Pasukan
Portugis melakukan serangan militer ke wilayah Maroko pada tahun 1514 M,
dipimpin oleh pangeran Henry “Sang Pelaut". Pasukan ini mampu menguasai
pelabuhan Sabtah di Maroko. Ini merupakan awal dari rentetan konflik
berkesinambungan kontra pasukan Portugis. Setelah itu mereka melanjutkan
petualangan ke wilayah Afrika Utara hingga mereka pun mampu menguasai Ashil,
'Araisy, kemudian Thanjah pada tahun 1471 H. (Al-Tarikh Al-Urubi Al-Hadits fin
Nahdhah ila Mu'tamar Wina, Dr.Abdul Aziz Nawaz, hlm.48) Setelah itu mereka
melanjutkan kerakusannya dengan menaklukkan tempat-tempat yang sangat strategis,
semisal pelabuhan Asafa, Aghadir, Azmurah, dan Massah. (AI-Kusyuf
Al-Jughrafiyyah, Syauqi Abdullah, hlm. 99-100.)
Sedangkan
mengenai pemberangkatan tentara Portugis ke Lautan Atlantik, dan usaha-usaha
mereka untuk menguasai negeri Islam, maka semuanya terjadi karena adanya missi
Salibisme untuk melawan kaum muslimin. Orang-orang Portugis telah menganggap
dirinya sebagai penolong agama Nasrani dan sebagai pihak yang paling
bertanggung-jawab melawan orang-orang Islam. Mereka beranggapan, bahwa
peperangan melawan kaum muslimin adalah kewajiban utama dan sebuah keniscayaan.
Portugis melihat bahwa Islam adalah musuh bebuyutan yang harus diperangi di mana-mana.
(Asiya AI-Wustha AI-Gharbiyyah, Pannikar, hlm. 24-25.)
Pangeran
Henry dikenal sebagai seorang penganut Katholik yang sangat fanatik dan menaruh
kebencian dalam kepada kaum muslimin. Pangeran ini telah memperoleh hak dari
Paus Nicholas V untuk melakukan penjelajahan hingga ke India. Sang Paus pernah
berkata: "Sungguh kami sangat gembira saat kami mengetahui bahwa anak
kami, pangeran Henry telah melakukan langkah besar seperti langkah ayahnya,
Raja Johannes. Dia telah memiliki semangat yang demikian tinggi untuk menjadi
seorang tentara yang tangguh dari salah seorang tentara Kristus. Dengan nama
Tuhan dia telah terdorong untuk melakukan pengembaraan ke negeri-negeri jauh
yang belum pernah terbetik di dalam pengetahuan kita, sebagaimana dia juga
telah mampu memasukkan ke dalam pangkuan agama Katholik orang-orang yang sesat
dari musuh-musuh Tuhan dan musuh Kristus, seperti orang-orang Arab dan
orang-orang kafir." (Dirasat Mutamiyyizah fil‘Alaqaat Bainas Syarq Wal
Gharb, Yusuf Ats-Tsaqafi, hlm. 58.)
Dalam
pidato yang disampaikan Bokerk ketika dia sampai di Molqa, di hadapan pasukan
dia berkata: “Sesungguhnya pengusiran orang-orang Arab dari perdagangan
barang-barang merupakan cara paling jitu untuk melemahkan orang-orang Islam.”
Dia
juga pernah mengatakan: “Kebaktian utama yang akan kami persembahkan kepada
Tuhan adalah dengan mengusir orang-orang Arab dari negeri ini dan memadamkan
obor api pengikut Muhammad, sehingga setelah itu tidak ada lagi bara yang
membakar. Sebab saya sangat yakin bahwa jika kita mampu mencaplok bisnis di
Molqa dari tangan mereka, maka baik Kairo atau Makkah akan terkena pengaruh
pencaplokan ini. Dan semua perdagangan rempah-rempah dari Venizia akan segera
terputus, sebab para pedagangnya tidak lagi bisa pergi ke Portugis untuk membeli
rempah-rempah di sana." (Dirasat Mutamiyyizah fil‘Alaqaat Bainas Syarq Wal
Gharb, Yusuf Ats-Tsaqafi, hlm. 59.)
Di
dalam buku catatan harian Bokerk menulis: "Tujuan utama kita adalah sampai
ke tempat-tempat suci orang Islam, memasuki Masjid Nabawi dan mengambil jasad
Muhammad yang akan kita jadikan sebagai barang gadai yang akan kita pergunakan
dalam perundingan dengan orang Arab untuk mengembalikan Quds.” (AI-Daulah
AI-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftara 'Alaiha, 2/698.) Sementara itu, Raja
Portugis Emanuel I dengan terang-terangan mengatakan tentang tujuan ekspedisi
itu: "Sesungguhnya tujuan dari pencarian jalan laut ke India adalah untuk
menyebarkan agama Nasrani, dan merampas kekayaan orang-orang Timur." (Mauqif
Uruba Minal Daulah Al-Utsmaniyyah, Dr. Yusuf Ats-Tsaqafi, hlm. 37.)
Demikian
akan tampak bagi pemerhati yang objektif bahwa agama merupakan faktor pendorong
utama dari semua usaha ekspedisi orang-orang Portugis. Faktor agama yang
mendorong mereka melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia Islam. Sehingga
lahirlah upacara-upacara, perintah-perintah. Salib-salib dan meriam dijadikan
sebagai simbol dari ekspedisi mereka. Maksud dari semua itu adalah bahwa wajib
bagi kaum muslimin untuk menganut agama Nasrani. Jika tidak, mereka akan
berhadapan dengan moncong meriam.
Sedangkan
ekonomi merupakan faktor kedua yang mendorong penjelajahan orang-orang
Portugis. Penemuan jalan Ra’sul Raja' As-Saleh mudah dilakukan pada tahun 904 H
/ 497 M melalui perjalanan Vasco da Gama. Dengan alasan ini mereka memperoleh
hasil-hasil bumi orang Timur jauh, lalu dijual di pasar-pasar Eropa, tanpa
harus melalui jalur Mesir. Perubahan jalur bisnis dari wilayah-wilayah perairan
Arab dan Islam, telah membantu merealisasikan tujuan agama mereka. Sebab tidak
bisa dipungkiri bahwa sarana bisnis memiliki pengaruh sangat besar untuk
melemahkan kekuatan kaum muslimin yang sebelumnya intens menyerbu ke Eropa. Di
samping itu, telah terjadi kemerosotan ekonomi sangat parah di dalam
pemerintahan Mamluk karena perubahan jalur bisnis yang tidak disangka-sangka
itu. (Dirasat Mutamiyyazah, hlm. 60-61.)
Satu
catatan yang harus benar-benar diperhatikan, gerakan orang-orang Portugis dalam
ekspedisi ini ternyata banyak dibantu oleh orang-orang Yahudi yang mereka
pergunakan sebagai mata-mata. Hal itu bisa dilakukan karena orang-orang Yahudi
fasih berbahasa Arab. Sebagai contoh, raja Portugis telah mengirim utusan
khusus ke Mesir, India, dan Ethiopia. Utusan itu didampingi seorang Yahudi.
Salah satu hasil dari perjalanan ini ialah adanya laporan berupa peta wilayah
negeri-negeri Arab yang berada di Laut India. (Uruba fi Mathla' AI-'Ushur
Al-Haditsah, Asy-Syanawi. 1/123.)
Ibnu
Iyas menyebutkan, di masa pemerintahan Barakat, gubernur Makkah, ada tiga orang
yang menyusup ke Makkah. Mereka berkeliling di sekitar Masjidil Haram dengan
memakai pakaian ala orang-orang Utsmani. Ketiga orang itu berbicara menggunakan
bahasa Arab dan Turki. Kemudian mereka diperintahkan untuk ditangkap dan agar
pakaian yang mereka pakai diperiksa. Ternyata, mereka adalah orang-orang
Nasrani, sebab mereka tidak di-khitan. Setelah diadakan pemeriksaan, ternyata
mereka adalah para mata-mata. Mereka sengaja dikirim untuk menjadi penunjuk
jalan tatkala orang-orang Portugis-Salibis memasuki Makkah. Setelah itu mereka
dikirim kepada Sultan Al-Ghauri untuk diminta keputusan. (Bada'i Al-Zuhur fi
Waqa’i AI-Duhur, 4/191.)
Untuk
merealisasikan tujuan orang-orang Portugis ini, maka mata-mata diperintah untuk
mencari jalan itu, demi tujuan mengusai dua Selat yang strategis, Hurmuz dan
Babul Mandab. Ini dimaksudkan agar musuh-musuh Islam itu bisa menyerang dunia
Islam dari arah belakang dan bisa menutup akses ekonomi ke wilayah-wilayah Arab
dan Islam. Barulah setelah itu menyebarkan agama Nasrani di semua tempat yang
mereka singgahi. (Mauqif Uruba Min Al-DauIah Al-Utsmaniyyah, 38.)
Orang-orang
Portugis berhasil melakukan langkah-langkah strategis dan menguasai jalur
bisnis di pantai-pantai Afrika, Teluk Arab, dan Laut Arab Mereka mencegah masuknya
barang-barang produksi dari Timur ke wilayah Eropa yang melalui jalan itu. Ini
semua berhasil mereka lakukan karena tidak adanya pesaing di laut sehingga
mereka mudah menguasai tempat-tempat strategis. Orang-orang Portugis itu tidak
segan-segan menggunakan cara kekerasan dan intimidasi, sehingga di
tempat-tempat yang diduduki Portugis, sangat mudah dijumpai
pembantaian-pembantaian. Pembakaran, pengrusakan terjadi di mana-mana. Portugis
dengan tanpa kemanusiaan merampok hak-hak manusia, serta melarang kaum muslimin
melakukan Haji. Mereka tidak segan menghancurkan masjid-masjid. ('Alaqat SahiI
Amman bi Britania, AbdulAzizAbdul Hayy, hlm. 19.)
Sikap
kaum muslimin terhadap semua kezhaliman ini beragam. Pemerintahan Mamalik tidak
mengambil sikap apapun untuk menghentikan kezhaliman itu. Sultan-sultan Mamalik
justru disibukkan oleh perpecahan internal, konflik melawan pasukan Ustamani,
serta upaya memadamkan gerakan pasukan Sparta di Laut Putih Tengah. (Dirasat
fit Tarikh Al-Mishri, Ahmad Sayyid Darraj, hlm. 114.) Sedang penduduk di pantai
Afrika, Teluk, dan Yaman memilih bertindak sendiri-sendiri. Mereka melakukan
sergapan ke sasaran-sasaran tentara Portugis di manapun mereka berada. Misalnya
di daerah Afrika Timur, Masqat, Bahrain, Qaryat, dan 'Adn. Namun semua itu
gagal, karena kekuatan senjata tidak seimbang." (Mauqif Uruba Min
al-Daulah al-Utsmaniyyah, hlm. 38.)
Orang-orang
Mamluk merasa bertanggung-jawab menghadapi masalah ini, walaupun mereka sendiri
sedang dilanda konflik internal hebat. Dengan segala daya mereka berusaha
menghadang gerakan orang-orang Portugis agar tidak mendekati tempat-tempat
suci. Sultan Al-Ghauri mengirimkan ekspedisi laut yang terdiri dari 13 kapal
dengan jumlah tentara sebanyak 1500 orang di bawah pimpinan Husein Al-Kurdi.
Pasukan ini bertemu dengan pasukan Portugis yang dipimpin oleh Alvonzo de Melda
pada tahun 914 H/ 1508 M. Kemenangan pertama kali berada di pihak kaum
muslimin. (Bada'i AI-Zuhur fi Waqai' AI-Duhur, 4/142.) Namun setelah itu
orang-orang Portugis menambah kekuatannya dan melakukan serangan balik yang
menimbulkan kekalahan di pihak armada Islam. Serangan itu dilakukan pada tahun
915 H / 1509 H. Perang ini disebut dengan perang Dayu, satu peperangan yang
demikian terkenal di dalam sejarah. (Al-Nufudz Al-Burtughali Fil Khalij
Al-‘Arabi, Nawal Ash-ShAlrafi, hlm. 106.)
Sikap
pemerintahan Utsmani pada awalnya sangat jauh dari konflik. Antara mereka dan
orang-orang Portugis ada penghalang yakni pemerintahan Mamalik dan Safawid.
Namun suatu saat Sultan Al-Ghauri meminta bantuan Utsmani untuk menghadapi
Portugis. Dengan lapang dada, Sultan Salim memenuhi permintaan itu. Maka pada
bulan Syawal tahun 916 H / 1511 M, dia mengirim beberapa kapal perang dengan
membawa peralatan perang, anak panah, dan 40 qinthar bahan peledak, dan
perangkat-perangkat perang lainnya yang dibutuhkan. (AI-Mamalik Wal Faranji,
Ahmad Sayyid Darraj, hlm. 115.) Sayangnya, bantuan perang itu tidak berhasil
sampai ke tangan Al Ghauri, karena mendapat gangguan dari pasukan kardinal Yohannas.
(Tarikh Kasyfi Afriqiya Wal Isti'maruha, Syauqi Al-jamal, hlm. 172.)
Setelah
pemerintahan Utsmani berhasil menjadikan Mesir, Syam, dan negeri-negeri Arab
masuk ke dalam wilayah kekuasaannya; mereka melakukan serangan sangat berani ke
sasaran pasukan Portugis. Dalam serangan itu, pasukan Utsmani berhasil merebut
kembali beberapa pelabuhan Islam di Laut Merah seperti Mushu' dan Zayla'.
Dengan serbuan pasukan Utsmani pula, wilayah Maqadisu dan Mombasa bisa
dibebaskan. Sementara itu pasukan Portugis menderita kerugian sangat besar. (Mauqif
Uruba Min AI-Daulah Al-Utsmaniyyah, hlm. 39.) Nantinya, di masa pemerintahan
Sultan Sulaiman Qanuni, pemerintahan Utsmani berhasil mengusir orang-orang
Portugis dari Laut Merah dan berhasil menghadapi mereka di wilayah-wilayah
Teluk Arab.
Demikianlah,
pasukan Utsmani berhasil menghadang pasukan Portugis dan mengusir mereka
sehingga menjauh dari kerajaan-kerajaan Islam. Mereka berhasil mengamankan Laut
Merah dan melindungi tempat-tempat suci umat Islam dari ekspansi orang-orang
Portugis yang bertujuan melakukan penjajahan, atas dasar missi penyebaran agama
dan ekonomi.
Keberhasilan
pasukan Utsmani dalam membendung ancaman orang-orang Portugis ke Dunia Islam
patut mendapat penghargaan dan pujian. Saat itu kerajaan-kerajaan Mamalik
sedang berada di ambang kehancuran dan tidak memiliki kekuatan memadahi untuk
melawan orang-orang Portugis. Melihat kondisi demikian, pemerintahan Utsmani
mengambil-alih tugas melindung hak-hak kaum muslimin dan kekayaan mereka.
Pasukan Utsmani berhasil meraih sukses gemilang, sehingga orang-orang Portugis
tidak bisa menjamah tempat-tempat suci kaum muslimin seperti yang mereka
inginkan. (Mauqif Uruba Min AI-Daulah AI-Utsmaniyyah, hlm.40.)
Adapun
mengenai pemerintahan Safawid, mereka sama sekali tidak peduli terhadap
penduduk di wilayah-wilayah yang diduduki tentara Portugis. Pemerintahan
Safawid membiarkan negeri Teluk melakukan perlawanan sendiri menghadapi
serangan kafir Eropa ini. Bahkan yang lebih tragis lagi, sikap pemerintahan
Safawid justru berpihak ke musuh dan membantu keperluan-keperluan mereka.
Tindakan ini didorong adanya perbedaan madzhab antara Kesultanan Mamluk dan
pemerintahan Utsmani. Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh Bokerk, komandan
pasukan Portugis.
Pada
tahun 915 H / 1509 Bokerk mengirim utusannya yang bernama Roy Jumer dengan
membawa surat yang berbunyi: “Sesungguhnya saya sangat menghargai Tuan atas
penghormatan Tuan terhadap orang-orang Nasrani yang berada di negeri Tuan. Saya
tawarkan tentara, pasukan dan senjata untuk bisa Tuan pergunakan menyerang
pasukan Turki di India. Jika Tuan mau melakukan serangan terhadap negeri-negeri
Arab atau Tuan ingin menyerang Makkah, maka saya selalu berdiri di samping Tuan
di Laut Merah, di depan Jeddah, di 'Adn, Bahrain, Qathif, ataupun di Bashrah.
Syah akan dapatkan saya berada di sepanjang pantai Persia. Saya siap melakukan
apa yang menjadi keinginannya. (AI-Tayyarat As-Siyasiyah fi At-KhaIij
AI-'Arabi, Shalah Al-'Aqqad, hlm. 17.)
Tawaran
bantuan dari Portugis ini bersamaan dengan adanya rencana dari pasukan Utsmani
untuk menggempur pasukan Safawid di perbatasan. Peristiwa itu terjadi setelah
perang Jaladayaran pada tahun 920 H / 1515 H. Di mana pasukan Safawid mampu
dikalahkan sangat telak sampai mereka tercerai-berai. Atas alasan itu pula,
kaum Safawid berniat menjalin aliansi dengan kafir Portugis, dalam rangka
membalas kekalahannya dari pasukan Utsmani.
Portugis
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka tahu sejauh mana bahaya yang
mengancam keamanan mereka dari arah pasukan Utsmani. Mereka mengambil
kesempatan dari pendudukannya di Hurmuz pada tahun 921 H/ 1515 M. Mereka
membuat kesepakatan, bahwa Portugis akan memberikan bantuan armadanya kepada
Safawid dalam ekspedisi pasukan ke Bahrain dan Qathif. Sebagai gantinya maka
Syah harus mengakui ekspedisi pasukan Portugis ke Hurmuz. Selain itu mereka
juga sepakat bersatu saat menghadapi pasukan Utsmani. (AI-Tayyarat As-Siyasiyah
fi At-KhaIij AI-'Arabi, Shalah Al-'Aqqad, hlm. 98.)
Orang-orang
Portugis tampaknya jeli melihat peluang. Aliansi dengan orang-orang Safawid
akan menjadi sarana sangat ampuh untuk memecah nageri-negeri Islam. Jika
negeri-negeri Islam bersatu maka sangat tidak rmungkin bagi Portugis untuk
menguasai sumber-sumber alam yang ada di wilayah Teluk, Laut Merah, ‘And, dan
tempat-tempat lain yang berada di bawah kekuasan Portugis. Aliansi
Portugis-Safawid, kondisi ekonomi politik pemerintahan Mamalik yang
kacau-balau, hal itu membuat pemerintahan Utsmani terpanggil untuk memikul
tanggung-jawab dalam usaha mempertahankan tempat-tempat suci kaum muslimin dan
merebut wilayah- wilayah yang telah dikuasai oleh orang-orang Portugis. (Mauqif
Uruba min AI-Daulat AI-Utsmaniyyah, hlm. 41.)
Dampak Pertarungan Utsmani Portugis
Pemerintahan
Utsmani mampu mempertahankan tempat-tempat suci kaum muslimin seperti Makkah
dan Madinah dari ancaman Portugis. Mereka juga mampu menjamin keamanan
jalan-jalan menuju ibadah Haji. Mereka juga melindungi perbatasan darat dari
serangan orang-orang Portugis sepanjang abad keenam belas. Selain itu Turki
Utsmani juga menjaga kesinambungan jalur-jalur bisnis antara India, Indonesia,
dan Timur Jauh, melalui Teluk Arab dan Laut Merah.
Turki
Utsmani juga menjamin kesinambungan pertukaran barang-barang dari India ke
Eropa di pasaran Aleppo, Kairo, dan Istanbul. Pada tahun 1554 M, orang-orang
Venezia membeli 6000 qinthar rempah-rempah. Pada waktu yang sama 20 kapal
dagang sampai ke pelabuhan Jeddah dengan membawa barang dagangan dari India,
seperti rempah-rempah, lauk-pauk, dan barang-barang tenunan. (Tarikh AI-'Arab
AI-Hadits, sejumlah ulama, hlm. 45-46.)
Sumber bacaan: Bangkit Dan Runtuhnya
Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi