Radikalisme,
Alat Barat Hadang Islam
Salah satu alasan
utama BNPT memblokir situs-situs media lslam adalah menyebarkan paham
radikalisme. Sayangnya, ketika BNPT diminta menjelaskan definisi 'radikal'
tersebut, instansi negara ini tak bisa menjawab dengan pasti.
Dalam sebuah diskusi
di Jakarta, Ahad (5/4/2015) Kepala BNPT Saud Usman Nasution menjelaskan empat
kriteria situs radikal. Pertama, menyebarkan konten yang mengajak atau
mengarahkan tindakan anarkis dan terorisme, kedua, mengandung unsur SARA (suku,
agama dan ras), ketiga, takfiri (mengkafirkan seseorang atau kelompok), dan
keempat, melakukan propaganda yang mengandung unsur kebencian, kekerasan,
ancaman, anjuran berjihad yang mengharuskan pergi ke negara-negara seperti
Suriah.
"Itu tolak ukur
kami, tapi ini bisa dibicarakan. Bahkan diperlukan pembicaraan, karena
aturannya kurang tegas, maka perlu duduk bersama, jangan saling menyalahkan,“
kata Komisaris Jenderal ini.
Anehnya, justru
situs-situs yang diblokir itu jauh dari kriteria tersebut. Mahladi, pemimpin
redaksi hidayatullah online -salah satu situs yang diblokir-, pun menantang
BNPT membuktikan itu. "Tolong buktikan Pak, satu saja konten berita kami
mengajak ke ISIS. Dia tidak bisa jawab. Lalu saya tanya, kapan kami
mengkafir-kafirkan orang? Tunjukkan kontennya yang mana? itu juga tidak
dijawab. Jadi, kan tidak jelas mana barang buktinya, lagian, kafir dan tidak
kafir kan wilayah agama, apa haknya BNPT mempermasalahkan itu?” jelas Mahladi
menceritakan pertemuannya dengan Saud Usman kepada Media Umat.
Ia pun mempertanyakan
kepada pengganti Ansyaad Mbai ini tentang maksud memaknai jihad secara sempit.
Ditanya soal itu, Saud menjawab: "Ngajak-ngajak perang!" Mahladi
kemudian menjelaskan, justru di dalam Al-Qur,an banyak ayat yang mengajak perang.
Fahmi Salim, anggota
Komisi Pengkajian dan Penelitian MUl Pusat, menyatakan ada upaya menyimpangkan
makna radikal menjadi pemaksaan kehendak untuk mencapai tujuan. ”Sehingga
ketika mendengar
kata radikal yang
terbayang adalah berbagai tindak kekerasan, memang itulah yang sengaja
dicitrakan kepada kelompok-kelompok Islam selama ini dan sekarang kepada
situs-situs Islam," katanya.
Makna
Radikal
Kata radikal berasal
dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar. Dalam kamus, kata radikal
memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat
keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan
bertindak (KBBI, ed-4, cet.l, 2008).
Bila dikembalikan kata
radikal kepada pengertian asalnya, maka kata radikal adalah sebuah kata yang
bersifat 'netral', tidak condong kepada sesuatu yang bermakna positif atau
negatif. Positif atau negatif tergantung dengan apa kata radikal itu dipasangkan.
Contoh misalnya ”Muslim radikal", maka artinya adalah seorang Muslim yang
sangat memegang prinsip hidupnya sesuai dengan keyakinannya yakni agama Islam.
Semua keyakinan, ucapan, dan perbuatannya dikembalikan pada Islam sebagai
bentuk prinsip hidupnya.
”Memang apa masalahnya
dengan radikal? Radikal itu kan artinya mengakar," kata Fahmi. Maka, media
Islam pun harus mengakar pada ajaran Islam, Al-Qur'an dan Sunnah. Dengan kata
Iain harus mendasar, fundamental.
lstilah inipun,
lanjutnya, sering dipakai pendeta Kristen dalam khutbahnya. Mereka berkata iman
harus radikal. "Lantas mengapa orang Islam tidak boleh radikal? Justru
yang jadi masalah kalau mengaku Islam tetapi tidak mengakar pada akidah Islam,
kalau mengaku Muslim tidak menjadikan AI Qur'an dan Sunnah sebagai fundamen,”
tandasnya.
Propaganda
Hanya saja, istilah
radikal itu kini digunakan oleh Barat dan musuh-musuh Islam dengan makna yang
keluar dari makna sebenarnya. Istilah radikal dan teroris kemudian menjadi alat
propaganda yang digunakan oleh musuh-musuh Islam kepada kelompok atau negara
yang berseberangan dengan ideologi dan kepentingan Barat.
Islam radikal kemudian
digunakan secara sistematis terhadap pihak-pihak yang menentang sistem ideologi
Barat (kapitalisme, sekularisme dan demokrasi), yang ingin memperjuangkan
penerapan syariah Islam secara kaffah, khilafah Islam, menginginkan eliminasi
negara Yahudi dan melakukan jihad melawan Barat. Khusus untuk Indonesia,
istilah itu dilekatkan kepada siapa saja yang (dianggap) membahayakan keutuhan
dan kedaulatan NKRI.
Dosen IAIN Sunan Ampel
Surabaya, Dr Imran Mawardi MA, seperti dikutip hidayatullah.com mengatakan, istilah
radikalisme sengaja dibuat oleh Barat untuk menghancurkan umat Islam. Sebab,
pasca keruntuhan komunisme, satu-satunya ideologi yang menjadi ancaman paling
menakutkan bagi dunia Barat adalah Islam.
Inilah pangkalnya.
Jadi rezim Jokowi ikut arahan Barat? []
Barat
yang Biadab!
Saat ini dunia Barat
di bawah pimpinan Amerika Serikat selalu menampakkan diri seolah-olah sebagai
negara yang berperadaban, senantiasa menjaga perdamaian, baik hati, dan
sebagainya. Padahal di balik itu, mereka sebenarnya punya 'dosa besar' terhadap
dunia.
Mereka banyak
menumpahkan darah umat manusia sepanjang sejarah. Bahkan kekejamannya belum ada
yang menandingi sebelumnya, oleh perabadan manapun. Sudah banyak jiwa manusia
yang menjadi korban kebiadaban kaum imperalis itu akibat perang dan konflik
yang mereka kobarkan di seluruh penjuru dunia.
AS adalah negara Barat
paling kejam dan paling tidak berperikemanusiaan. Demi dominasi kaum kulit
putih untuk memperoleh tanah dan kekuasaan secara paksa di benua Amerika,
mereka banyak membunuh orang suku indian. Di Amerika Utara, orang Indian yang
dibunuh mencapai 100 juta orang. Sedang di Amerika Selatan, orang Indian yang
dibunuh mencapai 50 juta orang. Kebiadaban serupa juga dilakukan oleh
Australia, yang telah membunuh 20 juta orang suku Aborigin.
Negara-negara Barat
juga harus bertanggung-jawab terhadap puluhan juta korban jiwa pada dua perang
dunia di abad ke-20. Pada Perang Dunia ll (1914-1918), korban jiwa yang tewas
mencapai 20 juta orang, sedang yang luka-luka mencapai 15 juta orang. Sedang pada
Perang Dunia ll (1939-1945) korban tewasnya mencapai 60 juta orang. Ketika AS
pada tahun 1945 menjatuhkan bom atomnya di Hiroshima dan Nagasaki (Jepang),
korban yang tewas totalnya mencapai 246.000 orang, yakni gabungan korban yang
tewas di Nagasaki sebanyak 80.000 orang dan di Hiroshima sebanyak 166.000
orang.
AS sangat kejam kepada
umat Islam. Contohnya, saat invasi AS ke lrak pada tahun 2003. Menurut BBC
jumlah Muslim yang tewas di Irak akibat invasi itu mencapai 500.000 orang. Tapi
data lain dari justforeignpolicy.org
(2008) menyebutkan total warga Irak (sipil maupun tentara) yang tewas berjumiah
1.189.173 jiwa.[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 149, April 2015
---