3. Pembersihan Terhadap
Institusi-Institusi Politik Yahudi yang Lain
Dengan berhasil
dibersihkannya institusi politik Yahudi Khaibar, jatuhlah kekuatan-kekuatan
politik Yahudi yang lain, yang ada di Jazirah Arab, sehingga kendali berada
dalam kekuasaan
Rasulullah Saw. Kekuatan Yahudi sudah tidak tersisa lagi, kecuali
kantong-kantong Yahudi di Fadak, Wadil Qura, dan Taima', namun mereka tidak
memiliki kekuatan yang pantas untuk diperhitungkan. Dengan demikian, tidak
sulit bagi Rasuluilah Saw. untuk menundukkan. Dan terbukti, beliau dengan
kekuasaan Negara Islam berhasil menundukkannya dengan sangat gampang dan mudah.
a. Fadak
Setelah orang-orang
Yahudi penduduk Fadak mendengar dan mengetahui apa yang terjadi di Khaibar,
mereka meminta berdamai sebagaimana penduduk Khaibar kepada Rasuluilah Saw.
tanpa melalui peperangan. Rasulullah Saw. menerima permintaan itu. Penghasilan
dari kebun-kebun di Fadak khusus untuk dimiliki dan dibelanjakan oleh Negara
Islam, sebab para mujahid (tentara Islam) tidak menaklukkan Fadak dengan
pasukan berkuda dan pasukan pejalan kaki. Dengan demikian, takluknya Fadak
bukan melalui peperangan.
b. Wadil Qura
Adapun penduduk Wadil
Qura, mereka tidak datang kepada Rasulullah Saw. dengan menunjukkan
ketundukannya dan mengumumkan loyalitasnya kepada Negara Islam, serta
menyatakan bergabung di bawah bendera Negara Islam, seperti yang dilakukan
penduduk Fadak. Untuk itu, Rasulullah Saw. harus menundukkannya melalui
kekuatan. Setelah urusan Khaibar selesai, beliau berangkat menuju Wadil Qura.
Beliau mengepung
penduduk Wadil Qura beberapa hari, bersamaan dengan itu, beliau mengajak mereka
memeluk Islam, namun mereka menolaknya, sehingga beliau terpaksa memerangi
mereka dan menaklukkan mereka dengan kekerasan.
Beliau membagi harta
rampasan perang penduduk Wadil Qura, seperti peralatan dan harta benda. Sedang
tanah dan kebun kurma tetap di tangan pemiliknya -orang-orang Yahudi. Beliau
memperlakukan mereka seperti perlakuan beliau kepada orang-orang Yahudi Khaibar.
c. Taima’
Setelah orang-orang
Yahudi penduduk Taima’ mendengar apa yang terjadi dengan penduduk Wadil Qura, mereka datang dan minta berdamai
kepada Rasulullah Saw. dengan kesiapan membayar jizyah, sehingga mereka tetap
tinggal di negeri mereka, dan tanah-tanah mereka tetap dalam kekuasaan mereka.
Kaum Muslimin Tertidur Pulas
Setelah selesai
membersihkan semua kelompok-kelompok Yahudi
dengan menjadikan Khaibar sebagai landasan untuk itu, beliau pergi dari Khaibar
dan kembali ke Madinah al-Munawwarah. Perjalanan telah membuat Rasulullah Saw.
dan para sahabat merasa lelah. Mereka telah memasuki sepertiga malam terakhir.
Rasulullah Saw. ingin mengistirahatkan pasukannya dan memberi mereka kesempatan
untuk tidur. Untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak terduga-duga, sedang
mereka dalam keadaan tidur, maka beliau ingin menyerahkan urusan (tugas)
menjaga mereka, dan tugas membangunkan mereka untuk shalat Subuh kepada salah
seorang di antara mereka.
Rasulullah Saw.
bersabda: Siapa orang yang siap menunggu shubuh untuk kita, sehingga kita bisa
tidur? -artinya siapa orang yang akan membangunkan untuk shalat shubuh-.” Bilal
berkata: “Aku siap menunggu shubuh untukmu, wahai Rasululluh.”
Rasulullah Saw.
berhenti, lalu oleh kaum muslimin, dan tidak lama kemudian mereka pun tidur.
Bilal mendirikan shalat beberapa raka'at. Selesai shalat, Bilal bersandar pada
untanya untuk menunggu waktu shubuh, namun ia sudah tidak tahan lagi menahan
rasa kantuknya, dan akhirnya ia pun tertidur. Dengan demikian, tidak ada yang
membangunkan mereka, kecuali panasnya sengatan matahari. Beliau adalah orang
pertama yang bangun.
Beliau bersabda,
“Wahai Bilal, apa yang engkau lakukan untuk kita?” “Wahai Rasulullah, aku
tertidur juga seperti kamu,” jawab Bilal. Rasulullah Saw. bersabda, “Engkau
benar.” Rasulullah Saw. pergi sambil menuntun untanya, beliau berhenti tidak
jauh dari tempat sebelumnya. Lalu beliau berwudhu’ dan diikuti kaum muslimin.
Beliau menyuruh Bilal melakukan iqamah shalat, lalu beliau mendirikan shalat
bersama kaum muslimin. Setelah salam, beliau menghadap kaum muslimin dan
bersabda: “Jika kalian lupa mendirikan shalat, maka shalatlah kalian ketika
ingat, sebab Allah Swt. berfirman:
“Dan dirikanlah shalat
untuk mengingat-Ku” (TQS. Thaha [20]: 14)
Tampak bagiku -wallahu a’lam- bahwa pulasnya tidur Rasulullah
Saw. dan kaum muslimin dalam periode ini, dan setelah berakhirnya pembersihan
terhadap institusi-institusi politik
kaum Yahudi memiliki makna tersendiri. Dengan demikian, sepertinya Allah Swt.
berfirman kepada kaum muslimin, “Sekarang kalian dapat tidur dengan tenang dan
aman, sebab sumber bahaya yang mengkhawatirkan masa depan kalian telah tiada.”
Tinggal satu
pertanyaan, “Atau tidak mungkinkah semua itu selesai tanpa harus ketinggalan
shalat?” Aku katakan, “Bahwa tidur meupakan kejadian yang alami, yang tidak
dapat dihindari (hal biasa), sehingga perlu disertai kejadian lain agar menarik
perhatian manusia, sedang kejadian yang lain itu tidak lain adalah ketinggalan
shalat.”
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press