Pasukan
Nasrani Bersatu
Sebastian berhasil mengumpulkan puluhan ribu
pasukan Nasrani yang berdatangan dari Spanyol, Portugis, Italia dan Jerman. Dia
mempersiapkan puluhan ribu pasukan, dengan senjata paling canggih di zamannya
dan mempersiapkan 1000 kendaraan untuk mengangkut seluruh tentara menuju
Maghrib. (Waadi AI-Makhazin, hlm.49.) Pasukan Nasrani ini sampai di Thanjah dan
Ashila pada tahun 1578 M.
Pasukan
Maghrib
Seruan yang demikian kencang terdengar di
Maghrib, “Pergilah kalian ke Wadil Makhazin untuk berjihad di jalan Allah.”
Pasukan Maghrib berhimpun di bawah komandan
Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah. Sedangkan Al-Mutawakkil yang dicopot dari
kekuasaannya, berusaha memecah-belah pasukan Maghrib. Maka dia segera menulis
surat kepada penduduk Maghrib dengan mengatakan: "Saya tidak pernah
meminta bantuan pada orang-orang Nasrani, kecuali saat tidak dapat bantuan lagi
dari kaum muslimin. Bukankah para ulama mengatakan, “Boleh saja bagi manusia
meminta bantuan pada siapa saja atas orang yang merampas haknya dengan semua
cara yang bisa dia lakukan. Dia pun mengancam mereka dengan mengutip firman
Allah Swt.,
"Jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu.” (Al-Baqarah: 279)
Apa yang dia katakan, segera mendapat reaksi
keras dari para ulama di Maghrib. Surat yang dia kirimkan dibalas dengan surat
lain yang menungkapkan kebatilan-kebatilannya dan menyingkap penipuan dan kebohongannya.
Salah satu surat jawaban tersebut sebagai berikut:
“Segala puji bagi Allah, yang layak bagi
keagungan-Nya. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kami
Nabi Muhammad Saw., penghulu para Nabi dan Rasul. Dan semoga keridhaan selalu
terlimpahkan padanya. Hingga Allah membangun agama Islam dengan syarat-syarat
kesahan dan kesempurnaannya. Wa Ba’du.
Ini merupakan surat jawaban dari para pemuka
masyarakat, ulama, dan orang-orang saleh, serta pasukan-pasukan di Maghrib.
Andaikata kau menimpakan celaan dan hinaan pada dirimu sendiri, maka engkau
akan tahu bahwa sesungguhnya engkau kini sedang terhijabi dan engkau sedang
mendapat ujian.
Sedangkan perkataanmu tentang orang-orang
Nasrani, maka sesungguhnya mereka adalah para musuh, dan kau merasa keberatan
untuk menamakannya sebagai orang-orang Nasrani.“ Di dalam ungkapanmu,
sebenarnya terdapat kebencian yang tidak bisa kau sembunyikan. Adapun
perkataanmu bahwa kau kembali pada mereka tatkala tidak ada lagi pertolongan
dari kaum muslimin, maka di dalamnya ada larangan yang akan mendatangkan
kemurkaan Rabb-mu. Salah satunya adalah karena engkau meyakini bahwa
sesungguhnya semua kaum muslimin berada dalam kesesatan, dan sesungguhnya
kebenaran tidak bisa ditegakkan kecuali dengan bantuan orang-orang Nasrani.
Kita berlindung kepada Allah.
Kedua, sesungguhnya kamu meminta pertolongan
pada orang-orang kafir untuk memerangi kaum muslimin. Padahal Rasulullah telah
bersabda:
”Sesungguhnya aku tidak pernah meminta pertolongan
kepada orang musyrik"
Meminta pertolongan kepada mereka untuk
memerangi orang-orang muslim, tidak akan pernah terlintas kecuali di dalam dada
orang yang hatinya berada di balik lisannya. Sebagaimana ungkapan orang dahulu
menyebutkan: “Lidah seorang berakal berada di belakang hatinya.” Sedangkan
kutipanmu terhadap firman Allah, ”Bahwa jika mereka tidak meninggalkan sisa
riba itu, maka Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mereka.” Bagaimana engkau
mungkin bersama Allah dan Rasul-Nya? Apa yang kau katakan itu tidak akan
didengar oleh tentara-tentara Allah, dan pembela agama-Nya, serta pelindung
agama-Nya yang berasal dari orang-orang Arab dan non-Arab. Mereka adalah
orang-orang yang di dalam dadanya bergelora semangat Islam dan bara keimanan.
Di dalam dada mereka bersemi keimanan yang memancarkan lentera keyakinan. Di
antara mereka ada yang mengatakan, “Tidak ada agama, selain agamanya
Muhammad." Di antara mereka ada yang mengatakan, "Kalian akan melihat
apa yang akan saya lakukan tatkala saya bertemu musuh.” Di antara mereka ada
pula yang mengatakan dengan mengutip firman Allah,
"Dan sesungguhnya Allah benar-benar
mengetahui orang-orang yang beriman; dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang munafik (Al-Ankabut: 11)
Engkau sendiri telah membanggakan diri dalam
suratmu dengan gerombolan orang-orang Romawi yang kini berada bersamamu. Dan
kau merasa terangkat dengan datangnya raja itu dengan tentaranya. Lalu
bagaimana posisimu terhadap firman Allah berikut, (Waadi AI-Makhazin, hlm. 53.)
”Dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. "
(At-Taubah:32)
Tatkala orang-orang Istana Besar melihat
pasukan Nasrani dan mereka tidak melihat Sultan Abdul Malik segera datang,
mereka akan lari dan akan bersembunyi di gunung-gunung. Saat itulah Syaikh Abul
Mahasin Yusuf Al-Fasi bangkit menenangkan penduduk.”
Abdul Malik Billah Al-Mu'tashim Billah juga
menulis surat dari Marakisy kepada Sebastian, "Sesungguhnya pengaruhmu
telah tampak sejak engkau pertama kali keluar dari negerimu, sedangkan engkau
membawa permusuhan. Maka janganlah engkau bergerak dahulu sebelum kami datang
padamu. jika itu yang engkau lakukan, maka engkau benar-benar seorang Nasrani
pemberani. Dan jika tidak, maka sebenarnya engkau tak lebih dari anak anjing.
Bukanlah sikap pemberani atau sikap seorang ksatria jika seseorang datang ke
penduduk suatu tempat yang tidak terlindungi dan dia tidak menanti orang-orang
yang siap berperang.”
Surat ini berdampak kuat yang membuat
Sebastian marah besar. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu, walaupun kebanyakan
dari komandan-komandan tempurnya tidak setuju dengan keputusannya. Mereka malah
menasehati agar dia segera melakukan pendudukan di Thatwan, Al-Araisy dan
Al-Qashr. (Waadi AI-Makhazin, hlm. 53-54.) Maka berangkatlah pasukan Abdul
Malik Al-Mu'tashim Billah. Sedangkan saudaranya Ahmad Al-Manshur menjadi
komandan untuk wilayah Fas dan sekitarnya. Kedua pasukan bertemu di Istana
Besar.
Perbandingan
Kekuatan Mujahidin Maghribi Vs Nasrani Portugis
Pasukan
Portugal
Pasukan Portugal terdiri dari 125.000
personil dengan semua perlengkapan perangnya. Setelah menuai kekalahan telak,
sejarah-sejarah Eropa berusaha menyedikitkan jumlah pasukan itu dan sebaliknya
membesar-besarkan tentara Maghrib. Riwayat-riwayat tersebut menyebutkan, jumlah
tentara mereka hanya terdiri dari 14.000 pasukan jalan kaki, 2000 pasukan
berkuda, 36 meriam melawan 50.000 pasukan jalan kaki Maghrib, 22.000 atau
15.000 pasukan pemanah dan ahli pengguna senjata api, serta 20 meriam.
Abu Al-Qadhi dalam bukunya AI-Muntaqaa AI-Maqshur
menyebutkan: "Jumlah pasukan Portugis adalah 125.000 tentara.” (Waadi
AI-Makhazin, hlm. 56.) Sedangkan Abu Abdullah Muhammad Al-Arabi Al-Fasi dalam
bukunya Mir'atu AI-Mahasin mengatakan: "jumlah pasukan mereka adalah
125.000 personil. Atau paling sedikit jumlah mereka adalah 80.000
prajurit." (AI-Istiqsha', hlm. 5 / 69. Saya kutip dari Waadi AI-Makhazin,
hlm. 56.)
Pasukan Portugis didukung 20.000 prajurit
tempur Spanyol, 3.000 prajurit jerman, 7.000 pasukan Italia dan yang lainnya
dalam jumlah besar. Ribuan kuda juga mereka persiapkan, disertai lebih dari 40
meriam menjadi senjata andalan. Semua kekuatan ini berada di bawah komando
Sebastian. Bersama mereka juga terdapat pasukan pimpinan Al-Mutawakkil yang
dicopot dari jabatannya dengan hina, yang membawa 300-600 tentara. (Waadi
AI-Makhazin, hlm. 56.)
Pasukan
Maghrib
Pasukan Maghrib berjumlah 40.000 personil
mujahid. Mereka memiliki kelebihan pasukan kuda. Sedangkan meriam yang mereka
bawa hanya berjumlah 34. Kondisi jiwa dan spiritual mereka demikian hebat. Hal
ini disebabkan beberapa hal:
1. Mereka telah merasakan kemenangan gemilang
melawan pasukan Nasrani yang pernah menduduki negeri mereka. Dan mereka mampu
mengambil-alih beberapa benteng yang dikelilingi tembok-tembok tinggi dan
parit-parit sangat dalam.
2. Semua rakyat mendukung satu pimpinan,
bersatunya kabilah-kabilah, para pemimpin tarekat dan tasawuf, serta penduduk
berbagai kota. Sebab, perang ini merupakan perang yang sangat menentukan dalam
sejarah Islam dan merupakan perang yang sangat krusial bagi penduduk Maghrib.
Syaikh Abul Mahasin Al-Fasi, pemimpin tarekat Syadziliyah Jazuliyah, tidak
pernah letih dan lelah untuk mengobarkan semangat juang kaum muslimin. Syaikh
sendiri memimpin salah satu sayap pasukan Maghrib. Dia berjuang mati-matian dan
kokoh dalam perjuangannya hingga Allah memberikan kemenangan kepada kaum
muslimin. Pasukannya dengan tangkas dan trengginas menumpas musuh, membabat,
dan menawan mereka. Syaikh sendiri dengan sikap wara'nya tidak mengambil harta
rampasan perang, setelah Allah berikan kemenangan besar. Dia sama sekali tidak
mengambil dari harta rampasan perang. (Waadi AI-Makhazin. hlm. 58.) Sementara
itu, Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah dan saudaranya Abul Abbas serta pada
pimpinan Utsmani memperlihatkan kecemerlangannya di medan perang tersebut.
Pelajaran dari berbagai medan perang
mengajarkan kepada Abdul Malik Al-Mu'tashim Billah untuk bertindak arif dan
taktis dalam perang tersebut. Dia mengisolasi musuh dari armadanya di pesisir
dengan sebuah tipu-muslihat jitu dan dengan taktik yang dipelajari sebaik-baiknya,
yaitu ketika dia berhasil mengajak Sebastian ke tempat yang ditentukan Abdul
Malik sebagai medan perang. Pengisolasian musuh dari armadanya merupakan
langkah yang sangat tepat dan mujarab, tatkala Abdul Malik memerintahkan pada
pasukannya untuk merusakkan jembatan dan dia mengirimkan pasukan berkuda yang
dipimpin saudaranya Al-Manshur yang kemudian berhasil menghancurkan jembatan. (Waadi
AI-Makhazin, hlm. 62.)
Abdul Malik mengatur tentara dengan formasi
sebagai berikut. Meriam dia tempatkan di bagian depan, kemudian diikuti pasukan
pemanah yang berjalan kaki. Sementara pusat komando berada di tengah. Sedangkan
di bagian samping kiri dan kanan terdiri dari pasukan berkuda dan pasukan Islam
tak berkuda. Dia juga menjadikan beberapa pasukan berkuda sebagai pasukan
cadangan yang akan dia pergunakan di waktu yang tepat. Pasukan ini kapan saja
siap untuk mengusir pasukan-pasukan Portugis yang melarikan diri dan setiap
saat siap menyemai kemenangan. (Waadi AI-Makhazin, hlm. 62.)
Pada subuh hari Senin tanggal 30 Jumadil
Akhir tahun 986 H/ 1578 M, merupakan hari yang sangat monumental dalam
perjalanan sejarah Maghrib dan satu hari yang akan dikenang abadi dalam sejarah
Islam. Pagi itu Sultan Abdul Malik berdiri di depan pasukannya menyampaikan
khutbah, mengingatkan mereka tentang janji Allah bahwa Dia akan menolong
orang-orang yang jujur dan berjuang di jalan Allah Swt., (Waadi AI-Makhazin,
hlm. 62.)
"Sesungguhnya Allah pasti menolong siapa
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa." (Al-Hajj: 40)
"Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Anfaal: 10)
Selain itu, dia juga mengingatkan kaum
muslimin untuk kokoh dan berteguh hati dalam perang. Dia mengutip firman Allah
Swt. (artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur).” (Al-Anfaal: 15)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka berteguhhatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya, agar kamu menang." (Al-Anfaal: 45)
Dia juga mengingatkan akan arti pentingnya
tertib dan disiplin di medan perang dengan mengutip firman Allah, (artinya)
”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
satu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)
Dia menyebutkan suatu hakikat yang tidak
dibuat-buat, bahwa jika kaum Nasrani memenangkan pepeperangan, maka tidak akan
ada lagi Islam di Maghrib. Kemudian dia membacakan ayat-ayat Al-Quran sehingga
jiwa para mujahidin saat itu menjadi rindu untuk mati syahid. (Waadi
Al-Makhazin, hlm. 66.)
Para pendeta kardinal pun tidak tinggal diam
membangkitkan semangat pasukan Eropa yang saat itu dipimpin Sebastian. Mereka
menyebutkan, bahwa Paus akan memberikan ampunan atas kesalahan dan dosa
orang-orang yang menemui kematiannya dalam perang tersebut yang mereka sebut
sebagai perang Salib.
Setelah itu, meletuslah sepuluh tembakan dari
kedua belah pihak sebagai tanda dimulainya perang. Sultan Abdul Malik adalah
orang pertama yang membalas serangan pertama yang dilakukan musuh. Dia meluncur
bagaikan anak panah dengan menghunus pedangnya. Dia membuka jalan bagi
tentaranya untuk menerobos masuk ke dalam barisan pasukan Nasrani. Namun
penyakit yang dia bawa sejak dari Marakisy tiba-tiba menyerangnya kembali,
sehingga dia harus kembali menuju kemahnya untuk dirawat. Kejadian itu hanya berlangsung
dalam hitungan menit dan dia menghembuskan nafas terakhir di sana. Dia menolak
untuk tidak ikut dalam perang.
Sungguh pribadi mujahid agung ini memiliki
satu keistimewaan tersendiri dalam hal tekad dan keberanian. Saat menghembuskan
nafas terakhir, dia berada dalam keadaan meletakkan jari telunjuknya ke dalam
mulutnya mengisyaratkan agar kematiannya dirahasiakan, sampai tercapai
kemenangan dan jangan sampai pasukan menjadi kocar-kacir. Dan inilah yang
terjadi. Tidak ada seorangpun yang mengetahui kematiannya, kecuali saudaranya
Ahmad Al-Manshur dan pengawalnya Ridhwan Al-Alaj. Pengawalnya berkata pada
seorang tentara, “Sultan memerintahkan fulan untuk pergi ke posisi ini, fulan
memegang panji perang, fulan maju dan fulan mundur." (Waadi Al-Makhazin,
hlm. 66.)
Ahmad sendiri memimpin pasukan bagian depan
dan menggempur tentara Nasrani yang berada di bagian belakang. Api
menyala-nyala di mesiu-mesiu pasukan Nasrani dan kaum muslimin berhasil
meluluhkan pasukan panah musuh. Satu per satu batalyon musuh binasa dan sebagian
yang lain melarikan diri menuju jembatan sungai Waadil Makhazin, sebuah
jembatan yang sangat berpengaruh dalam peperangan ini. Namun, jembatan itu
telah dihancurkan tentara kaum muslimin atas perintah Sultan. Musuh pun
berjatuhan di sungai. Di antara mereka ada yang tenggelam, ada yang ditawan,
dan ada pula yang terbunuh. Sedangkan Sebastian dan ribuan pengikutnya ikut
juga terpelanting. Sedangkan Al-Mutawakkil simbol pengkhianat jatuh tenggelam
di sungai Wadil Makhazin. Pertempuran berlangsung selama 4 jam 20 menit dan
Allah telah memberikan kemenangan besar di tangan pasukan islam. (Waadi
Al-Makhazin, hlm. 66 dan 67.)
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----