d. Keinginan (Jahat) Bani Sulaim
terhadap Negara Islam
Abu Bara’ ‘Amir bin
Malik bin Jafar -sang penipu ulung- datang kepada Rasulullah Saw. di Madinah.
Rasulullah Saw. menawarkan dan menyerukan Islam kepadanya, namun dia tidak mau
masuk Islam dan tidak bersikap memusuhi Islam.
Dia berkata: “Wahai Muhammad, kalau saja kamu mau mengirim beberapa orang di
antara sahabatmu kepada penduduk Najd, selanjutnya mereka menyeru penduduk Najd
kepada agamamu niscaya aku berharap penduduk Najd akan menerima agamamu ini.”
Rasulullah Saw. bersabda: “Aku takut penduduk Najd bukannya menerima, tetapi
malah menyakiti mereka.” Abu Bara’ berkata: “Jangan takut, aku bertetangga baik
dengan mereka. Maka kirim mereka untuk menyeru penduduk Najd kepada agamamu.”
Lalu Rasulullah Saw.
mengirim Mundzir bin ‘Amru saudara Bani Sa’idah “al-Ma’niqu
Liyamut” (yang bersegera mati syahid) dengan membawa 70 sahabat pilihan
di antara kalangan kaum muslimin. Di antara mereka Harits bin Shimmah, Haram
bin Mulhan, ‘Urwah bin Asma’, Nafi’ bin Badil bin Warqa’, dan Amir bin Fuhairah
mantan budak Abu Bakar ash-Shiddiq, merekalah orang-orang yang dinamakan kaum
muslimin pilihan.
Mereka berjalan hingga sampai di Bi’rul Ma’unah, yaitu tempat antara daerah
Bani Amir dan Harrah Bani Sulaim, kedua daerah dekat dengan Bi’rul Ma’unah,
namun ke daerah Harrah Bani Sulaim lebih dekat.
Setelah sampai di
Bi’rul Ma’unah, Haram bin Mulhan mengirim surat Rasulullah Saw. kepada musuh
Allah, Amir bin Thufail. Ketika Haram bin Mulhan sampai pada Amir bin Thufail,
Amir bin Thufail tidak mau melihat isi surat itu, bahkan dia menzhaliminya,
lalu dia membunuhnya. Kemudian dia berteriak minta bantuan kepada Bani Amir,
namun Bani Amir enggan untuk memenuhi panggilannya. Mereka berkata: “Kami
sekali-kali tidak akan mengkhianati Abu Bara'.” Abu Bara’ telah membuat
kesepakatan untuk saling memberi perlindungan keamanan.
Kemudian, Amir bin
Thufail berteriak minta bantuan suku-suku Bani Sulaim, mereka memenuhi
panggilan itu. Mereka keluar hingga mereka mengepung para sahabat yang masih
dalam rombongannya. Ketika mereka melihat para sahabat mengambil pedangnya,
maka mereka langsung menyerang hingga para sahabat semuanya terbunuh -semoga
Allah merahmati mereka semua- kecuali Ka'ab bin Zaid, mereka membiarkan Ka'ab
dalam keadaan sekarat. Ka’ab ditumpuk di antara mereka yang terbunuh. Ka'ab
masih hidup hingga akhirnya dia -semoga Allah merahmatinya- menjadi syahid pada
perang Khandak.
Dalam pasukan Mundzir
masih ada yang tersisa, yaitu Amru bin Umayyah adh-Dhamri dan Mundzir bin Amru
bin 'Uqbah dari kaum Anshar. Keduanya tidak tahu dengan apa yang menimpa para
sahabatnya, hanya saja burung terus-menerus mengelilingi perkemahan. Keduanya
berkata: “Demi Allah, pasti ada sesuatu dengan burung ini.” Lalu keduanya
mendekat untuk melihat, ternyata orang-orang Bani Sulaim telah menumpahkan
darah para sahabatnya, dan tiba-tiba kuda mereka yang terbunuh berdiri.
Al-Anshari berkata Amru bin Umayyah: “Apa pendapatmu?” Amru berkata: “Aku akan
kembali pada Rasululah Saw. untuk menyampaikan berita ini.” Al-Anshari berkata:
“Aku tidak akan mengutamakan diriku dengan meninggalkan tempat terbunuhnya
Mundzir bin Amru, dan aku tidak akan mengadukan kezhaliman mereka kepadaku.”
Kemudian orang-orang menyerangnya hingga akhirnya dia terbunuh.
Mereka menangkap Amru
bin Umayyah dan menjadikannya sebagai tawanan. Ketika dia memberitahukan bahwa
dia dari Mudhar, maka Amir bin Thufail membebaskannya, mencukur rambut
ubun-ubunnya, dan melepaskannya dari perbudakan, lalu menyuruhnya kembali pada
ibunya. Amru bin Umayyah pergi, ketika sampai di Qorqorah al-Kadar (Qorqorah
al-Kadar adalah tempat yang jaraknya 96 mil dengan Madinah), dua orang dari
Bani Amir mendekatinya, dan keduanya beristirahat bersamanya di tempat dia
berteduh. Orang-orang Bani Amir punya perjanjian saling melindungi dengan
Rasulullah Saw. yang tidak diketahui oleh Amru bin Umayyah.
Amru menanyai keduanya
ketika keduanya bersamanya: “Dari mana kalian berdua?” Keduanya berkata: “Dari
Bani Amir.” Dia berlaku ramah terhadap keduanya. Pada saat keduanya sedang
tidur, dia berbuat zhalim dengan membunuh keduanya. Dia melihat bahwa dengan membunuh
keduanya, berarti dia telah membalaskan dendam para sahabat Rasulullah Saw.
yang telah terbunuh kepada orang-orang dari Bani Amir. Ketika Amru bin Umayyah
menghadap Rasulullah Saw., dia menceritakan apa yang telah dialaminya.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sungguh kamu telah melakukan dua pembunuhan yang
menyakiti keduanya.”
Kemudian, Rasulullah
Saw. bersabda: “Ini perbuatan Abu Bara'. Sebelumnya aku sudah tidak menyukai
dan mengkhawatirkan hal ini.”
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis
Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press