2. Para tawanan Bani Mushthaliq
Dari Bani Mushthaliq
ini, Rasulullah Saw. mendapat tawanan yang banyak sekali. Kemudian beliau
membagi-bagikan para tawanan ini kepada kaum Muslimin. Di antara para tawanan
yang berhasil diperoleh kaum Muslimin adalah Juwairiyah bintu Harits bin Abu
Dhirar. Juwairiyah wanita cantik, manis dan langsing, sehingga siapa saja yang
melihatnya pasti jatuh cinta. Juwairiyah bintu Harits masuk ke dalam jatah
Tsabit bin Qais bin asy-Syammas, atau putra pamannya. Tsabit dan Juwairiyah
membuat kesepakatan untuk pembebasan Juwairiyah, yaitu jika Juwairiyah telah
membayar sejumlah harta, maka ia menjadi wanita merdeka. Juwairiyah berusaha
datang ke rumah-rumah untuk mengumpulkan harta dalam rangka mempersiapkan
kemerdekaannya.
Juwairiyah datang
kepada Rasulullah Saw. untuk meminta bantuannya. Ia meminta kepada Rasulullah
Saw. sejumlah harta -peristiwa ini akan menggambarkan kepada kita gambaran yang
sangat jelas tentang cara Rasulullah Saw. memperlakukan tawanan. Rasulullah Saw.
menempatkan mereka di tempat terbaik, meski Allah telah menjadikan mereka
tawanan yang berada di bawah kekuasaannya. Dengan demikian, mereka melihat
Rasulullah Saw. sebagai orang yang baik, bijak, adil, dan mulia.
Juwairiyah menghadap
Rasulullah, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku Juwairiyah bintu Harits bin
Abu Dhirar pemimpin kaumnya. Aku sedang menghadapi cobaan yang kamu sendiri
telah mengetahuinya, bahwa aku masuk ke dalam jatah Tsabit bin Qais, atau dia
berkata: masuk ke dalam jatah putra pamannya. Tsabit dan aku telah membuat
kesepakatan untuk pembebasanku dengan membayar sejumlah harta. Untuk itu, aku
mendatangimu dengan harapan kamu membantuku dalam upaya pembebasanku ini.” Saat
ini beberapa pemikiran membujuk benak Rasulullah Saw. semuanya berteriak dan
meminta untuk dilakukannya tindakan apapun.
Tindakan untuk
menolongnya harus segera dilakukan karena beberapa alasan: Pertama, Juwairiyah adalah pemudi terdidik
yang berasal dari keluarga terhormat dan mulia. Sehingga, ia tidak pantas
dihinakan dalam perbudakan. Dan harus dilakukan segera tindakan apapun untuk
menyelamatkannya dari perbudakan yang dipaksakan kepadanya. Disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Maafkanlah kekeliruan-kekeliruan mereka yang
mempunyai kedudukan.” Disebutkan juga dalam atsar: “Kasihanilah orang-orang
mulia yang terhina.” Demikian itulah akhlak Rasulullah Saw. Rasulullah Saw.
juga pernah membebaskan Safanah bintu Hatim ath-Tha’iy, sebab ia seorang wanita
yang berasal dari keluarga mulia, berkududukan, dan terhormat.
Kedua, Juwairiyah adalah pemudi yang cantik,
manis, dan langsing, sehingga ia tidak boleh dibiarkan berkeliaran dari rumah
ke rumah, sebab akan menimbulkan fitnah
di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu harus menjaga dan melindungi
kecantikannya.
Ketiga, Juwairiyah termasuk di antara
orang-orang yang sedang menghadapi cobaan berat. Meski mereka termasuk musuh
Rasulullah Saw., namun menghinakan dan memperbudak bukan target dan tujuan
Rasulullah Saw. terhadap mereka. Akan tetapi, target dan tujuan beliau adalah
membersihkan institusi
politik mereka untuk menyelamatkan urusan Negara Islam. Namun, pasukan yang
turut berperang tetap berhak atas harta rampasan perang dan para tawanan yang
mereka dapatkan.
Untuk itu, Rasulullah
Saw. berpikir bahwa apabila Juwairiyah juga dijadikan sebagai Ummahat
al-Mukminin, maka akan banyak di antara kaum muslimin yang akan melepaskan para
tawanan yang menjadi haknya, sebab mereka menjadi kerabat Rasulullah Saw. dari
perkawinannya dengan Juwairiyah. Mengingat besarnya cinta dan penghargaan para
sahabat terhadap Rasulullah Saw. Dengan itu Rasulullah Saw. benar-benar telah
melakukan apa yang beliau inginkan, yaitu meninggikan
kalimat Allah, menyenangkan perasaan orang, dan menutup pintu fitnah. Sehingga
beliau menjadikan nilai-nilai tertinggi (keteladanan) sebagai bagian yang
dikedepankan.
Rasulullah Saw.
bersabda kepada Juwairiyah, “Maukah kamu sesuatu yang lebih baik dari itu?”
“Apa itu, wahai Rasulullah?” tanya Juwairiyah. Rasulullah Saw. bersabda: “Aku
akan membayar sejumlah harta yang menjadi syarat pembebasanmu, dan aku akan
menikahimu.” Juwairiyah berkata, “Ya, aku mau, wahai Rasulullah.” Rasulullah
Saw. bersabda: “Itu akan aku lakukan.”
Berita pun menyebar di
tengah-tengah masyarakat bahwa Rasulullah Saw. telah menikahi Juwairiyah.
Sehingga orang-orang berkata, “Sesungguhnya para tawanan yang sedang kita
miliki adalah para kerabat Rasulullah Saw. dari perkawinannya dengan
Juwairiyah.”
Akhirnya mereka
membebaskan para tawanan yang mereka miliki. Bahkan jumlah keluarga Bani
Mushthaliq yang mereka bebaskan lebih dari 100 orang. Demikianlah langkah yang
ditempuh oleh Rasulullah Saw. dalam merealisasikan apa yang telah beliau
rencanakan.
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press