Jokowi
Mengikuti Arahan Negara Kafir Penjajah
Amerika dan kafir
penjajah lainnya menginginkan penghancuran Islam dan menghalangi perjuangan
kebangkitan Islam, karena mereka tahu musuh yang sebenarnya dari neoliberalisme
dan neoimperialisme adalah Islam. Namun sayangnya Presiden Jokowi yang mengaku
beragama Islam, dipilih oleh rakyat yang mayoritas Muslim, digaji dari pajak
rakyat yang mayoritas Muslim, justru malah tunduk pada perintah kafir penjajah.
Mengapa bisa begitu? Lantas apa yang harus umat lakukan? Temukan jawabannya
dalam wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan Ketua DPP Hizbut
Tahrir In donesia (HTI) Rakhmat S Labib. Berikut petikannya.
Bagaimana
pendapat Ustadz tentang pemblokiran sejumlah situs Islam online?
Tindakan pemerintah
itu jelas menunjukkan kesewenang-wenangan rezim. Memang sebagian situs itu
akhirnya dibuka. Akan tetapi, itu dilakukan setelah mendapatkan protes keras
dari umat, ormas, dan tokoh Islam. Andai tidak ada protes, pemblokiran itu akan
terus berlangsung. Bahkan bisa jadi yang diblokir akan terus bertambah.
Mengapa
akan terus bertambah?
Karena kritera radikal
yang dirumuskan BNPT sangat bias dan tidak jelas. Di antara kriteria radikal
yang disebut BNPT adalah memaknai jihad secara terbatas. Apakah ketika memaknai
jihad sebagai perang di jalan Allah SWT disebut sebagai radikal? Kalau benar,
akan ada banyak situs yang diblokir. Bahkan, ada banyak buku dan kitab fiqih
yang harus diberangus karena dianggap mengajarkan radikalisme.
Di samping itu, dengan
kriteria yangi bias dan tidak jelas bisa digunakan pemerintah untuk memblokir
situs mana saja yang tidak sejalan dengan kepentingan politik penguasa.
Maka kita bisa
melihat, yang ditarget adalah situs Islam. Buktinya, situs bukan Islam, seperti
situs komunis dan lainnya tidak diblokir.
Direktur
Deradikalisasi BNPT Irfan Idris juga menyatakan bahwa yang diblokir itu yang
menjelek-jelekan Presiden Jokowi dan sistem yang berlaku...
Banyak sekali situs
yang mengungkap kejelekan Jokowi, bukan hanya situs-situs Islam, tetapi mengapa
yang diblokir hanya situs Islam? Ini makin menunjukkan bahwa, yang menjadi
target pemblokiran adalah situs Islam. Bahkan, Islamnya itu sendiri!
Nah, kalau ada media
yang mengungkap kejelekan pemerintah, justru semestinya pemerintah bercermin
diri, apakah yang dinyatakan media itu benar atau tidak. Menurut saya, yang
dilakukan media bukanlah menjelek-jelekkan Jokowi. Kalau menjelek-jelekkan itu
artinya rezim ini baik, namun diberitakan jelek. Padahal faktanya, rezim ini
memang bermasalah. Kebijakannya banyak membuat rakyat menjadi menderita .
Anehnya, justru banyak menguntungkan asing, seperti mengizinkan Freeport untuk
mengekspor dalam bentuk konsentrat, padahal itu jelas-jelas dilarang oleh
undang-undang. Oleh karena itu, yang benar bukan menjelek-jelekkan, tetapi
mengungkap kejelekannya. Kalau tidak ingin diberitakan kejelekannya ya jangan
bertindak jelek!
Itu
terkait dengan mengungkap kejelekan rezimnya. Kalau terkait dengan kejelekan
sistemnya?
Ya, ya harus diungkap.
Jokowi melakukan tindakan itu kan berdasarkan sistem yang diberlakukan. Bahkan
aspek sistemnya ini harus lebih diungkap dan ditunjukkan kebobrokannya. Sistem
demokrasi dan liberalisme itulah yang jelas-jelas membuat rakyat negeri ini
menderita, menyebabkan kekayaan alamnya dijarah, dan mengokohkan penjajahan
oleh Amerika dan negara-negara kafir penjajah lainnya. Ini harus diungkap
kebobrokannya, agar rakyat menjadi sadar. Sebab kalau sistem bobroknya tidak
diganti, hanya ganti pemimpin saja, ya tidak akan membawa perubahan ke arah
yang lebih baik.
Maka umat ini harus
sadar, penguasa juga harus sadar bahwa sistem bobrok inilah yang membuat
pengelolaan negara ini gagal, tidak bisa mengurus rakyat dengan benar. Lha,
masak kalau mengungkap fakta seperti itu disalahkan? Maka, semestinya berterima
kasih kepada yang melakukan kritik itu.
Pemblokiran
tersebut menunjukkan sikap rezim yang lslamophobia?
Ya, jelas sekali.
Tidak bisa diingkari, semua situs yang diblokir adalah situs Islam. Apakah
isinya semuanya sampah yang membahayakan sehingga harus diblokir? Lalu mengapa
sikap tegas tidak dilakukan terhadap situs komunis, situs yang mendukung
separatisme, situs porno dan situs rusak lainnya? Itu semua menunjukkan bahwa
pemblokiran itu didasarkan pada lslamophobia, kebencian mereka terhadap Islam.
Di samping itu, bukan
sekali ini saja rezim Jokowi menunjukkan sikap lslamophobia. Sebelumnya,
Menteri Tenaga Kerja melarang guru agama dari luar negeri. Alasannya, guru-guru
tersebut dikhawatirkan menebar benih radikalisme. Ini jelas mengada-ada. Kalau itu
dianggap ancaman, mengapa guru-guru lain yang mengajarkan demokrasi, kapitalis,
HAM, dan semacamnya tidak dipersoalkan? Padahal semua itu adalah warisan
penjajah yang membuat rakyat ini menderita, membuat negeri ini terancam, bahkan
terjajah oleh neoliberalisme dan neoimperialisme.
Apakah
isu radikalisme juga alat propaganda Barat untuk menjegal kebangkitan Islam?
Ya, jelas itu. Yang
mereka inginkan adalah menghancurkan Islam, menghancurkan perjuangan
kebangkitan Islam, karena mereka tahu musuh yang sebenarnya dari neoliberalisme
dan neoimperialisme adalah Islam.
Jadi sebenarnya yang
ingin mereka berangus itu lslam. Tetapi kalau langsung menyatakan ”kami ingin
memerangi lslam” tentu saja akan mendapatkan perlawanan dari seluruh umat
Islam.
Oleh karena itu,
mereka membuat kategori-kategori moderat, radikal, tradisional, fundamentalis
dan lain sebagainya. Lalu mengadu-domba sesama umat Islam yang telah
dikategorikan tadi. Tujuannya apa? Tujuannya adalah untuk memuluskan agenda
Barat agar penjajahan mereka atas dunia Islam tetap langgeng.
Kaitannya
antara propaganda Barat dengan tindakan pemerintah Indonesia?
Kalau kita lihat sejak
awal, pemerintah Indonesia memerangi teroris itu kan hanya mencontek atau
mengerjakan tugas dari Amerika saja. George Bush dulu menyatakan ”Anda bersama
kami atau bersama teroris.” Dengan kata lain Bush membagi dunia menjadi dua, bila
negara-negara yang ada tidak bersama Amerika maka dituduh bersama teroris.
Kemudian itu diikuti berbagai negara termasuk Indonesia. LaIu berbagai
terminologi dan ajaran Islam seperti "kafir harbi”, "jihad",
dikait-kaitkan dengan teroris.
Agenda itu juga dengan
jelas disampaikan Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry ketika hadir dalam
pelantikan Jokowi jadi presiden. Dalam republika.co.id
pada 20 Oktober 2014 yang berjudul Ini Tujuan Kerry Hadiri Pelantikan Jokowi.
Di situ ditegaskan bahwa Kerry menginginkan Indonesia sebagai negeri Muslim
terbesar memimpin perang melawan radikalisme Islam. Tidak cukup disebut
radikalisme! tetapi radikalisme Islam! Jelas Islam yang dibidik.
Sungguh kita sayangkan
rezim Jokowi mengikuti petunjuk dan arahan negara kafir penjajah, AS. Apakah
dia lupa bahwa dirinya adalah penguasa di negeri Muslim, mengaku beragama
Islam, dipilih oleh rakyat yang mayoritas Muslim, digaji dari pajak rakyat yang
mayoritas Muslim, namun justru malah tunduk pada perintah kafir penjajah.
Maka umat harus segera
sadar, bahwa pemimpinnya terbukti sebagai antek neoimperialisme. Oleh karena
itu, seluruh komponen umat Islam harus merapatkan barisan melawan setiap upaya
menghacurkan Islam. Di samping itu, kita harus bangkit dan berjuang untuk tegaknya
syariah dalam naungan khilafah. Hanya dengan itu semua persoalan yang kini
membelit umat Islam dapat terselesaikan.[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 149, April 2015
---