6. Umratul Qadha’
Kemudian pada bulan
Dzul Qa’dah, tahun ketujuh Hijriyah, Rasulullah Saw. pergi untuk menunaikan
umrah qadha’, yakni melakukan umrah sebagai pengganti atas umrah yang tidak
bisa beliau kerjakan pada bulan Dzul Qa’dah tahun sebelumnya, karena pada waktu
itu kaum musyrikin melarangnya. Rasulullah Saw. pergi bersama para sahabat,
yang mereka juga tidak bisa melakukan umrah pada waktu itu.
Ketika orang-orang
kafir Quraisy mendengar tentang kedatangannya Rasulullah, maka mereka pergi.
Orang-orang kafir Quraisy berbicara sesama mereka bahwa Muhammad dan para
sahabatnya berada dalam kesulitan, kelaparan, dan penderitaan. Orang-orang
Quraisy berbaris di Dar an-Nadwah untuk melihat Rasulullah dan para sahabatnya.
Ketika Rasulullah Saw. memasuki masjid, beliau memasukkan kain selendangnya di
bawah lengan kanannya, dan menjadikan ujung kain selendangnya menutupi lengan
kirinya, sedang lengan kanannya beliau keluarkan.
Kemudian, beliau
bersabda, “Semoga Allah marahmati orang yang
sekarang sedang memperlihatkan kekuatannya kepada orang-orang Quraisy.”
Selanjutnya, beliau menyentuh Rukun, lalu beliau pergi sambil berlari-lari
kecil yang diikuti para sahabatnya, sehingga Baitullah
tertutup oleh mereka. Selanjutnya beliau menyentuh Rukun Yamani, lalu berjalan
hingga menyentuh Rukun Aswad. Beliau berlari-lari kecil sebanyak tiga kali
thawaf, sedang sisanya beliau berjalan.
Keberadaan Rasulullah
di Makkah dirasa sangat berbahaya oleh orang-orang Quraisy. Sebab, setelah
Muhammad tinggal di Makkah, beliau mulai melakukan berbagai kegiatan dan
kontak-kontak, bahkan beliau mulai membangun hubungan cinta kasih (pernikahan)
dengan sebagian keluarga Makkah. Beliau meminang dan menikahi Maimunah bintu
al-Harits. Di mana-mana mulai ditemukan orang-orang yang membicarakan tentang
beliau dan ideologi yang beliau emban, di jalan-jalan, dan di tempat-tempat
mereka berkumpul.
Orang-orang Quraisy
telah merasakan bahwa mayoritas penduduk Makkah mulai tertarik dengan
Rasulullah. Sehingga orang-orang Quraisy berkeinginan mengusir dari Makkah
ketika itu juga. Kalau saja orang-orang Quraisy tidak mengkhawatirkan status quonya,
sebab mereka sudah tidak memiliki pilihan di depannya, dan sudah tidak ada yang
dapat mereka lakukan, kecuali meminta beliau agar konsisten dengan teks
kesepakatan Hudaibiyah yang menetapkan bahwa beliau tidak boleh tinggal di
Makkah lebih dari tiga hari.
Orang-orang Quraisy
mempercayakan kepada Huwaithib bin Abdul ‘Uza untuk meminta Rasulullah dan para
pengikutnya
agar melaksanakan point yang telah disepakatinya. Rasulullah Saw. tinggal di
Makkah selama tiga hari.
Pada hari ketiga,
Huwaithib bin Abdul ‘Uza mendatangi beliau, dan berkata: “Wahai Muhammad, tiga
hari masa tinggalmu telah berakhir. Untuk itu, pergilah.” Rasulullah Saw.
bersabda: “Bagaimana kalau kalian membiarkan aku mengadakan resepsi pernikahan
di tengah-tengah kalian, dan aku buatkan jamuan makanan untuk kalian, kemudian
kalian menghadirinya?” Orang-orang Quraisy berkata: “Kami tidak memerlukan
makananmu. Pergilah.”
Selama Rasulullah Saw.
mendapatkan apa yang beliau inginkan melalui gencatan senjata yang diadakan
tahun sebelumnya, maka untuk apa pada tahun ini beliau kembali melakukan umrah
lagi? Jawaban atas pertanyaan itu dapat dilihat melalui dua faktor:
Faktor
Agamis
Rasulullah
diperintahkan melakukan umrah, namun beliau belum bisa melakukannya, sehingga
beliau wajib mengqadha'nya, berdasarkan
firman Allah Swt:
“Dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”
(TQS. Muhammad [47]: 33)
Faktor
Politis
a. Kalau saja Muhammad
tidak melakukan umrah qadha', niscaya orang-orang Quraisy akan
menyebarkan berita di tengah-tengah bangsa Arab, bahwa kedatangannya tahun yang
lalu di Hudaibiyah ternyata tidak untuk mengagungkan Ka’bah. Namun,
kedatangannya untuk mengobarkan perselisihan dengan orang-orang Quraisy, dan
menciptakan fitnah di tanah haram.
Sehingga jika itu yang terjadi, maka akibatnya tidak baik bagi Negara Islam.
b. Umrah qadha’ yang dilaksanakan Rasulullah
sebagai bentuk unjuk kekuatan dan ketangguhan (show
of force) Negara Islam. Untuk itu, Rasulullah memakaikan mereka pakaian
khusus yang menunjukkan titik-titik kekuatan dalam tubuh mereka. Beliau juga
melakukan parade militer yang indah ketika melaksanakan thawaf dan sa’i, dengan
berwasiat kepada para tentaranya agar menunjukkan setiap bentuk kekuatan dan
ketangguhan kepada mereka. Beliau berkata: “Semoga
Allah merahmati orang yang sekarang sedang memperlihatkan kekuatannya kepada
mereka, orang-orang Quraisy.”
c. Melakukan parade
militer di negeri musuh mengandung banyak maksud-maksud politik. Di antara
maksud-maksud politik itu yang paling menonjol adalah memperlihatkan keunggulan
yang tidak tertandingi yang dimiliki oleh Negara Islam.
d. Muhammad
merencanakan untuk menaklukkan Makkah dan membersihkan posisi serta pengaruh
orang-orang Quraisy di Makkah. Umrah qadha’ dijadikan sebagai media pengintaian
dan pencarian informasi baru untuk daerah pertempuran yang akan datang, sebab
beberapa perubahan telah terjadi di banyak tempat di Makkah, dan sebagai media
mengambil hati orang yang masih terisolasi di Makkah.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press