bani Abbas. Sedangkan perlengkapan logistik dibawa pasukan
Utsmani ke kota Mustaghnim yang dijadikan sebagai pangkalan perang untuk
operasi militer. Pada tanggal 13 April, Hasan bin Khairuddin dengan semua
kekuatannya tiba di depan Kota Wahran, lalu melakukan pengepungan atas kota itu.
Sedangkan pasukan Spanyol telah siap sedia melakukan perlawanan dari balik
benteng pertahanan mereka. (Harb AI-Tsalatsah Mi'ah Sanah, hlm. 379.) Setelah
datangnya berbagai bantuan yang beruntun dari pasukan Spanyol dan Perancis ke
Wahran, sebagai respon terhadap permintaan penguasanya, maka Hasan bin
Khairuddin terpaksa mengakhiri pengepungan itu sebelum bantuan-bantuan lain
datang lebih banyak dari Malta yang merupakan pusat pengumpulan bantuan. (Athwar
AI-Alaqaat AI-Maghribiyyah AI-'Utsmaniyyah, hlm. 213)
Demikianlah, Hasan bin Khairuddin tidak mampu
merealisasikan maksudnya, karena Philip ll telah menyusun sebuah rencana
ambisius dengan membangun armada militer Spanyol yang kuat, dan membangun
pangkalan-pangkalan laut di pelabuhan Italia dan Catalonia. Sementara bantuan
ke gudang makanan Spanyol datang dari pihak Kepausan. Dewan legislatif di
Castilla berkumpul dalam sebuah pertemuan luar biasa untuk memutuskan memberi
bantuan kepada Spanyol dalam bentuk harta benda, dalam rangka menghadapi
pasukan Utsmani. Inilah yang membuat pemerintahan Spanyol menjadi kuat dan
membuat pasukan Utsmani tidak mampu menaklukkan Wahran pada tahun 971 H/1563M.
Philip II mulai melakukan persiapan untuk
menduduki Badis. Kemenangan yang dicapai di Wahran mendorongnya untuk
melebarkan sayap. Maka pada tahun yang sama 971 H/ 1563 M, Philip ll
mengirimkan armadanya ke Badis dan mendapat perlawanan sengit dari pasukan
mujahidin. Perlawanan ini telah memaksa pasukan Spanyol menarik mundur
pasukannya dari Badis. (Juhud Al-Utsmaniyyin, hlm. 389.) Perlu disebutkan di
sini adalah, bahwa Pulau Badis adalah titik wilayah Maghrib yang paling dekat
ke jabal Thariq. Bagi kaum mujahidin, Badis dianggap sebagai pelabuhan yang
sangat penting. (Tarikh AI-Daulat AI-Sa'diyyah, Abdul Karim Karim, hlm. 36.)
Dari pelabuhan ini mereka bisa menyeberang menuju Andalusia, sebagaimana sangat
mungkin bagi mereka untuk melakukan penyusupan ke Wilayah-wilayah Spanyol,
dalam rangka memberikan bantuan kepada kaum muslimin di wilayah itu (yang saat
itu menyebut diri mereka sebagai orang-orang asing di Andalusia).
Inilah yang mendorong pasukan Spanyol
melakukan serangan ke Badis sejak beberapa waktu sebelumnya. Pada saat yang
sama, Badis menjadi sumber ketakutan bagi Sultan Sa'di Al-Ghalib Billah. Sebab
Sultan sangat khawatir, Badis menjadi titik tolak armada Utsmani menuju
Maghrib. Maka dia pun melakukan kesepakatan dengan Spanyol dengan membiarkan
pulau Badis menjadi milik Spanyol dan menjualnya kepada mereka, serta
mengosongkannya dari kaum muslimin. Maka terputuslah armada Utsmani di tempat
itu. (Tarikh AI-Daulat AI-Sa’diyyah, penulis tidak menyebut nama, hlm. 89.)
Sebagai gantinya, mereka melakukan serangan pesisir barat, karena telah
mengetahui adanya konspirasi. Dan mereka pun menarik diri dan kembali Aljir. (Tarikh
Al-Maghrib, Muhammad bin 'Abud, hlm. 17.) Pada akhir tahun itu juga, Buyahya
diturunkan dari kedudukannya dan pasukan Utsmani segera meninggalkan peperangan
di bagian Barat Laut Tengah dan bergerak ke pulau Malta di bagian Timur. (Athwar
Al-'Alaqaat AI-Maghribiyyah Al-'Utsmaniyyah, hlm, 190-191.)
Perebutan
Pulau Malta
Sultan Utsmani Sulaiman Qanuni berkeinginan
kuat untuk menaklukkan Malta yang merupakan benteng pertahanan terbesar pasukan
Nasrani di tengah-tengah Laut Tengah, di mana sebelumnya pasukan kuda Kardinal
Johannes pernah berada. Maka Sultan segera mengirim armadanya yang dipimpin
langsung oleh Babali Pasya, sebagaimana dia meminta kepada Darghuts Rayis,
penguasa Tripoli dan jarbah, juga Hasan bin Khairuddin dan pasukan lautnya,
untuk segera bergabung dengan armada Utsmani dalam operasi perang di Malta,
sebagai persiapan untuk merebut kembali benteng-benteng Islam yang lain. Maka
berangkatlah Hasan Khairuddin dengan membawa 25 kapal yang memuat 3000
personil. Armada Islam sampai di Malta pada tanggal 18 Mei dan langsung
melakukan pengepungan. Pengepungan berlangsung sangat ketat, yang memaksa
pasukan Nasrani meminta bantuan pasukan dan armada untuk melawan mujahidin.
Bantuan Nasrani tiba dipimpin oleh Wakil Raja Sicilia dengan membawa kekuatan
28 kapal perang dan jumlah personil yang sangat banyak. Berkecamuklah perang
sengit antara dua pihak. Bantuan yang demikian banyak, membuat pasukan Islam
harus menarik diri pada tanggal 18 Rabiul Awal 973 H/8 Desember 1565 M. (Harb
Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 383.)
Hasan
Khairuddin Barbarosa Menjadi Panglima Armada Utsmani
Sultan Sulaiman Qanuni pengganti Sultan Salim
telah mengangkat Hasan bin Khairuddin sebagai panglima umum armada laut pasukan
Utsmani. Khairuddin dinobatkan di Istanbul pada tahun 975 H/1567 M. (Harb
Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 385.) Sedangkan yang menjadi penguasa Aljazair
setelah Hasan bin Khairuddin adalah Muhammad bin Saleh Rayis sejak bulan
Dzulhijjah 973 H/juni 1567 M. Pada tahun itu terjadi wabah penyakit dan
kelaparan yang sangat hebat, disertai pembangkangan tentara Utsmani dan
pemberontakan rakyat. Kondisi ini memaksa penguasa baru Muhammad bin Saleh
Rayis mau tidak mau harus meluangkan waktunya untuk memberi pelayanan kepada
rakyatnya yang terkena wabah dan memadamkan api pemberontakan. Dan yang sangat
mengejutkan adalah, datangnya pemberontakan dari penguasa Tunisia yang banyak
terpengaruh ide-ide kaum Hafashin. Namun pemberontakan ini mampu segera
dipadamkan. Dia dipecat dari posisinya dan segera digantikan oleh Ramadhan
Tasyulaq. Pada bulan Rabiul Awal tahun 975 H/1S67 M., Spanyol menyerang kota
Aljir. Namun mereka harus lari terbirit-birit. Masa pemerintahan Muhammad bin
Saleh Rayis tidak berlangsung lama, karena dia harus dipindahkan ke wilayah
lain. (Tarikh AI-jazair AI-'Aam, hlm. 3 / 93-94.)
Qalj
Ali Menjadi Penguasa Aljazair
Setelah kepindahan Muhammad bin Saleh Rayis,
tampuk pemerintahan Aljazair diserahkan pada Qalj Ali pada tanggal 14 Shafar
976 H / 8 Agustus 1568 M. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat terampil
mengatur pemerintahan, dan sekaligus sosok yang sangat kuat, ksatria, dan
pemberani dalam peperangan. (Tarikh AI-Jazair AI-'Aam, hlm. 3/95.)
Qalj melakukan satu langkah yang sangat
berbahaya, yakni melakukan operasi pengembalian pemerintahan Islam di Spanyol
dan memerdekakan wilayah Afrika Utara dari cengkeraman orang-orang Nasrani.
Maka dia pun memfokuskan perhatian kepada armada laut. Apa yang dia lakukan
telah menimbulkan rasa takut yang demikian mendera bangsa Eropa. (Tarikh
AI-Afriqiya AI-Syamaliyah, Charles Golian, hlm. 3 / 346.) Langkah yang juga
tidak kalah berbahayanya adalah, penghapusan hak monopoli mutiara dari tangan
Perancis di Qalah, karena mereka selalu menunda-nunda pembayaran pajak selama
tiga tahun, serta tindakan mereka yang arogan bagaikan tindakan penguasa dan
tuan-tuan. (Al-Maghrib AI-'Arabi AI-Kabiir, Syauqi Al-Jamal, hlm. 100.)
Tunisia
Kembali Berada di Bawah Pemerintahan Aljazair
Qalj Ali bertekad untuk membersihkan
basis-basis pasukan Spanyol di Tunisia sebelum memulai langkahnya di kepulauan
Iberia. (Al-Maghrib AI-'Arabi AI-Kabir, jalal Yahya, hlm. 84.) Ini dia lakukan
untuk mempertahankan Tripoli dan Aljazair. Sedangkan Spanyol, saat itu telah
menjadikan Tunisia sebagai titik sentral dan titik-tolak penyerangan terhadap
pasukan Utsmani di Tripoli dan Aljazair. (AI-Atrak AI-'Utsmaniyun fi SyamaIi
Afriqa, 'Aziz Samih, hlm. 84.) Oleh sebab itu wajib diambil langkah-langkah
pengamanannya....
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----