Bagi umat Islam, alat perjuangan itu harus
yang halal, bukan yang haram. Menggunakan alat yang haram untuk mencapai tujuan
yang halal, hukumnya tetap haram dan berdosa, tidak halal.
Kaidah fikih
menyebutkan: la yutawashshalu ila al-halal bi al-haram (tidak boleh mencapai
yang halal dengan menggunakan sarana yang haram). Ini disebut dalam kitab
Ad-Da’wah ila al-Islam karya Syaikh Ahmad Mahmud halaman 101.
Sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam
sistem republik ada di tangan segelintir rakyat, yakni para pemilik modal.
Hanya saja, mereka menipu rakyat dengan menggembar-gemborkan seolah-olah
kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi, bila perubahan yang dikehendaki adalah
daulat rakyat maka sistem republik tidak memberikan hal itu. Yang berdaulat dan
berkuasa dalam sistem republik adalah para pemilik modal.
Sebagian kaum Muslim berkata bahwa itu adalah
konsep sistem republik Barat. Di dalam Islam, kata mereka, kedaulatan berada di
tangan rakyat (suara mayoritas), bukan di tangan pemilik modal. Ini jelas pernyataan
yang keliru dan menyesatkan. Pasalnya, jika dikatakan kedaulatan berada di
tangan rakyat melalui wakil-wakilnya di sistem republik, maka sistem republik
telah merampas hak Allah SWT untuk membuat hukum dan menyerahkannya pada hawa
nafsu manusia. Padahal Allah-lah Pembuat hukum (QS al-An’am [6]: 57)
Sistem republik rusak terutama karena pilar
utamanya adalah kebebasan. Kebebasan inilah yang kemudian melahirkan banyak
kerusakan di segala bidang; moral, pemerintahan, hukum, ekonomi, dll.
Secara moral,
misalnya, pornografi, pornoaksi, seks bebas, pelacuran, aborsi peredaran miras
dan narkoba dll adalah fenomena yang akrab di negeri-negeri penganut sistem
republik di manapun.
Di bidang pemerintahan, korupsi juga menonjol dalam sistem
republik.
Di bidang hukum, keberpihakan hukum terhadap pihak yang kuat dan
mendiskriminasi pihak yang lemah juga menjadi hal biasa dalam sistem republik.
Di bidang ekonomi, kesenjangan kaya-miskin juga menjadi warna tersendiri dalam
sistem republik.
Semua itu bisa kita saksikan dan rasakan sendiri di negeri ini
yang pernah didaulat menjadi ‘jawara’ sistem republik, termasuk tentu saja di
Amerika dan Eropa sebagai kampiun sistem republik.
Karena itu, penting untuk menyadarkan umat
tentang hakikat busuk sistem republik. Pasalnya, Barat imperialis selama
puluhan tahun berhasil menipu dan mengelabui umat dengan terus mempromosikan
‘keunggulan-keunggulan’ sistem republik.
biang masalahnya adalah sistem republik,
hukum negara diputuskan berdasarkan hawa nafsu manusia, dan proses pemilihan
yang disetir pemilik modal. Maka jargon dari rakyat dan untuk rakyat, hanyalah
omong kosong belaka,
Pemilu dalam Sistem republik tak akan bisa
memberikan hasil yang baik. Hal itu dikarenakan Sistem republik meniscayakan
keterlibatan para pemilik modal alias Kapitalis. Biaya politik yang mahal dalam
sistem republik pasti mendorong para Kapitalis terlibat menggelontorkan dana
bagi para calon pemimpin yang hendak meraih kekuasaan.
Campur tangan kapitalis ini adalah pemicu
bagi lahirnya para penguasa yang tidak pro-rakyat, Sulit diharapkan calon
pemimpin yang memenangi pemilu akan memihak pada rakyat. Karena bila mereka
telah memperoleh kekuasaan, mereka kelak akan lebih memprioritaskan kebijakan
untuk kepentingan para Kapitalis yang telah mendanai mereka ketimbang rakyatnya
sendiri
Sistem republik yang diklaim mengedapankan
suara mayoritas rakyat, pada faktanya justru menenggelamkan peran dan
kepentingan rakyat. Dalam Sistem republik, kekuasaan rakyat hanya terbatas
memilih pemimpin saja dalam pemilu, tak lebih dari itu. Titik. Rakyat yang
mayoritas tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan
sistem republik di Senegal yang ternyata
tidak jauh beda dengan di Indonesia. Pada akhirnya, yang mengendalikan
pemerintahan adalah orang-orang yang memiliki modal.
memahamkan masyarakat akan kerusakan yang
ditimbulkan sistem republik, serta memberikan pemahaman tentang sistem politik
alternatif yang benar dan mampu menjadi solusi. Sistem Politik tersebut
tentunya adalah yang ditetapkan oleh Dzat Maha Benar, Allah SWT, yakni sistem
Khilafah.
Sistem republik adalah biang kerusakan, dan
Islam adalah solusi
apakah setelah diterapkan sistem republik
Indonesia menjadi lebih baik? Tidak. Kemiskinan tetap besar, korupsi terus
menggila hingga 34,4 triliun dalam periode 2004-2012, dekadensi moral
meningkat, uang rakyat dihambur-hamburkan. Sekedar contoh, untuk pilkada (495
kabupaten/kota) saja butuh Rp 21,12 triliun. Uang untuk pembuatan satu
Rancangan Undang-Undang (RUU) butuh 12 Milyar pada tahun 2013. Biaya pembuatan UU yang mahal
tersebut justru melahirkan UU yang berpihak kepada asing penjajah.
Sistem republik merupakan sistem kufur yang
merusak. Harus diganti. Penggantinya adalah khilafah
Sistem republik bertentangan dengan Islam,
penyakit sistem republik mulai dari kepala hingga kaki, karenanya harus
dirombak semuanya.
Sistem republik justru memberi ruang kepada
para kapitalis untuk menguasai dunia. Selalu mencari modal lebih besar, mencari
sumber energi lebih banyak, mencari bahan baku dan tenaga kerja murah serta
mencari pasar yang lebih luas. Tidak heran jika kemudian, kapitalis-kapitalis
itu mencaplok negara dunia ketiga yang notabene memiliki sumber daya alam
berlimpah.
sistem republik juga menjadi legalisator
kemaksiatan. Kebebasan beragama dalam sistem republik membuka celah bagi
pemurtadan dan aliran sesat. Berdalih kebebasan berpendapat, Rasulullah dan Al
Quran dihina, Islam dilecehkan. Kebebasan kepemilikan memberi ruang lebar bagi
privatisasi dan penjajahan asing atas sumber daya alam. Kebebasan berperilaku
diwujudkan dengan seks bebas, aborsi, pornografi, dan pembagian kondom gratis.
Alih-alih menyejahterakan, sistem republik kapitalisme mengakibatkan
kemiskinan, kerusakan moral dan kehancuran keluarga, perempuan dan generasi.
“Sistem republik adalah sistem rusak dari akarnya. Tak bisa diperbaiki, harus
diganti,
sistem republik hanya menghancurkan
peradaban. Falsafah yang dimiliki bangsa ini dianggap lebih sakti daripada Al
Qur’an. Faktanya, pemerintah sendiri masih bingung dan mencari-cari formula
penerapan falsafah tersebut.
penyebab Gubernur korupsi adalah karena
kebutuhan dari sistem republik. Karena untuk menjadi Gubernur seseorang harus
menyiapkan dana 70-100 Milyar. Jadi Gubernur korupsi sudah keharusan dari
sistem republik tidak bisa tidak.
Plt Gubernur Sumut menyatakan biaya Pilgub
Sumut Capai Rp 564 Milyar (tribunnews.com) sedangkan biaya kampanye Calon
Gubernur, jika berkaca dari Pilkada DKI, terendah Rp 4,1 Milyar dan tertinggi
Rp 62,6. Sementara Gaji Pokok Gubernur hanya Rp 8 juta.
Dalam sistem republik, aktivitas khalwat
(berduaan dengan lawan jenis) hingga zina tidak dikategorikan sebagai tindak
kriminal selama para pelakunya merasa suka sama suka. Berbeda dengan sistem pemerintahan
Islam yakni khilafah. Semua aktivitas yang mendekati zina (termasuk khalwat)
dan zina terkategori kriminal dan pelakunya akan dihukum.
Dalam sistem republik, orang ngakunya
didukung oleh rakyat padahal mereka itu didukung oleh kapitalis yang punya uang
kemudian di saat jadi penguasa, dia merasa berutang budi terhadap yang punya
modal,
dalam Islam hak membuat hukum hanyalah Allah
SWT, namun dalam sistem republik justru yang membuat hukum adalah "rakyat".
Sistem republik memberikan otoritas membuat hukum pada lembaga yang
"mewakili" rakyat,