Khilafah yang mulia
sudah tiada sejak runtuh tahun 1924. Gelora perjuangan umat untuk dapat
mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah tentunya tidak boleh hanya
mengandalkan semangat belaka. Pemahaman yang utuh dan benar, dilandasi dengan
pondasi tauhid yang kokoh dan kedalaman pemahaman syariahnya, akan mewujudkan fikrah dan tharîqah
yang sahih dalam perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah.
Khilafah terbukti
dalam sejarah sebagai pelindung umat Islam. Secara imani, sebagaimana sabda Nabi saw., Khilafah adalah benteng (junnah). Dengan Khilafah umat Islam yang
selama ini terpecah-belah akan menyatu. Negeri-negeri Muslim seperti Palestina,
Pakistan, Irak, Suriah dan sebagainya yang dijajah oleh negara-negara Barat
adikuasa saat ini tidak ada yang membela. Bila Khilafah berdiri, Khilafah yang
akan melawan negara penjajah tersebut serta membebaskan negeri-negeri Muslim
tersebut dari cengkeraman Barat. Khilafah akan berdiri membela umat manusia di
hadapan kezaliman negara adikuasa saat ini.
Perubahan menuju
tegaknya syariah dan Khilafah harus dilakukan secara mendasar dan menyeluruh (inqilabiyah wa syumuliyah). Pemahaman keliru
tentang syariah dan Khilafah, yang sepotong-sepotong dan tidak utuh, justru
akan melahirkan kekeliruan terhadap apa yang dimaksud dengan syariah dan
Khilafah. Akibatnya, ini justru akan menjauhkan dari cita-cita penegakkan
syariah dan Khilafah itu sendiri.
Pemikiran terkait
syariah, Khilafah dan jihad ini akan merobohkan hegemoni imperialisme negara
Barat. Itulah sebabnya, mereka memandang ketiga ajaran Islam ini sebagai ajaran
berbahaya. Tentu bahaya untuk mereka, tetapi penyelamat bagi umat Islam dan umat
manusia secara keseluruhan. Ingat, pihak yang diinjak-injak oleh penjajahan
Barat bukan semata umat Islam, melainkan juga umat manusia secara umum.
Perubahan menuju
tegaknya syariah dan Khilafah harus dilakukan dengan cara pemikiran, politis
dan tanpa kekerasan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Hal ini tidak
lain karena bangkitnya Islam didasari pada landasan pemikiran “Lâ ilâha illa AlLâh Muhammad RasûlulLâh”.
Inilah yang didakwahkan Rasulullah saw. Dari pemikiran dasar inilah akan muncul
akidah yang berlandaskan pemikiran yang sahih. Pemikiran ini pula yang akan
mendasari ketaatan seorang Muslim pada syariah Islam.
Kelompok liberal
berupaya untuk membuat definisi radikal itu menjurus pada kekerasan dan
mengaitkannya dengan teroris. Tujuannya, bila radikal itu dipandang menyatu
dengan kekerasan maka masyarakat akan menjauhinya, dan pada saat yang bersamaan
tangan kekuasaan dapat digunakan untuk memberangus mereka. Ini adalah politik
jahat. Membuat definisi tendensius untuk memaksa penguasa memberangus para
pejuang Islam dengan tangan besi.
Rasulullah saw.
mencontohkan bagaimana beliau menyerang ide-ide jahilliyah dan
pemikiran-pemikiran batil yang berkembang di masyarakat, mengungkap konspirasi
kaum kafir, menelanjangi kebusukan penguasa pada saat itu. Ini merupakan
aktivitas politis. Begitu pula dengan proses meminta pertolongan (at-thalab an-nushrah) yang dilakukan
Rasulullah, yaitu mendatangi penguasa (ahl
al-quwwah). Inipun merupakan tindakan politis yang dilakukan oleh
Rasulullah saw.
Al-Mawardi berkata,
“Seorang pemimpin, jika ia memiliki kebaikan, ia mencintai dan dicintai oleh
rakyat. Sebaliknya, jika buruk/jahat, ia membenci dan dibenci oleh rakyat. Rasa
takut kepada Allah akan mendorong untuk taat kepada-Nya dalam memperlakukan makhluk-Nya.
Ketaatan kepada Allah akan mendorong untuk mencintainya. Dengan demikian
kecintaan itu merupakan bukti atas kebaikan imam. Sebaliknya, kebencian rakyat
kepada pemimpin adalah bukti keburukannya dan minimnya perhatian dia kepada
rakyat.
Perubahan menuju
tegaknya syariah dan Khilafah pun harus dilakukan dengan membangun kesadaran
masyarakat serta membangun dukungan dari ahlul
quwwah. Karena masyarakat atau umatlah pemilik yang hakiki perubahan
ini. Tanpa kesadaran mereka, perubahan hanyalah kesia-siaan. Ahlul quwwah adalah pengikat dari proses
perubahan. Merekalah kunci umat, kepercayaan umat dan sandaran umat.
Asy-Syaukani di dalam Nayl al-Awthâr menjelaskan, pemimpin yang
mencintai dan dicintai rakyat, mendoakan dan didoakan oleh rakyat, adalah
sebaik-baik pemimpin. Sebaliknya, pemimpin yang membenci dan dibenci rakyat,
melaknat dan dilaknat oleh rakyat, termasuk seburuk-buruk pemimpin. Sebab, jika
pemimpin berlaku adil di tengah rakyat, berkata baik kepada rakyat, maka rakyat
akan menaati, mematuhi dan memuji dia. Ketika keadilan dan kebaikan
perkataannya menyebabkan kecintaan, ketaatan dan pujian rakyat kepadanya maka
dia adalah sebaik-baik pemimpin.
akar masalah
terjadinya problematika umat disebabkan karena Islam telah dikesampingkan
dan menggantinya dengan sistem demokrasi kapitalis.
Sungguh peran Ulama
yang menjadi pewaris kenabian dalam upaya memperjuangkan tegaknya syariah islam
kaffah dalam bingkai sistem pemerintahan Islam (al khilafah) itu sangat urgen
Masyarakat juga harus
berjuang, bahu membahu demi tegaknya syari’ah dan Khilafah di muka bumi ini
urgensitas Ulama untuk
ikut berperan dalam perjuangan penerapan Syari’ah Islam kaffah dalam
naungan Khilafah.
Mari kita belajar
Islam dari akar sampai daun
Hijrah secara
bahasa berasal dari kata hajara yang
berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain (Lisân al-‘Arab,
V/250; Al-Qâmûs al-Muhîth, I/637).
Para fukaha lalu mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah,
II/276). Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan
syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara
penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah
wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di
tangan kaum Muslim sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam.
Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw.
sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang
kemudian menjadi Darul Islam). Karena itu para fukaha biasa menggunakan istilah
Darul Islam dan darul kufur. Frasa Darul Islam, misalnya, terdapat dalam
kitab-kitab fikih Syafi’iyah seperti: Rawdhah
ath-Thâlibîn (I/129), Al-Umm (III/30),
I‘ânah ath-Thâlibîn (IV/233),
Fath al-Wahhâb (I/112), dll.
menggelorakan
kebangkitan Islam menuju perubahan hakiki. Perubahan yang hakiki adalah
perubahan yang dapat menyelesaikan secara tuntas seluruh persoalan kaum Muslim
di dunia saat ini. Perubahan semacam itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan
dua hal sekaligus. Pertama:
Membangun kekuatan politik internasional, yakni Khilafah Islam, yang menyatukan
seluruh potensi kaum Muslim, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya
manusianya. Kedua: Menerapkan
syariah Islam secara kâffah dalam
Khilafah Islam tersebut. Hanya dengan cara inilah kaum Muslim akan mampu
mengakhiri kondisi buruknya di bawah kekuasaan sistem Kapitalisme global menuju
kehidupan mulia dan bermartabat di bawah institusi global: Khilafah Islam.